Mohon tunggu...
Yusep Hendarsyah
Yusep Hendarsyah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer, Blogger, Bapak Dua Anak

Si Papi dari Duo KYH, sangat menyukai Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ingin Menjadi Orang Tua Angkat? Perhatikan Hal Berikut Ini!

22 Juni 2016   12:13 Diperbarui: 22 Juni 2016   19:32 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theonion.com

Dua hari yang lalu saya didatangi oleh seseorang yang melaporkan bahwa pembantunya melahirkan seorang bayi. Lalu apa pentingnya sang majikan ini melaporkan pembantunya yang baru saja melahirkan? Rupa-rupanya ketika dia sedang di luar kota, salah satu pembantunya melaporkan bahwa pembantu satunya melahirkan di lantai dua tanpa ada yang tahu dia sedang mengandung. Rupanya korset yang ketat adalah sarana ampuh mengelabui siapa pun bahwa dirinya sedang hamil tua.

Cerita pun berlanjut. Sang ibu muda ini ingin membunuh bayi yang tali pusatnya saja belum putus. Beruntung aksi sadis bunda belia ini diketahui pembantu lainnya. Bayi mungil itu pun selamat dan perempuan muda ini pun mendapat interogasi warga sekitar. Lalu bagaimana nasib si jabang bayi?

Ibu yang melahirkan bayi laki-laki tersebut tidak menginginkan mengasuhnya. Kalau bisa, tidak pernah melihat lagi jabang bayi ini di dunia. Alasannya kesal karena hubungan terlarangnya dengan sang pacar yang menghamilinya dan tidak bertanggungjawab. Alasan takut kepada orang tuanya di kampunglah yang membuatnya gelap mata.

Tinggallah si majikan yang bingung mau diapakan bayi tersebut. Mau diserahkan ke dinas sosial tapi ya gak tega, mau di asuh tapi tak tahu bagaimana prosesnya. Apalagi ibu bayi tersebut benar benar nekat hendak pulang kampung tanpa meninggalkan identitas yang jelas. Lalu bagaimana sih seseorang itu bisa mengadopsi seorang anak. Dari informasi yang saya peroleh berikut adalah tata cara seseorang mengajukan diri menjadi orang tua asuh.

  1. Pastikan kondisi orang tua kandung dari bayi/anak. Untuk anak-anak harus ada surat kelahiran berupa Akta Kelahiran atas anak tersebut dengan nama orang tua kandung tercantum di dalamnya. Ini untuk menjaga hal– hal yang tidak diinginkan di masa depan. Bagaimana dengan si bayi tersebut? Kondisinya yang tanpa identitas dari orang tuanya (tak punya KTP) bisa menjadi kendala tersendiri. Berkoordinasilah dengan Dinas Sosial baik kabupaten/kota maupun provinsi di mana bayi tersebut di lahirkan agar ada solusi yang terbaik
  2. Pastikan orang tua kandung bersedia menyatakan dan menerima anaknya diadopsi oleh calon orang tua angkat. Sertakan saksi-saksi dalam pernyataan tersebut dan dibubuhi materai
  3. Membuat surat permohonan Ijin Pengangkatan Anak kepada Instansi Sosial Provinsi
  4. Membuat Surat Keterangan Sehat Calon Orang Tua Angkat dari Rumah Sakit Pemerintah
  5. Surat Keterangan Kesehatan Jiwa COTA dari dokter spesialis jiwa dari rumah sakit pemerintah
  6. Surat keterangan tentang fungsi organ/reproduksi COTA dari dokter spesialis Obstetri dan Gineakologi rumah sakit pemerintah
  7. Surat keterangan bebas narkoba dari rumah sakit pemerintah
  8. Copy akta kelahiran COTA
  9. Surat keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
  10. Copy surat nikah/akta perkawinan COTA
  11. Kartu Keluarga dan KTP COTA
  12. Surat tanda keterangan sehat Calon Anak ASuh (CAA) dari rumah sakit
  13. Copy Akta Kelahiran CAA
  14. Keterangan penghasilan dari tempat bekerja COTA
  15. Surat pernyatan persetujuan CAA di atas kertas bermaterai cukup bagi anak yang telah mampu menyampaikan pendapatnya dan/atau hasil laporan pekerja sosial
  16. Surat peryataan motivasi COTA di kertas bermaterai cukup yang menyatakan bahwa pengangkatan anak demi kepentingan terbaik bagi anak dan perlindungan anak
  17. Surat pernyataan COTA akan memperlakukan angkat dan anak kandung tanpa diskriminasi sesuai dengan hak-hak dan kebutuhan anak di atas kertas bermaterai cukup
  18. Surat pernyataan bahwa COTA akan memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak
  19. Surat pernyataan COTA bahwa COTA tidak berhak menjadi wali nikah bagi anak angkat perempuan dan memberi kuasa pada kepada wali hakim
  20. Surat pernyataan COTA bahwa COTA untuk memberikan hibah sebagian hartanya bagi anak angkatnya
  21. Surat pernyataan persetujuan adopsi dari pihak keluarga COTA
  22. Surat pernyataan anggota keluarga di atas kertas bermaterai cukup
  23. Surat berita acara penyerahan dan kuasa dari pihak ibu kandung kepada COTA
  24. Laporan COTA yang dibuat oleh pekerja sosial instansi setempat dan pekerja sosial panti/yayasan
  25. Foto calon orang tua angkat dan calon anak angkat
  26. Rekomendasi proses pengangkatan anak dari instansi sosial provinsi kepada pengadilan

Semua proses di atas memakan waktu kurang lebih enam bulan sampai pengadilan mengabulkan atau menolak permohonan calon orang tua angkat untuk mengadopsi dan selama proses itu berlangsung COTA dapat mengasuh anak angkatnya seperti biasanya selama orang tua kandung memiliki kondisi yang tidak memungkinkan untuk mengasuh anak tersebut.

Prosesnya memang panjang, ada aturan yang tidak boleh dilanggar apalagi sampai potong kompas dengan langsung membuat akta lahir atas nama orang tua angkat dan sebagainya. Kondisi anak di masa depan tentunya akan berbeda ketika semua identitasnya atas nama orang tua angkatnya. Di sekitaran kita ada yang seperti itu, ada anak tetangganya yang tak mampu kemudian diasuh lalu langsung dibuatkan akta kelahiran atas nama orang tua angkat jadi seolah olah orang tua angkat itu adalah orang tua kandung sebenarnya. 

Atau seseorang yang karena perkawinannya lalu menikah lagi dan anak yang dibawanya dibuatkan akta atas nama ayah atau ibu baru tersebut. Secara prosedural ini menyalahi aturan. Namun perkembangannya jarang sekali orang konsen akan masalah ini. Pernah suatu ketika Kantor Urusan Agama bercerita kepada saya, bahwa suatu hari ketika dia ingin menikahkan seseorang dan pas ditanyakan apakah ada yang berkeberatan dengan pernikahan ini? Ternyata ada salah satu tamu yang unjuk tangan dan menyatakan bahwa pernikahan ini batal atas nama hukum agama.

Pihak perempuan dalam hal ini tidak boleh diwakili oleh ayahnya, karena ayahnya bukanlah orang tua kandungnya. Benar saja, ketika penghulu keluar rumah dan menemui seseorang yang bersama pihak berwajib menyatakan bahwa dia adalah ayah kandungnya dan akan memperkarakan pernikahan ini ke jalur hukum apabila tetap digelar. Sang mempelai wanita begitu kaget, karena dari kecil yang diketahuinya adalah ayah yang selama ini mengasihinya adalah orang tua kandungnya apalagi di akta kelahiran dengan jelas tercatat bahwa dirinya adalah anak si A dan bukan si B.

Begitu jelas sudah banyak pihak yang dirugikan kalau orang tua angkat menyalahgunakan wewenangnya meski atas nama kasih sayang yang tulus kepada anak angkatnya. Menjadikannya anak kandung tak akan mengubah jati diri anak tersebut. Sayangilah anak angkat Anda dengan rasa tulus seperti halnya anak kandung tapi jangan hilangkan identitas hukumnya yang asli.

Semoga bermanfaat.

Dikutip dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun