Pukul 17:00 WITA.
Minibus yang kami tumpangi terus berjalan membawa rombongan pertamaku menjauhi pintu hutan konservasi. Tugasku hari ini mengantar 6 orang tamu pertamaku menelusuri alam di kawasan Indonesia Timur yang kaya berbagai spesies tanaman dan hewan. Aku yakin ini adalah ide bisnis wisata yang bagus, terbukti aku mendapatkan satu turis mancanegara dalam rombongan pertamaku. Dia adalah Fred (78) yang juga seorang ahli Biologi, tujuannya selain berlibur tentu saja untuk menelusuri kembali jejak Alfred Wallace di Indonesia. Siapakah Alfred itu? Fred sudah menjelaskannya tadi tapi saya tidak tahu detailnya. Garis besar yang kutangkap dari percakapanku dengan Fred bahwa Alfred Wallace adalah seorang penemu teori evolusi seleksi alam bersama Charles Darwin. Dia pernah menelusuri Indonesia untuk meneliti berbagai spesies burung di Indonesia dan sekitarnya.
Bukti lainnya, ada Anggi (21) seorang mahasiswi  yang dari sejak berangkat ia sibuk memotret untuk mengisi Instagram dan berniat untuk menuliskan pengalaman jalan-jalannya di dalam sebuah blog. Aku berpikir pasti hal itu sungguh berarti dalam hidupnya sampai-sampai ia mau membiayai adik kelasnya Kanaya (19) yang terlihat justru kurang menikmati perjalanan ini. Kanaya lebih banyak berteriak ketika ada hewan kecil yang lewat di depannya saat hiking di hutan tadi. Ia tak membawa tas, hanya botol minum, ponsel dan topi. Tujuannya pasti agar bisa lari secepatnya saat ada serangga atau binatang buas.
Terakhir ada satu keluarga kecil yang bahagia. Lukman (40) seorang pegawai berdedikasi, ingin mencoba hiking bersama istrinya Prita (35) dan anak mereka Kevin (8) yang diajak jalan-jalan kealam untuk terapi asmanya. Keluarga ini cukup kompak untuk melakukan kegiatan bersama-sama, besok mereka akan menempuh perjalanan lagi ke Jakarta untuk mendatangi acara Kompasianival 2018.
Pukul 17:30 WITA.
Her (50), sopir kepercayaanku tiba-tiba menepi dan menghentikan kendaraan. Ia bergegas turun memeriksa bagian mesin mobil. Aku mengikuti dengan pandanganku dan mulai mengerti jika ada masalah dengan minibus tua ini saat melihat raut penyesalan di wajah Her. Ia bolak-balik membongkar bagian belakang minibus, ternyata ada kebocoran air radiator yang menyebabkan mobil menjadi overheat. Padahal jarak ke penginapan masih 31 Km lagi.
Fred turun, ia meminta ijin masuk ke dalam bagian hutan yang lebat untuk BAB.
"Oke, jaga dirimu Fred! Bawalah peralatan yang kau perlukan agar tidak tersesat," ujarku yang lalu kusesali kenapa mengatakan kepada orang yang biasa bekerja di hutan dan diantara kami dialah yang membawa bekal paling lengkap.
Turis itu mengacungkan jempol seraya mengucapkan terima kasih dalam bahasa Indonesia yang kaku dan berjalan dengan tongkatnya. Aku menyuruh Her agar bisa beristirahat sejenak mengingat ia memiliki riwayat penyakit jantung. Her segera menenangkan diri dan kini ia berjongkok mengamat-amati mobilnya dengan seksama.
"Ada apa?" Kanaya segera membenarkan posisi duduknya, ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Dengan segera ia menyalakan baterai ponselnya untuk mengusir kegelapan, anak itu memang sangat takut dengan kegelapan.
Gerakan Kanaya itu membuat seluruh rombongan mulai terbangun dari tidurnya. Kevin mulai panik, ia memegang erat tangan kedua orangtuanya. Kuharap asmanya tidak kambuh di saat-saat seperti ini.
Anggi mulai mengeluarkan ponselnya juga. Ia mengeluh karena ponselnya ternyata sudah kehabisan baterai tapi ia tak kurang akal. Masih ada kamera mirrorless yang bisa dipakai untuk merekam kejadian ini. Ia mulai keluar dari minibus sambil tertatih-tatih  merekam semua kepanikan kami, tak peduli jika tadi kakinya terkilir akibat terlalu bersemangat melihat kuskus yang sedang duduk depan sarangnya.
Sementara itu aku terus berusaha menghubungi teman-temanku dengan kondisi sinyal terbatas dan baterai ponsel yang tersisa 27%. Syukurlah aku langsung bisa terhubung dengan teman yang sanggup menjemput kami dengan mobil sedan, walau pun kapasitasnya cuma cukup mengangkut 4 orang.
"Siapa yang di sini membawa baterai?" Tanya Kanaya ke semua orang. Â
Lukman menyalakan senter pada ponselnya dengan sisa baterai 70%, "tenang semuanya jangan panik. Kita akan baik-baik saja, iya kan pemandu?" ujar Lukman dengan nada yang lembut.
Semua anggota rombongan sudah turun kecuali keluarga Lukman. Prita berusaha menenangkan anaknya yang mulai ketakutan. Lukman berjaga-jaga di samping anaknya.
"Ibu, aku mulai sesak napas." Kevin mengeluh. Dengan sigap Prita mengambil obat asma di tas pinggang ayahnya.
 "Oh ya, aku juga bisa menghubungi rumah penjaga di pintu hutan konservasi." Sesegera mungkin tanganku berlomba dengan kapasitas baterai ponsel yang kini makin menipis. Sekali lagi aku beruntung, ada yang akan menjemput kami satu per satu dengan motor untuk menginap sementara di pondok.
Tenanglah, kataku pada diriku sendiri. Di saat genting seperti ini dibutuhkan solusi yang tepat. Aku mulai mengajak rombonganku berdiskusi. Ini adalah pengalaman pertama untuk bisnis awalku. Kurasa aku masih perlu belajar mempersiapkan diri agar tidak terlalu panik jika kondisi seperti ini terjadi kembali.
Pukul 17:45 WITA.
"Saya sudah menghubungi penjaga di pintu gerbang hutan tadi, ia bisa menjemput satu per satu dari kita untuk menginap sementara di pondok," kataku. "Itu akan lebih baik daripada kita ada di sini menunggu binatang buas memangsa kita. Sekitar 30 menit kita bisa diangkut bolak-balik dengan motor."
"Lalu berapa lama yang dibutuhkan mobil penjemput ke sini?" Tanya Lukman.
"Sekitar 2 jam 15 menit," jawabku.
"OMG! Itu artinya kita berada di sini 2 jam lebih dalam kegelapan? Kita bisa keburu dimangsa binatang buas!" keluh Kanaya.Â
"Stop mengeluh atau menyalahkan keadaan! Ini bukan soal salah siapa,tapi bagaimana kita mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan. Bangsa Indonesia butuh solusi bukan kritik yang terus menyudutkan pemerintah.," ujar Lukman bijaksana.
Samar-samar terdengar bunyi peluit, astaga! Fred belum kembali! Apakah itu Fred? Aku meminjam ponsel milik Lukman dan mengarahkan senternya ke arah hutan yang gelap. Akhirnya sosok Fred muncul di balik semak-semak.
"Terima kasih, aku hampir tersesat tadi jika tidak melihat cahaya dari ponsel itu." Kata Fred.
"Baiklah Fred, kita mulai berhitung. Saat ini pukul 17:45 menit. 2 jam 15 menit lagi itu artinya sekitar pukul 8 malam mobil baru tiba. Yang tercepat sampai di sini adalah motor, saya sudah meminta mereka membawakan air minum, makanan dan  beberapa peralatan bengkel yang mungkin dibutuhkan Her, aku akan membawa Prita dan Kevin ke pondok lebih dulu."
Fred mengeluarkan alat pemantik, kami pun bekerja sama untuk mengumpulkan ranting-ranting dan batang pohon yang patah berserakan untuk dijadikan api unggun. Kulihat semua sudah mulai tenang, terutama Kanaya, ia seperti sudah terbiasa dengan gelap dan tidak takut lagi saat api unggun mulai dinyalakan. Kevin pun sudah mulai membaik, ia bisa melepaskan tangan ayahnya sejak tadi. Hanya Prita yang masih siaga di dekat Kevin dengan obat asmanya.
Untuk membuang kebosanan, kami semua duduk mengelilingi api unggun sambil bernyanyi naik-naik ke puncak gunung dan saling berbagi cerita. Seperti biasa Anggi sibuk merekam, rasa sakit di kakinya mungkin sudah membaik karena diberikan obat oleh Fred.
Motor ternyata baru tiba 20 menit kemudian, aku membawa Prita dan Kevin ke pondok biar penjaga hutan membantu Her memperbaiki minibusnya. Bersyukur dalam keadaan genting seperti ini, Her diberikan kekuatan padahal ia memiliki riwayat jantung dan masalah keluarga yang cukup berat, belum lagi ia harus membiayai anak terkecilnya yang masih sekolah.
Bergantian aku memboncengkan Anggi, Kanaya, Fred dan Lukman sementara minibus diperbaiki.
Pukul 20:00 WITA.
Mobil telah sampai untuk menjemput di saat kami semua sudah berada di pondok. Makanan pun dibagikan.
Satu jam kemudian, Her dan penjaga hutan sudah selesai memperbaiki minibusnya. Mereka menjemput kami di pondok. Kini kami bisa kembali ke penginapan. Semua merasa lelah tetapi puas. Â Aku bersyukur karena semua anggota merasa puas dengan perjalanan wisata hari ini. Kata mereka ini adalah petualangan di hutan yang sesungguhnya! Rasanya aku tidak sabar membawa kembali rombongan keduaku ke tempat ini juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H