Mohon tunggu...
Yusak Persada
Yusak Persada Mohon Tunggu... Wiraswasta - Karyawan

Pecinta arsitektur kolonial maupun tradisional , pecinta segala macam seni , seorang Kristen yang menghargai berbagai macam kepercayaan dan seorang keturunan Tionghoa yang sangat cinta Indonesia , mencintai keragaman dan perbedaan,

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jika di Gereja Ada Teman yang Memiliki Orientasi Seksual Sesama Jenis

17 Juli 2024   02:31 Diperbarui: 17 Juli 2024   02:44 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mengapa Saya Menulis?

Setelah terlibat dalam komunitas sejarah, saya menemukan bahwa pengalaman pribadi memiliki peran penting dalam narasi sejarah. Oleh karena itu, saya bermaksud untuk membagikan cerita subjektif saya mengenai kejadian atau peristiwa yang saya alami. Meskipun kehidupan saya mungkin terasa sedikit berbeda karena banyak waktu dihabiskan dalam komunitas gereja, hal-hal yang saya temui di sana juga mencerminkan spektrum emosi manusia yang kompleks - dari kesedihan hingga kegembiraan, dari ketidakadilan hingga inspirasi. Semoga tulisan dan refleksi saya ini dapat menjadi jendela bagi mereka di luar lingkaran ini untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda.

LGBT Dibenci tapi Ada di Sekitar Kita

LGBT merupakan topik yang sangat dibenci, terutama dalam lingkungan media sosial di Indonesia. Dalam pergaulan sehari-hari dengan teman-teman, seringkali kita bermuka dua; seseorang yang teridentifikasi gay mungkin tetap disikapi dengan ramah, namun di belakang, kita akan sibuk bergosip dan membicarakannya.

Sering kali, kelompok tertentu atau penampilan tertentu mudah dilabeli sebagai gay. Namun pada kenyataannya, banyak individu yang secara stereotip dianggap tidak mungkin memiliki orientasi sesama jenis, tetapi sebenarnya memiliki ketertarikan seksual terhadap sesama jenis. Pandangan sehari-hari kita sering membuat mereka merasa takut untuk berbagi pengalaman mereka, sehingga akhirnya memendam perasaan mereka sendiri, berlari ke arah yang salah, dan mengalami depresi berkelanjutan.

Kenyataannya, situasi ini menjadi lebih serius jika terjadi di lingkup gereja. Saya mendengar sebuah rumor (faktanya, gosip di gereja seringkali lebih cepat menyebar daripada kantor berita atau group WA manapun). Namun, berikut ini adalah fakta: seorang teman kuliah yang dulunya melayani di gereja telah dikeluarkan dari pelayanan karena mengaku sebagai gay. Nasib teman saya tersebut terkatung-katung di gereja; selain merasa malu karena 'aib'-nya tersebar, ia merasa dihakimi dengan pandangan aneh dan akhirnya meninggalkan gereja serta tidak lagi dapat dihubungi oleh kami yang 'mengenakan  kalung salib'.

Dalam perspektif ini, saya sejalan dengan sudut pandang seorang Pendeta di Bandung yang mengizinkan anggota jemaatnya memberikan pelayanan kepada individu LGBT dengan alasan bahwa di tengah-tengah kekurangan dunia ini, kasih Tuhanlah yang akan menyempurnakan segalanya. (bisa dm untuk mengetahui nama gereja dan pendetanya)

Saya juga merujuk pada tulisan Philip Yancey, seorang penulis Kristen terkenal yang mengungkapkan bahwa orang cenderung marah terhadap individu yang dosanya berbeda dengan dosa yang mereka lakukan. Saya menemukan hal ini masuk akal, mengingat di masa lalu di gereja tempat saya beribadah, seorang Pendeta sering kali menegur dengan marah para perokok karena dianggap merusak tubuh yang seharusnya dijaga sebagai bait suci bagi Tuhan. Namun, pada kenyataannya, Pendeta tersebut mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pada sistem pencernaannya dan secara tidak sadar juga merusak tubuh yang seharusnya dijaga sebagai bait suci bagi Tuhan.

Dan Remaja  ini Mengaku Gay

Suatu hari yang sangat tidak biasa, seorang anak dari penatua gereja merasa tertekan dan ingin mengakhiri hidupnya karena dia adalah seorang gay. Dia sangat akrab dengan ajaran gereja yang menentang orientasi seksualnya, dan keluarganya juga dikenal sangat menentang hal tersebut.

Saya hanya mengatakan bahwa setiap individu memiliki perjalanan hidup yang unik, dengan kelemahan dan dosa masing-masing. Konsep penebusan dalam iman Kristen mengajarkan bahwa kita semua dapat ditebus oleh kasih dan pengampunan Tuhan. Hidup adalah sebuah perjalanan, dan biarlah Tuhan yang membentuk kita melalui setiap masa perjalanan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun