Rasul Paulus memang banyak menentang perbuatan homoseksual di kota Roma. Beberapa pemikir berpendapat bahwa dalam dunia Greco-Roman, hubungan sesama jenis sering kali terkait dengan dinamika kekuasaan (misalnya, pederasti, di mana seorang pria yang lebih tua mengambil seorang anak laki-laki sebagai kekasih). Hubungan ini tidak berdasarkan cinta dan saling menghormati seperti yang dipahami dalam hubungan sesama jenis yang saling setuju saat ini. Namun, meskipun ini dianggap salah, ada paradoks dalam surat Paulus yang mengatakan bahwa ia berusaha berbuat baik tetapi akhirnya yang salah yang ia lakukan. Dia juga berkata ada duri dalam dagingnya, namun dalam segala kelemahannya, dia mengatakan mengakhiri pertandingan dengan baik. Bukankah kehidupan kita juga seperti itu? Kita semua hidup dalam dosa dan oleh kasih anugerah Tuhan saja kita dilayakkan.
Penutup
Sesi bersama teman saya ini sangat berat dan saya sendiri kurang punya teori, tapi saya tidak mau dia terhilang. Adalah lebih baik dia ada dalam keluarga yang menerima, dalam suatu lingkungan gereja yang selalu ada di dalam kesepian dan kesusahan hidupnya. Mungkin gereja sendiri harus membaca ulang atau melakukan refleksi mendalam tentang bagaimana menangani masalah ini.
Kasih Tuhan melampaui segala penghakiman manusia. Seperti yang dikatakan oleh Philip Yancey, "Kasih Tuhan menembus segala halangan, termasuk halangan yang kita bangun sendiri." Gereja harus menjadi tempat yang aman bagi semua orang, termasuk mereka yang merasa terasing karena orientasi seksual mereka. Dengan demikian, mereka dapat menemukan penghiburan, dukungan, dan kasih Tuhan yang sejati di tengah-tengah komunitas iman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H