Mohon tunggu...
Dea Yurida
Dea Yurida Mohon Tunggu... Tutor - Penikmat hidup

Kulineran, vacation, jalan2, seni, puisi, nyanyi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Takdir Siapa yang Tahu

17 Juli 2024   12:50 Diperbarui: 17 Juli 2024   13:14 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Masak apa ma.... Febi bantuin ya...."
"Emang hari ini kamu ga ke kampus. Ga ada kuliah? Jangan males ngampus ya. Biar cepat lulus...." mama bicara panjang lebar, seperti biasa.
"Iya ma.... Febi ada kuliah nanti jam 10. Masih ada waktu lah buat bantuon mama masak..."
"Ya sudah.... bantuin mama potong tempe sekalian di bumbuin lalu di goreng ya...  setelah itu di geprek sambal bawang. Kesukaan kamu kaaann...."
"Oke ma.... tau aja mama..."
"Pinter anak mama. Ini sayur bayam nya juga sudah matang. Tinggal goreng ayam yang sudah di marinasi di kulkas ya Feb. Mama mau mandi dulu."
"Beres maaa...."
Sarapan sudah terhidang di meja makan. Tinggal nunggu pada ngumpul, Febi pun kembali ke kamar untuk mandi.
"Wah... lagi-lagi mama masak kesukaan Febi. Hmm... jangan banyak-banyak makannya ntar gendut lho." Fian kakak Febi mengusap rambut adiknya lembut. Kakak beradik itu selalu bikin suasana ramai. Ada saja ulah mereka yang membuat mama nya tersenyum senang. Keakraban pagi. Mama selalu mengatakan itu. Jangan lupakan keakraban pagi dengan sarapan bersama di rumah. Kalau makan siang atau malam biasanya sudah di luar rumah.
"Maaa.... nti Febi pulang telat ya. Ada tugas kampus. Mau di kerjain di rumah temen maa..."
"Bohong maa..." Fian memotong percakapan antara Febi dan mama. Dengan lucu Fian memonyongkan bibirnya. Wekz...
"Engga maa.... kak Fian tuh yang sukanya pacaran di kampus...." Febi menjawab sambil merajuk manja pada mamanya.
"Sudah... sudaahh... habiskan sarapannya. Makan dengan baik. Jangan sambil bercanda. ..." mama melerai mereka dengan lembut.
"Boleh kan maa...?" Febi kembali bertanya. Tadi mama belum sempat jawab karena Fian sudah memotong pertanyaannya.
"Boleehhh...." kata mama, "tapii.... jangan pulang terlalu malam ya..."
"Siap maaa...." Febi tersenyum senang.
"Bikin tugasnya di rumah siapa Feb...?" Fian bertanya pada adiknya.
"Di rumah Sita kak....." jawab Febi.
"Di mana rumah nya? Kalau sampai sana shareloc ya. Biar kak Fian jemput pulangnya."
"Iyaaa kakak... makasiihhh..." Febi memeluk kakaknya manja.
Melihat kasih sayang keduanya, mama tersenyum bahagia. Sudut matanya melirik foto yang terpajang di dinding. Dalam hati mama berkata, 'anak-anak sudah dewasa sekarang pa. Mereka saling menyayangi seperti ajaran papa. Semoga papa bahagia melihat mereka dari surga.'

"Ma.... Febi berangkat ke kampus dulu yaa.. " ucapan Febi membuyarkan lamunan mama.
"Iya sayang.... bareng sama kak Fian kah..?" tanya mama.
"Ya ma... kan nanti di jemput kakak pulang dari rumah Sita..."
"Ya ma. Fian juga pamit dulu ya. Pagi ini langsung ke tempat magang. Jadi bisa agak siang berangkatnya. Nganter Febi dulu ke kampus..." Fian juga berpamitan pada mama.

"Belajar baik-baik di kampus ya... Jangan pacaran mulu" Fian meledek adiknya yang di balas dengan timpukan sayang di bahu kakaknya.
"Daagh kakak.... hati-hati di jalan yaa... makasih udah di anterin.." Febi meninggalkan Fian sambil melambaikan tangan dan menggoyang kan kepalanya. Fian tersenyum melihat tingkah adiknya. Tak pernah berubah dari kecil. Dia suka menggoyangkan kepalanya saat hatinya senang. Kalau saat marah dia akan cemberut dengan tangan bersilang di dada. Teringat itu Fian tersenyum sendirian. Setelah Febi tak terlihat dari pandangan, Fian melanjutkan perjalanan ke tempat magang nya.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Fian sudah tidak sabar menunggu kabar dari Febi. Sejak tadi siang sampai sekarang belum juga memberi kabar.
Berkali-kali di telpon atau di chat tapi tetap tidak ada balasan.
'Hape nya aktif, tapi semua chat ku tidak di baca,' batin Fian. Ada apa dengan Febi? Khawatir akan kondisi adiknya, Fian mulai menghubungi teman-teman Febi yang dia punya nomer kontaknya.

"Maaf kak Fian  aku ga tau dimana Febi..." jawab Tania teman kampus Febi juga teman semasa SMP dulu.
"Tadi sih aku jumpa Febi di kampus kak. Tapi aku ga tahu selesai kuliah dia pergi kemana..." kata Rere teman kampus Febi yang lain.
"Tadi aku liat Febi naik ojek yang biasa mangkal depan kampus kak. Tapi pergi kemana, dia tidak bilang. Ku kira malah Febi sudah pulang kak...." jawaban Nira teman kampus Febi membuat Fian terkejut.
"Febi pulang naik ojek...?" tanya Fian lagi.
"Iya kak. Cuman aku ga sempet nanya mau kemana. Dia udah jalan duluan..." jawab Nira.
"Kamu tahu rumah Sita. Teman kuliah Febi...?" Fian bertanya kembali pada Nira.
"Tau kak.... di jalan Nusa indah perumahan Graha Kencana...."
"Berapa no telpon nya. Kamu pasti punya kan...?" kejar Fian. Mulai panik Fian mencoba mencari informasi lain dari Nira.

"Halooo...." suara lembut menyapa dari sana.
"Ya...halo... ini benar no hp Sita, teman kampus Febi adik saya...?" dengan cepat Fian bertanya.
"Benar kak. Saya Sita. Ada apa ya kak....ini kak Fian ya. Kakaknya Febi..." sahut Sita ramah.
"Iya... aku kak Fian.... Sita, apa Febi masih di rumah mu...?" tanya Fian.
"Tidak kak..." sahut Sita bingung. Mereka memang sudah janjian akan membuat tugas kampus bareng di rumahnya tapiii.... "Febi sampai sekarang belum datang kerumah kak. Kebetulan hari ini aku tidak ada kuliah kak jadi tidak ke kampus. Tapi tadi Febi sempat kasih kabar kalau agak sore datang nya. Setelah itu Febi tidak ada kabar kak. Sudah Sita hubungi hape nya tapi tidak ada jawaban. Aktif tapi tidak ada respon kak...." Sita menjawab panjang lebar. Rasa cemas terdengar dari nada suaranya.
"Ya Sita. Kak Fian juga sudah berulang kali menghubungi hape nya Febi tapi tidak ada jawaban. Ya sudah... terima kasih ya Sita. Kalo nanti dengar kabar dari Febi tolong kakak di beritahu ya..." Fian menjawab lesu. Tak tahu lagi harus mencari jawaban kemana atas hilangnya Febi.
"Baik kak Fian. Sama-sama. Bila nanti Sita tau kabar tentang Febi akan ngabarin kak Fian segera..." sahut Sita.
Telpon terputus, di kepala Fian berbagai pertanyaan datang silih berganti. Jika Febi tidak jadi pergi kerumah Sita. Lalu pergi kemanakah dia? Apakah terjadi sesuatu pada adik tersayang nya.... Atau jangan-jangan..... agh... Fian menepis dugaan buruk yang mulai mampir di otak nya. Mencoba mengingat kembali satu persatu jawaban dari teman-teman Febi yang tadi sudah di telpon olehnya. Ohiya... teringat Fian pada jawaban salah satu teman Febi, siapa ya tadi namanya. Dibukanya panggilan telepon hari ini. Nira.... ya dia yang tadi bercerita bahwa Febi pulang naik ojek yang biasa mangkal depan kampus.
"Halooo.... gimana kak Fian. Apa Febi sudah ketemu...?" tanya Nira cepat.
"Belum Nira... kak Fian mau tanya. Apa Nira tau nama mas ojek yang tadi bawa Febi? Kalau ga salah tadi Nira cerita liat Febi naik ojek kan ya...? Fian segera bertanya pada Nira.
"Iya kak. Kalo ga salah namanya mas Tono. Dia biasa mangkal depan kampus. Kadang sampai malam juga masih di sana bila ada kuliah malam di kampus." jawab Nira.
"Ok. Makasih info nya ya Nira. Kak Fian akan ke kampus Febi sekarang...." Fian menutup telepon dan bergegas ke mobil.

Melaju dengan kecepatan tinggi, dalam sekejap Fian sudah tiba di depan kampus Febi. Terlihat beberapa tukang ojek sedang ngobrol di depan kampus. Dengan langkah cepat Fian mendatangi mereka.
"Selamat malam mas.... maaf apakah ada yang kenal dengan mas Tono? Mas ojek yang biasa mangkal di sini..." Fian bertanya dengan sopan.
"Ya mas.... dia biasa mangkal disini....." jawab bapak berkaos merah.
"Kasihan mas...." sambung yang lain.
"Kenapa kasihan mas. Apa yang terjadi? Tadi siang atau sore mas Tono ada penumpang cewek kan mas? Rambutnya panjang, dia mahasiswi kampus ini. Namanya Febi...." tanpa jeda Fian bertanya pada bapak dan mas ojek.
"Ya mas. Tadi mas Tono bawa penumpang. Tapi sebelum sampai tempat tujuan, telah terjadi kecelakaan. Motor yang di naikin mas Tono di tabrak truk rem blong di pertigaan tanjakan Tanah Putih. Kondisi nya masih tak sadarkan diri mas...." mas ojek berjaket biru menjelaskan dengan detail kejadian naas itu.
"Lalu bagaimana kondisi adik saya mas? Berada di rumah sakit mana sekarang...?"  rasa panik dan khawatir akan keadaan Febi membuat sikap tenang Fian berubah dalam hitungan detik.
"Di rumah sakit yang dekat lokasi kecelakaan mas, RS Bhakti Saras. Mungkin masih di IGD nya sekarang...."

Fian hanya bisa diam mematung di depan ranjang tempat adiknya terbaring. Dia tak kuasa melangkah lebih dekat lagi. Hatinya terasa sakit melihat kondisi adiknya bersimbah darah. Seorang perawat datang, meletakkan kedua tangan Febi ke dada. Melihat wajah mungil adiknya hati Fian makin sakit. Di hari biasa dia akan menggoda adiknya karena saat tangan adiknya bersilang di dada itu berarti Febi sedang marah dan merajuk. Tapi melihat kondisi sekarang, hancur hati Fian. Terbayang bagaimana reaksi mama di rumah saat tahu Febi sudah.....
"Permisi...." seorang perawat berjalan di depan Fian. Tangannya menggapai selimut yang menutup dada Febi. Menarik ke atas bermaksud menutup muka adiknya.
"Tunggu sebentar..." kata Fian, "Ijinkan saya melihat adik saya lebih lama lagi..."
Perawat itu mengangguk lalu mundur perlahan. Sebelum pergi perawat itu berkata, "Kami sudah mengusahakan yang terbaik pak. Namun kondisi pasien..... sudah tak dapat tertolong saat tiba..."
"Febiiii......." Fian tak dapat lagi menahan airmatanya. Adik tersayangnya. Adik satu-satunya yang paling dia sayangi telah pergi untuk selamanya. Masih dengan terisak Fian menarik selimut lalu menatap wajah adiknya untuk yang terakhir kali.
Selamat jalan Febi. Semoga bahagia bersama ayah di surga...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun