Tenagakerja Indonesia(TKI)
Pasal 1 Bagian (1) Undang – undangNomor 39 tahun 2004Adalahsetiapwarganegaraindonesiayang memenuhisyaratuntukbekerjadiluarnegeridalamhubungankerjauntukjangkawaktutertentudenganmenerimaupah.
[caption id="attachment_411510" align="aligncenter" width="300" caption="Buruh Migrant Indonesia (BMI) : Mengais Rezeki Di Negeri Orang Apakah Sebuah Pilihan? "][/caption]
Setiap orang tentu mempunyai cita-cita, tidak terkecuali kita sebagai manusia yang berpendidikan. Ketika ada  orang yang bertanya tentang cita-cita kepada seorang anak kecil. Maka jawaban yang akan diterima adalah sebuah kepercayaan bahwa mereka ingin menjadi pilot,menjadi dokter atau bahkan menjadi seorang presiden. Sebuah jawaban yang sama sekali  tidak tergambar keraguan di wajah mereka yang polos. Penuh semangat dan keniscayaan. Ketika anak kecil tersebut beranjak dewasa dan ditanyakan kembali tentang cita-cita mereka, sebagian mulai realistis dan terlihat ekspresi kebingungan bahkan tidak sedikit yang merubah cita- cita awal mereka di masa kecil menjadi cita- cita yang berbeda sesuai tuntutan kehidupan mereka saat ini. Hal ini pun pernah dialami oleh penulis. Ketika cita-cita masa kecil menjadi seorang insinyur ,apa daya cita –cita itu berubah ketika masuk ke perguruan tinggi dengan jurusan yang berbeda . Salahkah hal tersebut?
Pun demikian dengan pekerjaan - yang sering diidam-idamkan oleh kita yang ternyata tak selamanya memberikan kenyamanan baik dari sisi kebebasan finansial, maupun kebebasan waktu luang. Tidak menutup kemungkinan di seluruh dunia  semua orang akan mendambakan kehidupan yang layak secara materi  dan waktu yang cukup untuk keluarga mereka .
Membeli kebutuhan hidup yang orang lain mampu membelinya adalah  angan-angan yang mungkin mudah dicapai bila menemukan cara yang tepat dalam mendapatkannya.BAik bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri.  Begitupun kawan-kawan yang mendedikasikan dirinya menjadi Calon/Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) yang bekerja di luar negeri. Ya ,  CTKI ini sering disebut dengan Buruh MIgrant Indonesial (BMI) adalah  pekerjaan yang tidak pernah terbayangkan seumur hidup mereka bahkan dalam mimpi sekalipun mereka tidak pernah. meski yang menjadi BMI terdiri dari laki laki dan perempuan, dalam sektor informal mayoritas pekerja adalah perempuan dengan latar belakang yang beragam. Bisa ditarik benang merahnya faktor kemiskinan dan sulitnya lapangan pekerjaann di tempat tinggal mereka yang menyebabkan BMI ini  harus bertarung di luar negeri menyambung hidup diri dan keluarganya.
Penulis sempat berdialog dengan salah satu calon BMI yang akan ke Malaysia. Berasal dari Bima , Nusa Tenggara Barat  BMI ini rela berpisah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahunjauh dari orang yang mereka sayangi terutama dengan sanak keluarga seolah-olah menjadi TKI (Buruh Migrant Indonesia)adalah hukuman bagi mereka atas kemiskinan yang dialaminya. Sebuah pemikiran yang lagi-lagi penulis sebutkan sesat nalar. Kenapa demikian? Karena menjadi seorang BMIsaat ini bukan lagi dikonotasikan menjadi pembantu rumah tangga (PLRT), menjadi pengasuh bayi (baby sitter) , atau menjadi pengasuh orang tua yang sudah jompo (elderly) saja, sungguh bukanlah hal yang demikian kawan. Bekerja di luar negeri bukan hanya bersifat informal (Non Formal) semisal  pekerjaan sebagai Care Taker, House Maid,House Keepers/Pelaksana Rumah Tangga (PLRT), Women Worker). tetapi ada juga sektor formal, yaitu bekerja yang sifatnya bekerja pada sebuah institusi perusahaan (semisal perkantoran, fabrik,Hotel, atau tempat yang lainnya) di mana ada aspek legalitas di sana termasuk kontrak kerja yang jelas,dengan fasilitas penunjang lainnya semisalgaji/upah sesuai upah minimum regional di Negara di mana mereka bekerja.Tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan(asuransi), tunjangan anak istri dan lain sebagainya.Ini diperkuat dengan perusahaan yang mereka pilih sebagai penyalur yangdahulu dikenal dengan Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) atau saat ini dikenal dengan sebutan PPTKIS (Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta) haruslah yang terpercaya secara legal dan track recordnya.  PPTKIS ini diharuskan mempunyai legalitas yang dapat dipertanggungjawabkan  (untuk melihat PPTKIS yang kredibel silahkan  melihatsitus situs pemerintah melalui BNP2TKI).
Dari sisi penghasilan dan penghargaan  tentulah berbeda antara pekerja sektor formal dengan sektor informal. Buruh Migrant yang bekerja di sektor informal lebih sering diberitakan di berbagai media sebagai sesuatu yangnegatif. Lebih dari ratusan (Migran Careada data 265 CTKI) buruh migrant kita yang terancam jiwa raganya dengan vonis hukuman mati. Beberapa hari yang lalu Buruh Migrant asal Indonesia yang bernama Siti Zainab telah dihukum mati oleh pemerintah Arab Saudi, nota protes keras pun telah dilayangkan oleh pemerintah kita kepada Arab Saudi yang tidak memberitahukan waktu eksekusinya.
Kalaupun Penulis ada di posisi keluarga BMI ini , sungguh duka mendalam pastia akan dialami. Penghasilanyang menghidupi keluarga mereka akan terhenti seketika, keluarga yang ditinggalkan akan kembali kepada ketidakberdayaan secara ekonomi. Orang tua  BMI yang menantikan nasib anaknya selama bertahun – tahun tanpa kejelasan kasusnya tentu tidak ternilai kerugian immateriilnya. Menurut  berita, BMI yang divonis hukuman mati dalam Kasus ini dikarenakan keluarga korban tidak memaafkan Buruh Migrant tersebut yang telah terbukti secara nyata membunuh majikannya alhasil  Pemerintah kita sangat sulit atau bahkan dikatakan mustahil membebaskanya meski  dengan uang diyat(tebusan) yang sangat banyak.  Hukum di Arab Saudi akan selesai bila keluarga korban mau memaafkan  sang terdakwa.
Selain kasus yang menghantui BMI kita di luar negeri, kasus kekerasan dan kasus lainnya kerap menghantui Buruh Migrant kita yang kembali ditegaskan bahwa bekerja di luar negeri tidak semudah dan semurah yang ditawarkan oleh calo-calo tenaga kerja kepada mereka. Banyak yang harus dipersiapkan selain dari mentalitas yang kuat.Semisal :
1.Segi Usia
Banyaknya BMI kita yang di bawah usia rata-rata (dibawah umur) yang diperbolehkan bekerja.Untuk diketahui bersama sesuai Undang – Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 usia pekerja adalah : Pasal 68 UU No. 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Dan dalam ketentuan undang-undang tersebut, anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun. Berarti 18 tahun adalah usia minimum yang diperbolehkan pemerintah untuk bekerja. Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja yang berlaku di semua sector yaitu 15 (lima belas) tahun. Seringkalai kita temui perusahaan memalsukan identitas mereka bahkan mampu dan sanggup menyalurkannya melalui jalur tikus (secara ilegal). Hal yang demikian ini dikemudian hari menjadi sumber permasalahan tersendiri.
2.Segi Pendidikan
Jangan tergoda rayuan bahwa menjadi Buruh Migrant tidak perlu pendidikan cukup. Banyak kasus pemalsuan data ijazah berimbas pada ketidak mampuan calon pekerja dalam menyerap informasi yang dibutuhkan saat bekerja terutama dalam hal tekonologi semisal komputer dan internet. Â Belum lagi Ketidakmampuan memahami teknologi secara sederhana seperti menyalakan setrika listrik,menyalakan/mematkan air conditioner (ac) menyalakan stop kontak lampu, menyalakan mesin air, menyiram air di toilet duduk adalah hal hal yang sepele, namun bila tak diberi pemahaman akan terjadi miskomunikasi antara BMI dan majikannya.Hal hal yang seperti ini perlu diajarkan kepada calon BMI.
3.Kemampuan Berbahasa
[caption id="attachment_411511" align="aligncenter" width="300" caption="salah satu bahasa yang harus dikuasai"]
Kelemahan Buruh Migrant adalah sulitnya menguasai bahasaNegara yang ditujunya. Basic Skill adalah Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Namun tidak semua majikan di negara yang mereka tuju menguasai bahasa inggris, semisal buruh migrant yang ada di hongkong harus menguasai bahasa kantonis,meski di hongkong bahasa resmi negara adalah Bahasa Inggris.
Buruh Migrant yang bekerja di Taiwan harus menguasai bahasa mandarin. Buruh Migrant yang bekerja di negeri Arab harus menguasai Bahasa Arab. Untuk menguasai bahasa tempat mereka bekerja saja membutuhkan waktu yang cukup lama. Penulis pernah berkunjung ke sebuah Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN)  yang membina melatih dan mendidik Calon BMI serta menyalurkannya  ke wilayah AsPec (Asia Pasific) . BMI yang ditampung ini kurang lebih 4 (empat) bulan  untuk menguasai bahasa semisal bahasa inggris/ kantonis/mandarin. Terkecuali Bahasa Melayu (Malaysia, Brunei Darussalam) yang sedikit lebih mudah.
4.Kemampuan adaptasi dan memahami kultur tempat mereka bekerja termasuk persoalan hukum yang berlaku di Negara tersebut.
[caption id="attachment_411486" align="aligncenter" width="300" caption="Calon BMI yang sedang belajar tata boga"]
Seringkali BMI kita tidak mengetahui atau sulit beradaptasi dengan lingkungan di mana mereka tinggal dan bekerja, terutama BMI yang bekerja di sektor informal semisal PLRT (Penata Laksana Rumah Tangga). Sudah menjadi rahasia umum, bagi majikan yang berada di Negara Hongkong, Taiwan,Singapura mayoritas akan berbeda dalam hal agama yang dianutnya. Bagi BMI yang muslim akan mengalami geger budaya dari segi makanan dan aktivitas kesehariannya. Semisal Pemeliharaan binatan kesayangan majikan yang rata-rata memiliki Anjing (yang dalam muslim dianggap najis jilatannya) tentunya BMI akan merasa serba salah menghadapinya. Dilain itu makanan yang diasupnya akan sama dengan makanan yang disajikan untuk majikannya apalagi ketika mengolah daging binatang  (sejenis Babi dan olahannya)yang  dianggap haram oleh BMI yang beragama muslim. Meski pada saat  penampungan diajarkan materi tata boga (memasak,menghidangkan  makanan).
Nasib mereka (BMI) belumlah berakhir manis ketika kembali ke Indonesia. Calo hingga Preman mengincar mereka setiap saat demi mengeruk rupiah yang mereka punyai. Tak jarang ketika mereka tiba di tanah air  rupiah mereka berkurang semenjak menginjakkan kaki di bandara negeri tercinta ini.
Wacana mengenai Moratorium TKI dari sektor Informal pada tahun 2017 adalah sungguh bijaksana. Melarang PPTKIS menggunakan tenaga calo dalam perekrutan sampai pemberian sanksi hukum yang tegas bagi pelanggarnya adalah slah satu janji yang harus dicermati dan diawasi pelaksanaannya. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Tenaga Kerja harus segera memperbaiki kinerja dalam pelayanan kepada sebagai contoh  CTKI yang sudah pulang (paripurna) agar tidak kembali lagi ke luar negeri. Memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan skill mereka sehingga  uang yang mereka dapatkan sebelumnya bisa berdaya dan berhasil guna  bagi BMI tersebut. Sudah banyak contoh dari BMI yang telah berhsail membangun karir dan bisnis di Indonesia setelah mereka tidak lagi menjadi BMI.
Untuk Tenaga Sektor Formal yang digadang gadang menjadi prioritas utama pemerintah pada Tahun 2017 hendaknya di sosialisasikan kepada masyarakatsecara massif dan terencana agar apa yang sudah menjadi program pemerintah  ini mengenai kesejahteraan masyarakat yang bekerja di luar negeri bisa berjalan dengan baik. Semoga saja.
Tulisan ini Diikutsertakan Lomba Blog Buruh Migrant Indonesia Bersama Melani Subono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H