Dengan melakukan perbandingan antara komentar yang menggunakan akun pribadi dan anonim pada sebuah media online, Saya menemukan bahwa jumlah komentar buruk dari pelaku anonim mencapai tiga kali lebih banyak dari jumlah komentar buruk pada akun pengguna asli. Faktanya, anonimitas di dunia maya membuat seseorang menjadi lebih bebas bersuara. Apalagi dengan akun fiktif, orang dapat dengan mudah memengaruhi orang lain berdasarkan motif tertentu. Anonimitas dan kebebasan seperti ini akan sangat mudah menimbulkan agresi dan cyberbullying di dunia maya.
Paparan Media dan Budaya Bullying sebagai Pembentuk Perilaku Cyberbullying
Banyaknya perilaku agresi seperti bullying dalam media elektronik baik televisi maupun internet yang diperlihatkan terang-terangan secara tidak langsung akan mempengaruhi cara berpikir seorang remaja. Menurut Saripah (2006) survey yang dilakukan oleh Kompas menyatakan bahwa 56,9% anak-anak yang menonton adegan film akan meniru adegan yang ditontonnya tersebut. Di mana sebanyak 64% akan meniru gerakan dan 45% nya mereka meniru kata-katanya.
Selain media, seorang remaja juga dapat terpengaruh oleh paparan agresi secara langsung seperti adanya budaya bullying di lingkungan sekitar mereka baik di rumah, sekolah atau teman sebaya mereka. Semakin besar perilaku bullying terjadi di sekitar mereka, maka akan semakin memungkinkan bagi mereka untuk turut serta dalam perilaku tersebut sebagai salah satu bentuk imitasi.
Anonimitas Cyberbullying dan Hubungannya dengan Teori Psikoanalis
Berdasarkan teori psikoanalisa Sigmund Freud, manusia memiliki dua insting dalam dirinya yaitu insting hidup (eros) dan insting mati (tanatos). Perilaku agresi yang dilakukan kepada orang lain dianggap sebagai salah satu bentuk kemenangan dari usaha untuk mempertahankan naluri kehidupannya. Perilaku agresi yang ditujukan bagi orang lain juga merupakan bentuk peralihan dari insting mati yang dimiliki di mana pada awalnya bertujuan untuk menghancurkan diri sendiri berkembang menjadi dilampiaskan kepada orang lain.
Di dalam teori Freud juga dijelaskan bahwa perilaku agresi ini, termasuk juga bullying atau cyberbullying adalah tanggung jawab dari id, yaitu insting manusia yang mendorong diri untuk melakukan agresi. Walaupun manusia memiliki ego sebagai bentuk realitas diri dan superego atau hati nurani, tetapi terkadang tidak cukup untuk membendung keinginan untuk melakukan perilaku agresi itu sendiri.
Perilaku cyberbullying, baik yang dilakukan secara anonim ataupun terbuka tentunya sangat membahayakan psikis dan mental korban. Dalam beberapa kasus yang telah dipaparkan di atas, cyberbullying memiliki dampak umum seperti dipermalukan secara langsung ataupun di media sosial, stress dan depresi, kehilangan rasa percaya diri, paranoid atau cemas berlebih, gangguan kesehatan, prestasi yang menurun, hingga yang lebih parahnya akan berujung pada bunuh diri. Â
Dunia media sosial Indonesia saat ini sudah tidak sehat lagi dan jauh dari nilai-nilai demokratis dan kemanusiaan. Pelaku penindasan atau bullying juga sering memiliki justifikasi bahwa apa yang mereka lakukan hanya sebatas bahan candaan dan untuk bersenang-senang saja. Jika korban merasa terganggu, tidak jarang korban akan semakin ditertawakan atau dibully karena dianggap terlalu sensitif. Maka dari itu, perlu adanya pencegahan dari dalam diri sendiri untuk berhati-hati ketika bermedia sosial.
Daftar Pustaka
Nurhadiyanto, L. (2020). Analisis Cyber Bullying Dalam Perspektif Teori Aktivitas Rutin Pada Pelajar SMA di Wilayah Jakarta Selatan. 4(2). 113-114.