Mohon tunggu...
Yusep Ependi
Yusep Ependi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berbagi yang saya fahami dan mungkin saya alami.

Menulis saja @ bisalogi.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Gawat, 1 Januari 2020 Iuran BPJS Kelas I Naik 100%, Kelas II dan III?

2 September 2019   16:17 Diperbarui: 2 September 2019   17:20 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya fikir anda akan setuju dengan saya.

Semua penduduk indonesia pasti ingin sehat. Semua penduduk indonesia pasti ingin bisa berobat dengan biaya murah. Bahkan semua penduduk indonesia pasti ingin jika berobat itu gratis, gratis dan gratis selamanya.

Sayangnya, negara kita belum mampu menggratiskan seluruh pelayanan kesehatan kepada penduduknya. Mungkin mustahil karena jumlah penduduk indonesia yang terlalu banyak yang diperkirakan mendekati 300 juta jiwa tahun ini. Dan mungkin mustahil karena melihat kemampuan keuangan negara saat ini. 

Jadi pemerintah baru bisa menggratiskan pelayanan kesehatan untuk masyarakat tidak mampu melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 1 Januari 2014. 

Serta membantu membayarkan 3% dari total 5% gaji yang harus dibayarkan untuk iuran BPJS bagi TNI, Polri dan ASN. Dimana sebelumnya pun PNS dan pensiunan sudah mendapat jaminan kesehatan melalui ASKES sebelum berubah menjadi BPJS.

Mirip dengan PNS, pekerja di badan usaha seperti BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta, ia akan mendapat bantuan pembayaran dari perusahaan masing-masing dengan persentase yang kurang lebih sama.

Sedangkan yang bukan pekerja penerima upah atau punya usaha sendiri, harus merogoh kocek sendiri untuk ikut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS melalui kepesertaan mandiri. 

Dari awal berdiri BPJS, banyak peserta memanfaatkannya. 

Bahkan untuk penyakit flu atau pilek saja, masyarakat terdorong untuk berobat ke FasKes I BPJS. Sayang kalau tak digunakan, kan udah bayar. Belum lagi pelayanan pengobatan jantung, ginjal dan perawatan berat lainnya di RS.

Saking banyaknya pelayanan kesehatan, defisit lah bpjs sejak tahun pertamanya beroperasi. Artinya, BPJS harus membayar klaim pelayanan kesehatan anggotanya melebihi total uang iuran yang masuk. 

Anda tentu sering mendengar berita defisit bpjs. Kucuran dana pemerintah sekian triliun nyatanya tak cukup untuk menutupi ketimpangan neraca keuangan bpjs tiap tahunnya.

Hanya tahun 2016 saja, BPJS mencatat surplus, setelah adanya sedikit kenaikan besaran iuran, itupun hanya sekitar 0.55 triliun surplusnya. Tahun berikutnya, 2017 dan 2018 kembali defisit.

Seperti dikutip dari Kompas (28/8/2019), pemerintah melalui Departemen Keuangan berencana menaikkan iuran BPJS kembali untuk menutupi defisit keuangan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa tahun 2019, BPJS kesehatan akan berpotensi defisit 32,8 triliun. 

"Apabila jumlah iuran tetap sama, peserta seperti ditargetkan, proyeksi manfaat maupun rawat inap dan jalan seperti yang dihitung, maka tahun ini akan defisit Rp 32,8 triliun, lebih besar dari Rp 28,3 triliun," ucap beliau dalam rapat kerja bersama komisi IX dan XI DPR RI pada Selasa 27/8/2019.

Karena itulah ia mengusulkan kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS.

Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, besaran kenaikan iuran tersebut mencapai 100 PERSEN. Artinya, peserta BPJS mandiri kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar Rp 160.000.

Lalu untuk peserta JKN kelas II harus membayar Rp 110.000 dari yang sebelumnya Rp 51.000. Sementara, peserta kelas III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp 42 ribu per peserta.

Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sempat mengusulkan kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120.000, sementara kelas II menjadi Rp 75.000 untuk mengatasi masalah defisit yang telah melanda BPJS sejak 2014.

"Kami mengusulkan kelas II dan kelas I jumlah yang diusulkan DJSN perlu dinaikkan. Pertama, itu untuk memberi sinyal yang ingin diberi pemerintah ke seluruh universal health coverage standard kelas III, kalau mau naik kelas ada konsekuensi," ujar Sri Mulyani.

"DJSN tadi Rp 75.000 untuk kelas III dan Rp 120.000 untuk kelas I, kami mengusulkan Rp 110.000 untuk kelas II dan Rp 160.000 untuk kelas I yang akan kita mulai pada 1 Januari 2020," ucap Sri.

Sri Mulyani mengungkapkan, dengan usulannya tersebut maka pada tahun 2020 bisa menyelesaikan sisa defisit sekitar Rp 14 triliun di tahun 2019. Bahkan, BPJS berpotensi mencetak surplus sebesar Rp 17,2 triliun sehingga tersisa Rp 3 triliun jika menambal defisit tahun sebelumnya.

Surplus tersebut bakal masih berlanjut di tahun-tahun berikutnya.

Untuk 2021, 2022, sampai 2023 proyeksi berdasarkan jumlah peserta dan utilisasi, di masing-masing tahun BPJS bakal surplus Rp 11,59 triliun, Rp 8 triliun, dan Rp 4,1 triliun.

Berita buruk?

Yups. Bagi anda dan saya yang terdaftar sebagai peserta BPJS mandiri kabar kenaikan tersebut adalah kabar tak sedap. Dan berdasar proyeksi di atas, tahun 2024/2025 saya menduga akan ada kenaikan iuran lagi untuk menjaga tetap surplus.

Coba anda hitung. Untuk 4 orang (keluarga kecil) kelas I harus membayar 4 x 160.000. Berapa tuh? 640.000 rupiah. 1/2 juta lebih.

Terus apa yang bisa kita lakukan?

Setidaknya ada tiga cara untuk menghadapinya:

  1. Mengatur pos-pos keuangan kembali - menimbang lagi mana yang lebih penting, menunda yang belum perlu.

  2. Mencari tambahan penghasilan - memutar otak cari sampingan. Berpikir kreatif.

  3. Terburuk: berhenti bayar.

Ibarat buah simalakama. Jika iuran tak naik BPJS bisa sulit mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan. Dan jika naik, itu memberatkan peserta terutama peserta mandiri. Apalagi kenaikannya di sekitar 100%.

Pertanyaannya: 

Akankah Presiden Jokowi jadi mengeluarkan perpres untuk payung hukum kenaikan iuran JKN ini?

Kita lihat saja.

Dan semoga kita bisa menyikapinya dengan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun