Kerabat Puspawarna,
Beberapa minggu yang lalu, kawan lama saya memberikan sebuah video yang menarik tentang rokok. Kebetulan saya sedang mengadakan riset tentang kawasan tanpa rokok untuk syarat agar saya bisa keluar dari fakultas kedokteran di Universitas yang dengan bangganya memakai nama raja paling termasyur di Bali sebagai nama lembaga pendidikan tinggi itu. Saya perokok dan paling malas berdebat tentang kenapa saya merokok dan bahaya rokok (nenek-nenek yang mau mokat juga tau kalau rokok itu tidak baik bagi kesehatan dan keuangan).
[caption id="attachment_166366" align="aligncenter" width="394" caption="Marlboro Man | Tokok imajiner karangan produsen rokok untuk kebutuhan pemasaran"][/caption] Setelah menonton video buatan Christof Putzel yang saya tebak di rekam dengan kamera canon 7D itu, saya jadi kaget. Bukan karena bahaya rokok dan atau kerugian merokok yang sudah sangat bosan saya dengar dari guru disekolah dan orang tua dirumah, tapi kenyataan bahwa negeri kita yang gemah ripah loh jinawi ini dalam keadaan bahaya (seperti kata Marzuki “Kill The DJ” Mohammad). Bahaya dalam kaidah yang cukup laten, bukan seperti Timur Tengah yang tetap bergejolak dengan perang dan invasi Amerika Serikat tapi sebuah praktik Neokolonialisme.
Neokolonialisme yang saya tahu dari buku-buku sejarah saat sekolah dulu adalah jargon resmi kepunyaan Bapak Presiden Soekarno dan secara harfiah berarti penjajahan baru dalam berbagai bentuk, multi dimensi dan tidak kalah menyeramkan seperti tiga setengah abad-nya Belanda. Banyak fakta mengcengangkan yang saya dapat di video itu dan kemudian saya telaah kembali secara digital melalui mesin pencari, yang diantaranya adalah:
- Bahwa negeri ini sejatinya mengalami kemuduran yang sangat jauh jika dibandingkan dengan Negara kecil sekelas Selandia Baru dalam hal regulasi/peraturan tentang rokok. Jangankan di Amerika Serikat, di Selandia Baru tidak ada yang namanya iklan rokok segede balio partai politik saat pemilu disini. Pemerintah disana sangat proaktif dalam meminimalisir segala macam informasi tentang rokok (bukan bermaksut menilai kinerja pemerintah kita)
- Para pemilik perusahaan perokok adalah bukan perokok, karena ia sangat paham betul tentang bahaya merokok. Lalu kenapa ia gencar memasarkan rokok di negeri ini? Jawabannya karena Indonesia merupakan Negara yang sangat strategis secara perhitungan ekonomi untuk memasarkan rokok. Perilaku konsumtif Indonesia memang senjata andalan mereka untuk membuat produknya laku. Dan juga sebuah kebohongan bahwa cukai terbesar dari rokok (memang) tetapi hasilnya ya kembali ke produsen rokok tadi (lingkaran setan)
- Di Indonesia ternyata NIKOTIN belum dianggap sebagai zat yang bisa menyebabkan ketergantungan! What The F**K (kalau boleh saya mengumpat) siapa pun tahu bahwa nikotin itu menyebabkan adiksi akut seperti shabu-shabu dan zat kimia berbahaya lainnya tapi kenapa dianggap tidak oleh pemerintah terkait?
Selain tiga fakta ultra berbahaya itu saya menjadi mengerti mengapa industri rokok di Indonesia tumbuh subur, karena pola pemasaran dari produsen rokok memakai teknik pencitraan maha hebat agar rokok dapat diterima sebegitu mudahnya, disanjung bak dewa dan akhirnya menjadi ketergantungan masal. Bukan hanya dari kesehatan, tetapi sosial ekonomi. Produsen rokok dengan sadar dan sengaja menciptakan tokoh imajiner sperti cowboy dalam Marlboro dan kreativitas dalam AMILD supaya lebih mudah merasuk ke masyarakat.
Mengerikan memang, tapi masyarakat kita memang terlanjur dibuai dengan rokok, kalau tidak merokok tidak keren (mungkin). Tetapi apapun itu alasannya kita seharusnya sadar kalau kita memang sedang di jajah oleh kaum kapitalis yang sedang berbohong.
Ayolah kawan, ini masalah serius kita seharusnya marah!
Sedang 16 Maret 2012
I Wayan Dirgayusa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H