Harta yang paling berharga
adalah keluarga
Istana yang paling indah
adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna
adalah keluarga
Mutiara tiada tara
adalah keluarga
Selamat pagi emak
Selamat pagi abah
Mentari hari ini
Berseri indah
Terima kasih emak
Terima kasih abah
Untuk tampil perkasa
Bagi kami putra putri
yang siap berbaktiÂ
(Lirik lagu "Harta Berharga")
Saya bersyukur mendapat kesempatan untuk ikut nonton bareng bersama dengan KJog di hari kedua penayangan film Keluarga Cemara. Sebelumnya saya telah kehabisan kuota untuk menonton di tanggal 3 Januari, karena memang banyak yang berminat ingin menonton film keluarga ini, termasuk saya. Di tanggal 4, baru saya bisa nonton bareng bersama 3 Kompasianer Jogja. Mirip formasi Keluarga Cemara yang terdiri dari empat orang, Abah, Emak, Euis dan Ara.Â
Mendengar judul film "Keluarga Cemara" ingatan saya kembali ke era tahun 2000-an, di mana kisah Abah, Emak, Euis dan Ara diangkat dari novel karya Arswendo Atmowiloto menjadi serial TV yang menyajikan kehidupan keluarga sederhana namun bahagia. Ceritanya tidak jauh dari permasalahan kehidupan keluarga sehari-hari, persoalan ekonomi, remaja, perjuangan seorang abah atau ayah, emak atau ibu dalam mengayomi pasangan dan anak-anaknya.
Seperti keluarga sukses lainnya, Keluarga Cemara ini awalnya hidup bahagia dan harmonis dalam kehidupan di atas rata-rata. Namun kehidupan yang bahagia itu mendadak berubah menjadi sulit, ketika Si Abah menjadi jatuh miskin dan semua harta benda mereka habis. Roda kehidupan mereka seperti berputar 180 derajat yang tadinya bisa hidup berkecukupan di Jakarta kini harus pindah ke desa agar tetap bisa bertahan hidup.
Akankah kemiskinan membuat keluarga Abah, Emak, Euis dan Ara menjadi tidak harmonis lagi? Bisakah Abah berjuang merebut kembali kesuksesannya?Â
Film ini membawa pesan supaya kita selalu bersyukur dalam segala hal. Menerima kondisi yang terjadi dengan lapang dada dan tetap berjuang tanpa mengeluh untuk bisa keluar dari kesulitan ekonomi dengan rajin bekerja.
Film ini layak ditonton untuk segala umur karena memang film keluarga. Peran Abah (Ringgo Agus Rahman) dalam memimpin keluarga begitu terasa kuat, selalu berusaha bijaksana dalam mendidik anak-anaknya dan berjuang menghidupi keluarganya. Saya awalnya begitu penasaran bagaimana seorang aktor seperti Ringgo bisa bermain dalam film drama, apalagi memerankan tokoh Abah yang terkenal sangat serius. Lihat wajahnya saja sudah pengen ketawa. Akankah Keluarga Cemara versi layar lebar ini dibuat menjadi film komedi? Ujar saya penasaran.