Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cakaplah Bermedia Sosial, Jangan Kau Renggut Kerukunan Kami!

29 Agustus 2016   12:02 Diperbarui: 29 Agustus 2016   16:22 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karena referensi ke-Indonesiaan saya banyak berasal dari buku-buku sang Proklamator kita, maka saya mengutip quotes beliau yang sungguh sangat relevan hingga saat ini.

“Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. kita hendak mendirikan suatu Negara 'semua buat semua'. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi 'semua buat semua'. Sumber: Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945”

Sang pendiri bangsa ini tidak akan rela negeri yang dibangun oleh darah dan doa para pejuang kemerdekaan kita dihancurkan oleh kesalah pahaman kita dalam berfikir. Chauvinisme (semangat sempit kedaerahan), Sukuisme yang berlebihan adalah hal yang harus kita hindari dari sifat bangsa ini.Jangan menganggap aneh orang papua, atau jangan menganggap rendah suku kubu di Jambi, kitalah yang terlihat aneh di mata mereka ketika kita berada di rumahnya. Oelh karena itu Komunikasi yang efektif tentu akan mencairkan suasana.Kita adalah sama –sama makhluk Tuhan yang kebetulan dibuat beda oleh Sangpencipta agar dunia ini dinamis.

Media sosial yang mendekatkan orang jauh dan menjauhkan orang yang dekat dengan kita sungguhlah tidak bijak dijadikan rujukan dalam bermasyarakat dan bernegara. Mengambil pelajaran, mengambil kesimpulan langsung (taqlid) tanpa menanyakan kepada sumber kompeten (guru) sering kita lakukan, selah-olah data yang kita miliki begitu memikat bahasanya mudah dimengerti dan disana tertulis siapa penulisnya. Tapi benarkah demikian? Bukankah kita tahu banyak sekali mudharat dari media sosial yang sering kita dapati beritanya. Pemerkosaan ,pembunuhan bahkan pelecehan seksual lainnya dimulai dari sini.

Pesan Untuk Kementrian Agama

Sesungguhnya peran pemerintah dalam hal ini melalui kementrian Agama Republi Indonesia sebagai representasi penduduk bangsa Indonesia yang mayoritas beragama dan beretika mulia. Membumilah dalam berpijak kepada kebenaran, informasikan sesuatu hal yang berkaitan dengan kerukunan secara massif terstruktur dan terencana. Perbedaan qunut dan tidak qunut telah terlewati, perbedaan kapan lebaran sudah menjadi hal yang biasa bagi kami. Buatlah program di mana kami uamt beragama bertemu dan bertatap muka tidak membicarakan mana yang menurut kami benar dan mana yang salah .Buatlah kebijakan di mana seluruh umat bisa berpartisipasi . Di Bali kita bisa rukun karena saling menghormati, di Jawa Kita bisa rukun karena saling menjaga, di sulawesi kita saling mengasihi karena tanpa benci. Tolong menolong sesama manusia itu adalah perintah semua agama. 

Self Kontrol Kunci Agar Selamat dari Musibah Media Sosial.

Keluarga yang baik dimulai dari keharmonisan hubungan antara suami dengan istri , ayah dan ibu dengan anak-anaknya, anak dengan saudara-saudaranya begitu seterusnya bagai efek bola salu dan efek domino menggelinding sehingga bisa memberikan “pegangan’ dan “pijakan” bagaiman bisa hidup bermasyarakat. 

Saya bersahabat baik dengan teman yang beragama hindu,Kristen dan katolik, Adik dari Ibu saya menikahi Perempuan keturunan Tionghoa begitu juga dengan Kakak Sepupu yang menikahi Gadis pujaannya yang beragama Budha. Lalu salahnya di mana?

Salahnya adalah ketika kita tidak menerima perbedaan sebagai salah satu asset keberagaman dan kekayaan khasanan bangsa. Soekarno tidak berjuang sendiri, ada sahabat seperjuangannya yang berbeda suku , agama dan ras yang membantunya membangun republik ini. Ada tokoh-tokoh besar, pahlawan olahraga dari saudara-saudara kita yang berbeda suku bahkan agama. Lalu kenapa kita harus repot membuka perbedaan itu dengan membuat berita-berita yang mengganggu kenyamanan bermasyarakat kita.

Media sosial bisa menjadi sahabat, tapi lihatlah bisa menjadi mala petaka bagi yang salah menggunakannya. Terjerat Undang-undang ITE, terjerat kasus penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan karena status kita yang menghina dan lain sebagainya. Padahal jauh dari lubuk hati yang paling dalam kita pun ingin dihormati bahkan oleh anak kita sendiri di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun