Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cakaplah Bermedia Sosial, Jangan Kau Renggut Kerukunan Kami!

29 Agustus 2016   12:02 Diperbarui: 29 Agustus 2016   16:22 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kami berbeda dan kami satu"][/caption]Minggu kemarin, rumah kami kedatangan tamu-tamu, sebenarnya lebih kepada teman sekolah masa SMP dahulu di Padang Sidempuan Sumatra Utara. Yang namanya Medan tentulah banyak sekali suku-suku tidak hanya ribuan marga yang tersemat dalam darah daging setiap jiwa yang lahir di sana namun perbedaan agama juga salah satu yang memberikan nilai lebih bahwa toleransi di Sumatra berjalan jauh dari apa yang kita bayangkan.

Berkumpulnya kembali berbagai karakter di mana teman-teman dari istri saya bisa berjabat tangan kembali setelah puluhan tahun tak bertemu secara fisik adalahhal yang paling membahagiakan  dari Sumatra Utara berjumpa di Kabupaten Tangerang Banten. Beruntung teknologi saat ini sudah lebih maju salah satunya akses media sosial seperti facebook,twitter,watsap dan lain sebagainya hadir sebagai pelengkap kehidupan mereka masing-masing dan mempertemukan kami kembali di sini.

Masa di mana mereka masih bersekolah dengan berbagai perbedaan, ada melayu,ada suku asli ada keturunan Tionghoa ada dari India dan Keturunan Arab bercampur baur dalam satu sekolah dan satu kelas. Bercanda tanpa melukai, bertandang tanpa sungkan dan lain sebagainya. Saya sendiri berbeda dengan istri yang asal Medan Sibolga,   Saya berasal dari keluarga yang memiliki darah kental aktifis atau sebut saja Tokoh Masyarakat   dari kakek dan nenek yang aktif di organisasi islam semisal persis (persatuan islam) sementara Ayah  menikahi Ibu saya yang memiliki background Nahdlatul Ulama (NU) tidak ada pertentangan tidak ada perpecahan kalaupun ada perbedaan sepert I qunut pada shalat shubuh, tahlilan itu dikembalikan kepada diri penganutnya. Sampai suatu ketika peran media sosial terus berkembang di mana kita dengan mudahnya membaca beragam informasi yang belum tentu kebenarannya.

Tabayun, cek dahuu kebenarannya sebelum bertindak, itulah yang sering saya dengar baik itu yang diajarkan Ayah saya maupun guru di pengajian di masjid yang saya ikuti. “iqra” Bacalah, sebuah ajaran yang langsung diturunkan Tuhan yang disampaikan oleh Junjungan Saya kepada setiap manusia sebagai rahmatan lil alamin. Bacalah sebagaimana kita memulai belajar membuka suara saat kita lahir, kemudian mata kita terbuka beberapa waktu kemudian , dari buaian hingga liang lahat kita dianjurkan terus belajar.

Pentingnya Merawat Kerukunan Beragama Pada Era Media Sosial

[caption caption="Duduk bersama dengan santapan yang kami bawa dari rumah masing masing dan maaakan buatan iatri tercinta menambah hubungan kami harmonis .Duduk di lantai meluoakan siapa kani,jabatan kami dan juga status keagamaan kami "]

[/caption]

Sungguh mulia agama yang kita anut yang di dalamnya mengajarkan seluruh kebaikan yang membumi. Nabi Daud yang mengajarkan ajaran Tuhan dan dibukukan dalam Kitab Zabur di Jamannya . Bagaimana Nabi  Musa menerima sepuluh perintah Tuhan (Ten Commandment) dibukukan dalam Kitab Tauratnya, bagaimana Nabi Isa mengjarakan cinta kasih kepada pengikutnya dan terus bergulir sepanjang masa yaitu ajarannya mengarah kepada Cinta Kepada Sangpencipa, Sayang kepada Orang Tua dan mengasihi sesama.

Kemudian Agama Islam mengajarkan Ketauhidan Mengesakan Tuhan semesta alam dan menjadi rahmat bagi semesta alam, Nabi yang diutus untuk menyempurnakan akhlak umatnya hingga kini. Lalu kenapa kita berpecah belah gegara sesuatu yang belum tentu kebenarannya di media sosial? 

Kita sebagai anak tentu selalu diajarkan oleh orang tua kita dirumah bagaimana cinta mereka kepada anak-anaknya. Penuh kasih sayang penuh rasa dan penuh tanggungjawab. Lalu kitapun tumbuh dan berkembang sesuai fitrahnya bertemu dan bergaul dengan teman sebaya yang berbeda karakter masing-masing. Yang baik berkumpul dengan baik secara fitrahnya dan yang “nakal” cenderung akan dijauhi teman –temannya.

Kebaikan itu menular juga kejahatan melakukan hal yang sama. Informasi yang salah yang kita dapatkan dari internet tidak bisa kita bendung bagaimanapun caranya. Karena ketidak sediaan kita membaca,mengaji kepada guru-guru yang mumpuni. Pendidikan itu adalah kunci dari segalanya. Pendidikan keagamaan diperlukan oleh negeri ini. Seorang Jendral dari Negeri Belanda pun mengakui peran dari alim ulama kita dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan negeri ini. Yang diajarkan semua agama adalah kemerdekaan:

1.Merdeka dari kebodohan;

2.Merdeka dari kemiskinan ;

3.Merdeka dari penjajahan;

Sampai suatu saat kita merasa pintar karena merasakan kemerdekaan , di mana merasa “bebas” memberikan informasi sesat yang belum valid kebenarannya. Kesalahan dalam memberikan informasi bisa jadi bumerang bagi negeri yang dibangun dari asas toleransi ini.

Apakah anak-anak kita harus dibelenggu dalam mengakses informasi di media sosial?

Sekali lagi peran orang tua dalam memberikan pendidikan dan informasi utuh diperlukan bagi kebaikan di masa depannya. Tak perlu menanyakan esksistensi ketuhanan karena Tuhan itu unik dan berbeda dengan makhluk . Ketika ditanyakan pertanyaan mengenai kapan, di mana, siapa, bagaimana yang berakitan dengan ruang dan waktu ,maka dengan sendirinya pertanyaan itu salah karena Tuhan yang kita yakini adalah Tuhan yang yang tidak terikat ruang dan waktu. Jadi kalau ada pertanyaan mengenai bentuk, eksistensinya di media sosial sesungguhnya itu hanyalah kegiatan “memancing di air keruh”.

Bagaimana Agama bisa menjadi rahmat bagi semesta alam lewat media sosial?

1.Postinglah keberpihakan kepada sifat dasar manusi menolong sesame manusia;

2.Postinglah informasi yang diketahui dari sumber yang jelas, kita sudah paham ajaran agama kita itu bersumber dari Tuhan, bila ada ajakan yang buruk dan bertentangan dengan kaidah agama bisa langsung ditindaklanjuti secara bijak;

3.Postinglah informasi yang mengajak kepada aktivitas manusia (Hablum minannas) dan kepada aktivitas Keagamaan (Hablum Minallah) sesuai porsinya dengan tidak mengedepankan tendensius berlebihan;

4. Ajarkan anak anda toleransi beragama dan kerukunan umat kemudian tegas terhadap hal yang mendekati kemungkaran.;

Pesan bagi Tokoh Umat Beragama;

Karena referensi ke-Indonesiaan saya banyak berasal dari buku-buku sang Proklamator kita, maka saya mengutip quotes beliau yang sungguh sangat relevan hingga saat ini.

“Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. kita hendak mendirikan suatu Negara 'semua buat semua'. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi 'semua buat semua'. Sumber: Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945”

Sang pendiri bangsa ini tidak akan rela negeri yang dibangun oleh darah dan doa para pejuang kemerdekaan kita dihancurkan oleh kesalah pahaman kita dalam berfikir. Chauvinisme (semangat sempit kedaerahan), Sukuisme yang berlebihan adalah hal yang harus kita hindari dari sifat bangsa ini.Jangan menganggap aneh orang papua, atau jangan menganggap rendah suku kubu di Jambi, kitalah yang terlihat aneh di mata mereka ketika kita berada di rumahnya. Oelh karena itu Komunikasi yang efektif tentu akan mencairkan suasana.Kita adalah sama –sama makhluk Tuhan yang kebetulan dibuat beda oleh Sangpencipta agar dunia ini dinamis.

Media sosial yang mendekatkan orang jauh dan menjauhkan orang yang dekat dengan kita sungguhlah tidak bijak dijadikan rujukan dalam bermasyarakat dan bernegara. Mengambil pelajaran, mengambil kesimpulan langsung (taqlid) tanpa menanyakan kepada sumber kompeten (guru) sering kita lakukan, selah-olah data yang kita miliki begitu memikat bahasanya mudah dimengerti dan disana tertulis siapa penulisnya. Tapi benarkah demikian? Bukankah kita tahu banyak sekali mudharat dari media sosial yang sering kita dapati beritanya. Pemerkosaan ,pembunuhan bahkan pelecehan seksual lainnya dimulai dari sini.

Pesan Untuk Kementrian Agama

Sesungguhnya peran pemerintah dalam hal ini melalui kementrian Agama Republi Indonesia sebagai representasi penduduk bangsa Indonesia yang mayoritas beragama dan beretika mulia. Membumilah dalam berpijak kepada kebenaran, informasikan sesuatu hal yang berkaitan dengan kerukunan secara massif terstruktur dan terencana. Perbedaan qunut dan tidak qunut telah terlewati, perbedaan kapan lebaran sudah menjadi hal yang biasa bagi kami. Buatlah program di mana kami uamt beragama bertemu dan bertatap muka tidak membicarakan mana yang menurut kami benar dan mana yang salah .Buatlah kebijakan di mana seluruh umat bisa berpartisipasi . Di Bali kita bisa rukun karena saling menghormati, di Jawa Kita bisa rukun karena saling menjaga, di sulawesi kita saling mengasihi karena tanpa benci. Tolong menolong sesama manusia itu adalah perintah semua agama. 

Self Kontrol Kunci Agar Selamat dari Musibah Media Sosial.

Keluarga yang baik dimulai dari keharmonisan hubungan antara suami dengan istri , ayah dan ibu dengan anak-anaknya, anak dengan saudara-saudaranya begitu seterusnya bagai efek bola salu dan efek domino menggelinding sehingga bisa memberikan “pegangan’ dan “pijakan” bagaiman bisa hidup bermasyarakat. 

Saya bersahabat baik dengan teman yang beragama hindu,Kristen dan katolik, Adik dari Ibu saya menikahi Perempuan keturunan Tionghoa begitu juga dengan Kakak Sepupu yang menikahi Gadis pujaannya yang beragama Budha. Lalu salahnya di mana?

Salahnya adalah ketika kita tidak menerima perbedaan sebagai salah satu asset keberagaman dan kekayaan khasanan bangsa. Soekarno tidak berjuang sendiri, ada sahabat seperjuangannya yang berbeda suku , agama dan ras yang membantunya membangun republik ini. Ada tokoh-tokoh besar, pahlawan olahraga dari saudara-saudara kita yang berbeda suku bahkan agama. Lalu kenapa kita harus repot membuka perbedaan itu dengan membuat berita-berita yang mengganggu kenyamanan bermasyarakat kita.

Media sosial bisa menjadi sahabat, tapi lihatlah bisa menjadi mala petaka bagi yang salah menggunakannya. Terjerat Undang-undang ITE, terjerat kasus penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan karena status kita yang menghina dan lain sebagainya. Padahal jauh dari lubuk hati yang paling dalam kita pun ingin dihormati bahkan oleh anak kita sendiri di masa depan.

Bijaklah bersosial media, mulutmu harimaumu,jarimu adalah jerujimu. Bagun kerukunan umat, bangun keberagamaan yang baik.Untukmu agamamu untukku agamaku dengan mematuhi rambu-rambu etika bermasyarakat.

Sekian, semoga bermanfaat

 

Facebook : https://www.facebook.com/papikyh

Twitter : @yhendarsyah

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun