Mohon tunggu...
Yurista Azzahra
Yurista Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Aktif Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Keinginan Wanita Indonesia untuk Kulit Putih: Perspektif dan Cara Pandang yang Keliru

20 Juni 2024   22:58 Diperbarui: 20 Juni 2024   23:49 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Memahami keinginan wanita Indonesia untuk memiliki kulit putih adalah hal yang kompleks dan penuh dengan nuansa. Hal ini tidak hanya mencerminkan preferensi estetika, tetapi juga terkait dengan kepuasan diri. Keinginan ini sering kali dipengaruhi oleh standar kecantikan yang diadopsi dari budaya asing, iklan media massa, dan norma sosial yang telah tertanam dalam masyarakat selama bertahun-tahun.
Sejarah panjang penjajahan di Indonesia telah meninggalkan jejak yang mendalam pada pandangan masyarakat tentang kecantikan. Kolonialisme Belanda membawa masuk standar kecantikan Eropa yang memuja kulit putih dan halus. Meskipun Indonesia telah merdeka sejak tahun 1945, warisan kolonial ini masih terasa hingga hari ini. Banyak orang Indonesia yang masih melihat kulit putih sebagai simbol status sosial yang lebih tinggi dan memiliki keanggunan. Hal ini menciptakan tekanan sosial yang besar pada wanita untuk mencapai standar kecantikan ini, yang sering kali tidak realistis. Media massa memainkan peran besar dalam membentuk pandangan masyarakat tentang
kecantikan. Iklan-iklan produk pemutih skincare maupun bodycare yang mendominasi media sosial. Model-model dengan kulit putih sering kali menjadi wajah dari berbagai promosi iklan kecantikan, hal ini membuat implisit bahwa kulit putih adalah standar yang diinginkan. Akibatnya, wanita merasa tertekan untuk membeli produk tersebut agar bisa memenuhi standar ini. Namun banyak dari produk ini mengandung bahan kimia yang berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan kulit jangka panjang, tetapi tekanan sosial dan keinginan untuk diterima secara estetika sering kali mengalahkan pertimbangan kesehatan.
Perspektif budaya juga berperan penting dalam membentuk pandangan wanita Indonesia tentang kulit putih. Dalam banyak budaya Asia, termasuk Indonesia, kulit putih sering dikaitkan dengan kecantikan. Sejarah cerita rakyat dan sastra Indonesia juga sering menggambarkan tokoh-tokoh wanita cantik sebagai sosok berkulit putih. Selain itu, dalam banyak budaya Asia, kulit putih juga dikaitkan dengan kemurnian dan kebaikan. Hal ini memperkuat stereotip bahwa memiliki kulit putih adalah tanda dari kebajikan dan kecantikan yang ideal.
Namun, pandangan ini sebenarnya keliru dan dapat merusak kepercayaan diri seseorang. Keinginan untuk memiliki kulit putih sering kali didasarkan pada persepsi yang sempit dan bias tentang kecantikan. Kecantikan seharusnya dilihat sebagai sesuatu yang beragam dan inklusif, mencakup berbagai warna kulit dan fitur wajah. Menekankan satu jenis warna kulit sebagai standar kecantikan universal adalah bentuk diskriminasi yang dapat merusak harga diri dan kesehatan mental wanita.
Perlu mengubah cara pandang semua orang terhadap kecantikan. Pendidikan dan kesadaran masyarakat adalah kunci untuk melawan stereotip yang merusak ini. Kampanye kesadaran yang menekankan keindahan dari berbagai warna kulit dapat membantu mengubah persepsi publik. Media massa dan industri kecantikan juga memiliki tanggung jawab besar dalam hal ini. Mereka perlu lebih inklusif dalam menampilkan model dengan berbagai warna kulit dan merayakan keanekaragaman kecantikan.
Selain itu, kita perlu mendorong wanita untuk mencintai dan menerima diri mereka sendiri apa
adanya. Self-love dan self-acceptance adalah fondasi dari kesejahteraan mental yang baik.
Kampanye dan program yang mendukung wanita untuk merasa percaya diri dengan warna kulit alami mereka dapat membantu melawan tekanan sosial untuk memutihkan kulit. Dukungan dari keluarga, teman, dan masyarakat juga sangat penting dalam membangun kepercayaan diri wanita.
Untuk mencapai perubahan yang nyata, perlu memulai menanamkan nilai-nilai kecantikan yang inklusif dan menghargai keragaman dalam pendidikan sejak dini dapat membantu membentuk generasi yang lebih menerima dan menghargai perbedaan. Kurikulum yang mengajarkan tentang sejarah kolonialisme dan dampaknya pada standar kecantikan, serta pentingnya mencintai diri sendiri, dapat menjadi langkah awal yang baik. Pada akhirnya, memahami keinginan wanita Indonesia untuk memiliki kulit putih memerlukan pendekatan yang holistik dan terintegrasi. Hal ini bukan hanya tentang mengubah persepsi individu, tetapi juga tentang mengubah sistem yang mendukung standar kecantikan yang tidak realistis. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan
menghargai kecantikan dalam segala bentuknya, sehingga setiap wanita dapat merasa cantik
dan berharga apa adanya.
Teaser : Mengapa kulit putih dianggap ideal di banyak budaya? Apa peran media dalam memperkuat pandangan ini? Dan yang lebih penting, bagaimana kita bisa mulai mengubah cara pandang yang keliru ini untuk merayakan keanekaragaman kecantikan yang sebenarnya?
Artikel ini akan membahas semua yang berkaitan dengan hal tersebut, menggali lebih dalam kar masalah, dan menawarkan pandangan serta solusi untuk membantu wanita mencintai dan menerima diri mereka apa adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun