Media sosial dapat dianalogikan seperti sebuah pisau yang memiliki dua mata tajam. Di satu sisi media sosial dapat digunakan sebagai alat untuk berinteraksi sosial, di sisi lain media sosial mampu merusak mental dan psikis seseorang. Kasus cyberbullying yang dilakukan oleh pelaku dengan cara tanpa identitas atau anonim membuat pelaku menjadi sangat liar dan tidak bertanggung jawab dalam aksinya.Â
Perkembangan teknologi yang semakin pesat, memudahkan individu untuk mendapat informasi dan berkomunikasi dengan teman atau kerabat. Dengan berbagai kemudahan dalam mengakses internet dan dukungan fasilitas media yang lengkap, membuat aktivitas cybernet menjadi semakin marak, terutama di Indonesia.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Internet World Stat pada 30 Juni 2013, ditemukan bahwa pengguna internet di Indonesia merupakan terbesar ke-4 di Asia. Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013, Indonesia menjadi pengguna internet terbesar ke-8 dari seluruh negara di dunia. Lebih lanjut, BPS juga mengungkapkan bahwa pengakses internet  melalui  warnet di Indonesia di tahun 2013 sejumlah 28% dari total seluruh jumlah pengakses internet di Indonesia meningkat dari tahun sebelumnya.
Menurut data dari oleh Badan Pusat Statistik  (BPS)  pada  tahun  2012,  pengguna internet memiliki rentang umur berkisar antara 5 - 12 tahun,  yang berarti kebanyakan tergolong usia  pelajar. Salah satu alasan mengapa sosial media yang  biasa  digunakan  remaja  dalam berinteraksi  sesama  teman sebayanya adalah perasaan mudah diterima sebagai anggota jika di dunia maya dibandingkan ketika di dunia nyata. Seringkali hal tersebut memunculkan keaktifan di sosial media lebih dari berinteraksi dengan orang lain secara langsung.
Masa pubersitas remaja cenderung memiliki emosi yang labil dan belum bijak dalam mencerna informasi, menyebabkan remaja  kurang dapat mengontrol  dirinya  saat bermedia sosial.  Tanpa  mereka  sadari, unggahan yang dilakukan di sosial media mengarah  pada  tindakan menyakiti  atau menyinggung  perasaan  orang lain. Hal ini dapat dikategorikan sebagai cyberbullying. Cyberbullying merupakan suatu tindakan intimidasi atau kekerasan verbal yang dilakukan seseorang melalui internet atau jejaring sosial. Tujuan dari perilaku cyberbullying ini adalah mengancam, mempermalukan, dan mengintimidasi korban. Perilaku cyberbullying ini dilakukan melalui media sosial, seperti facebook, instagram, twitter, whatsapp, dan media sosial lainnya.
Menurut Willard, bentuk-bentuk cyberbullying yang umum terjadi di sekitar kita yaitu, impersonation atau anonim dengan berpura-pura menjadi orang lain dan mengirim pesan yang tidak baik, kata-kata kasar, dan mengancam. Salah satu kasus dialami oleh seorang siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sedati Sidoarjo pada tahun 2014. Berdasarkan laporan orang tuanya, bahwa anaknya masuk rumah sakit dikarenakan menjadi korban cyberbullying. Berdasarkan pengakuan orang tuanya, pada akun  media sosial facebook anaknya, si anak merasa semua teman membencinya. Dalam kasus ini, pelaku cyberbullying menggunakan nama samaran (anonim) untuk mengejek dan mengintimidasi korban dengan tujuan mempermalukan korban yang selama ini terkenal sebagai remaja yang pandai.
Pada kasus cyberbullying di mana pelaku membully korban dengan cara tanpa identitas atau anonim membuat pelaku menjadi sangat liar dalam aksinya. Para korban cyberbullying  menyebutkan  bahwa  korban  dari anonimitas cyberbullying kebanyakan  tidak  mengetahui alasan  mengapa dia menjadi seorang korban karena dia tidak mengetahui siapa pelakunya. Hal ini menjadi urgensi umum yang membahayakan bagi remaja yang mengalami cyberbullying, karena pelakunya dengan mudah lepas tanggung jawab dan dapat dilakukan secara berulang kapan saja tanpa diketahui identitasnya.
Anonimitas dan Agresivitas Cyberbullying dalam Media Sosial
Anonim merupakan suatu sifat yang menunjuk pada ketidakjelasan atau ketidakpastian identitas seseorang atau suatu pihak. Hirarki anonimitas terbagi menjadi true anonym (anonim penuh) dan pseudo-anonym (anonim semu). Anonim penuh adalah anonimitas yang sulit dilacak karena pelaku secara secara kebetulan atau memang sengaja menyembunyikan identitas dirinya agar menjadi misteri bagi orang lain.
Sedangkan, pseudo anonym (anonim semu) merujuk pada perkembangan aplikasi teknologi yang memungkinkan pengguna internet atau media sosial untuk menggunakan gambar/foto objek benda atau orang lain. Dalam konteks ini, ketiadaan foto atau penggunaan foto yang tidak memiliki korelasi sama sekali dengan identitas asli pengguna internet merupakan sebuah anonimitas tersendiri sehingga keberadaannya pun sulit terkonfirmasi. Hal inilah yang disalahgunakan oleh banyak individu dengan menggunakan akun anonim melakukan cyberbullying kepada seseorang di media sosial.