[caption caption="Sebagai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah hadir dalam masa depan keluarga di Indonesia"][/caption]Karyawan adalah manusia yang menggunakan tenaganya untuk sebuah imbalan tentunya rupiah, dan setiap orang akan berusaha untuk terus produktif demi kelangsungan hidupnya, pun begitu yang dilakoni Pak Ari selama 20 tahun ini bekerja dengan keuletan disebuah perusahaan swasta asing yang terkenal, konon katanya mampu bertahan untuk 80 tahun kedepan sehingga impian demi impian diuntai Pak Ari disini. Namun suatu siang yang membawanya kepada kabar tak baik, siang itu ia mendengar kabar bahwa perusahaan tidak lagi membutuhkan tenaganya. Panik, itu yang dirasakannya. Kepanikannya bukan tanpa dasar, bukan tentang dirinya tapi ada nasib dari istri dan ketiga anaknya yang harus dinafkahinya.  Semua beban itu berada di punggungnya. Apalagi ketiga anaknya masih sangat membutuhkan biaya sekolah dan sibungsu paling kecil baru berusia 4 tahun. Bagaimana nasib pendidikan anak -anaknya di masa depan? Usia Bapak Ari memang masih bisa mencari pekerjaan baru, namun suasana dan jaminan dari kantornya  yang lama sangat  menjanjikan, membuatnya seolah olah terjebak dalam memilih pekerjaan. Bagaimana tidak,  semua kebutuhan hidup, kesehatan dan jiwa nya sudah ditanggung perusahaan. Keluarga sakit gigi saja, perusahaan mampu me-reimburs dengan biaya yang paling maksimal. Karena itulah seluruh jiwanya di dedikasikan untuk kemajuan perusahaan tersebut.
Namun seiring perjalanan waktu loyalitasnya terhadap perusaahan yang dilakoninya lebih dari 20 tahun tidak menjamin masa depan karirnya mulus. Loyalitasnya dengan berangkat pagi pulang malam menjadikan fisiknya ringkih dan menua. Sering sakit sakitan, meski demikian  target kerja yang menjadi target perusahaan masih tetap dipertahankannya.
Istilah habis manis sepah dibuang memang masih berlaku di dunia pekerjaan saat ini. Ketika usia  masih muda dan keterampilan masih dibutuhkan perusahaan akan mempertahankan mati matian karyawannya, namun sedikit saja tidak produktif maka perusahaan tak segan segan membuangnya. Itulah yang terjadi dengan Bapak Ari.
Kejadian ini mungkin banyak dialami oleh para pencari nafkah, terutama para Kepala Keluarga yang mengantungkan kehidupan dengan bekerja sebagai pegawai. Enatah pegawaij negeri atau pegawai swasta.  Secara mate matis, Bapak Ari ini  pernah melakukan konsultasi keuangan kepada financial planner jauh sebelum isu pemutusan kerjanya terjadi. Menurut sang konsultan, gaji yang diterimanya dengan ukuran bisa pensiun tidak lah cukup untuk membiayai seluruh kehidupannya dimasa depan. Semisal gaji bersihnya adalah sepuluh juta rupiah , dan pengeluaran rutinnya (biaya sehari-hari,makan minum,biaya sekolah,listrik,pulsa tepepon dll) adalah 6 juta rupiah  .Maka  nilai 6 juta ini ketika dikalikan dengan 12 bulan maka total ada 72 juta rupiah . sebagai engeluaran rutin tiap tahunnya.
Lalu kalau 72 juta  rupiah ini dibagi dengan  suku bunga bank Indonesia semisal 5 persen, maka akan didapatkan nilai sebesar 1,44 milyar rupiah. Secara perhitungan  kasar uang sebesar itulah yang harus dimilikinya di masa depan agar kehidupann pensiunnya tidak jomplang. Nilai ini bisa dari uang pensiun,aset harta kekayaan bergerak taupun tidak bergerak dan lain sebagainya. Â
1,44 milyar rupiah  ini bila ditabungkan dalam bentuk deposito dengan bunga 5 persen saja, maka akan didaptkan imbal hasil (bunga) dari nilai tersebut senilai uang 6 juta rupiah perbulannya. Artinya kebutuhan  penegluaran rutin tiap bulannya terselesaikan  meski dia tidak lagi bekerja  secara aktif (pensiun) . Bila pengeluaran tiap bulan teratasi dengan baik tinggal mencari tambahannya untuk biaya sehari hari semisal biaya kesehatan atau rekreasi .
Teori yang diberikan oleh Konsultan tersebut sangatlah dimengertinya  , namun apa daya, setelah diterima uang pensiunnya ternyata jauh panggang daripada api. Uang pensiunnya hanya bisa bertahan beberapa waktu saja karena perusahaan tak mampu membayarkan sesuai aturan yang berlaku. Persoalan kemudian adalah kemampuan Pak Ari ini sama seperti lainnya  yang tidak menguasai banyak keahlian. Satu satunya adalah kemampuan mengemudikan mobil , Kemampuannya mencari pekerjaan tidak diimbangi dengan skill individu lainnya untuk bersaing di dunia kerja.
Alhasil, peralihan dari  mindset pekerja menjadi  usahawan pun terjadi. Menjadi pengusaha baru membutuhkan modal banyak . yang akhinya rumah satu satunya pun dijual seharga 350 juta rupiah . Untuk menghemat living cost atau biaya  hidup dengan mantap Pak Ari  mengambil keputusan untuk pulang  kampung dan memulai usaha baru dari nol di daerah asalnya. Uang hasil penjualan rumah, dibelikan rumah dengan tipe kecil dan sebagian dijadikan modal usaha. Anak anak pun berpindah dari sekolah di kota menjadi sekolah di kampung.
Dari cerita di atas ada benang merah bahwa:
- Setiap yang pensiun pasti akan mengalami penurunan gaya hidup atau life style, karena pendapatannya pasti  semakin berkurang;
- Setiap orang yang pensiun, pasti akan memulai mencoba untuk berwirausaha dan lagi lagi modalnya dari uang pensiun, ada yang berhasil namun juga banyak yang mengalami rintangan;
- sesiap - siap nya orang untuk pensiun, akan lebih tidak siap lagi keluarga yang dinafkahinya. Pensiun atau tidak pensiun keluarga akan tetap akan menjadi tulang punggung bagi kepala keluarga untuk menafkahinya;
- Sudah sepatutnya, sebagai warga negara  Indonesia yang baik berpartisipasi mengikuti sebuah jaminan dari pemerintah  untuk masa depan lebih baik lagi.
Â
Beruntung, selama sekian puluh tahun bekerja, Pak Ari ini tercatat juga sebagai anggota jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) yang sudah beberapa tahun ini melebur menjadi BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan, tentunya ada jaminan hari tua sebagai program dari pemerintah untuk melindungi pekerja . Jamsostek yang sekarang bernama Badan Pelayanan Jaminan Sosial  memberikan harapan baru keluarga Pak Ari . Ada secercah harapan baru , uang yang dipotong perusahaan dari gaji pokoknya  di bayarkan ke Jamostek (BPJS) ternyata  kini ada hasilnya dan  jumlahnya lumayan untuk kebutuhan hidup sekeluarga. Meski belum seideal apa yang dibicarakan oleh konsultan keuangan  , BPJS Ketenagakerjaan ternyata bisa menambah pemenuhan  kebutuhan rutin keluarga seperti biaya sekolah dan lain sebagainya ketika masa pensiun/pemutusan hubungan kerja terjadi secara tiba- tiba. Pencairannya pun mudah. Tinggal melengkapi persayaratannya, kemudian mendatangi kantor BPJS nya , mengisis formulir. Lalu menunggu pencairannya.Â