No Fire No Haze
Tahun 2015 adalah tahun pelik bagi Bangsa Indonesia, di mana saat itu terjadi musibah kebakaran di Pulau Sumatera (Provinsi Riau). Kondisi ini kemudian menjadi  parah sehingga kondisi darurat asap pun ditetapkan,  karena banyaknya dampak yang ditimbulkan termasuk menurunnya kesehatan masyarakat karena terkena penyakit pernapasan (ISPA).
Kondisi yang berlarut larut sehingga mengakibatkan gangguan sistem pernapasan (ISPA) Â menjadi tamparan tersendiri bagi Pemerintah Republik Indonesia dalam penanganannya. Sejak itu penanganan mengenai masalah kebakaran lahan dan hutan menjadi prioritas utama dan kondisi ini kemudian berbalik di Tahun 2017. Â
Menurut Kementrian Lingkungan Hidupdan Kehutanann  (KLHK), di tahun ini  Indonesia berhasil mengurangi kebakaran lahan dan asap  hingga mencapai 97 persen. Mengapa bisa demikian?
Di Tahun 2017, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mengeluarkan data sekitar 21,67 juta ton air telah ditumpahkan untuk memadamkan  kebakaran lahan dan hutan di Riau ini sepanjang Januari hingga Juli 2017. Menggunakan 4 helikopter dan bantuan lainnya baik dari Pemerintah maupun dari Perusahaan Sinar Mas.
Nah disinilah letak kehebatan Bangsa kita.  Bisa belajar dari kesalahan, kemudian memperbaikinya. Mengatasi kebakaran lahan dan hutan sudah menjadi standar utama bangsa ini dengan menggunakan  dan mengerahkan seluruh kekuatan Sumber Daya Manusia dan Kekuatan peralatan pendukungnya, termasuk kerjasama dengan perusahaan- perusahaan yang berhubungan langsung dengan kepemilikan lahan. Hingga kini di Tahun 2018, di mana kita akan menyelenggarakan pesta akbar olahraga se-Asia.
Dalam konteks kekinian, penanganan asap dan api  (No Fire No Haze) juga akan diterapkan di perhelatan  Asian Games 2018 yang akan berlangsung dua hari lagi, Tanggal 18 Agustus hingga 2 September 2018.Â
Sebagai pihak yang memiliki kapabilitas ini adalah PT. Asian Pulp & Paper Sinar Mas land sebagai  komitmen perusahaan  terhadap keberlangsungan  pesta olahraga terbesar di Asia ini.
Ditunjuknya Jakarta dan Palembang sebagai tuan rumah utama  selain daerah penyangga lainnya semisal Jawa Barat dan Banten dipastikan menimbulkan konsekuensi tersendiri, semuanya harus berbenah dengan segera, tepat dan terukur.
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara harus mereprentasikan kondisi bangsa yang beragam dan mampu menjadi tuan rumah yang baik. Sementara itu, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah homogen dengan letak geografis yang berbeda dengan daerah lainnya di Jakarta. Banyaknya lahan dan hutan dengan kontur tanah campuran antara lahan kering dan gambut di sana akan berpotensi menimbulkan asap tebal apabila terjadi kebakaran.