Mohon tunggu...
MOH. FAUZAN AL F
MOH. FAUZAN AL F Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA S-1 KIMIA UNIVERSITAS AIRLANGGA

HOBI MENULIS ARTIKEL DAN BERITA TERKINI

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kenaikan PPN 12%: Berkah untuk Negara atau Beban Baru Bagi Rakyat?

23 Desember 2024   05:30 Diperbarui: 23 Desember 2024   05:29 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kenaikan Pajak Membuat Rakyat Menjerit?

Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan mulai diberlakukan di Indonesia pada 1 Januari 2025 menjadi topik diskusi hangat di kalangan masyarakat, ahli ekonom, dan pelaku usaha khususnya UMKM. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan menjaga stabilitas fiskal. Dalam situasi ekonomi global yang penuh ketidakpastian, pemerintah merasa perlu untuk memastikan ketersediaan dana yang cukup guna mendukung berbagai program pembangunan nasional.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, "bahwa kenaikan PPN ini akan diterapkan secara selektif dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai kelompok masyarakat. Barang dan jasa yang dikategorikan sebagai kebutuhan dasar seperti sembako, pendidikan dasar, dan layanan kesehatan esensial akan tetap dibebaskan dari PPN." Di sisi lain, barang-barang yang dianggap sebagai kebutuhan mewah, seperti daging sapi premium, beras premium, buah impor, dan layanan pendidikan atau kesehatan berkelas premium, akan dikenakan tarif baru sebesar 12%. Pendekatan ini diambil untuk melindungi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, sekaligus meningkatkan kontribusi dari kelompok masyarakat dengan kemampuan ekonomi lebih besar.

Pendapat Para Ahli Ekonom, Terkait Kenaikan PPN 12% 

Rencana kenaikan ini tidak lepas dari pro dan kontra khususnya diberbagai platform media sosial. Sebagian ahli ekonom dan pengamat menilai bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Meskipun kebutuhan pokok dibebaskan dari PPN, barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya seperti sabun, deterjen, pakaian, dan produk rumah tangga lainnya tetap akan mengalami kenaikan harga karena terkena tarif PPN 12%. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memengaruhi pola konsumsi masyarakat dan menghambat laju pemulihan ekonomi yang saat ini masih berproses pasca-pandemi. Kondisi ini bukan hanya sekedar naik 1% tetapi jika dihitung persentase selisih kenaikan harga barangnya mencapai 9,09% dari harga sebelumnya. Jika dihitung secara matematis sebagai berikut.

Harga Barang dengan PPN 11%

PPN = 11% Rp100.000 = Rp11.000

Total Harga = Rp100.000 + Rp11.000 = Rp111.000

Harga Barang dengan PPN 12%

PPN = 12% Rp100.000 = Rp12.000

Total Harga = Rp100.000 + Rp12.000 = Rp112.000

Kenaikan Harga Akibat PPN

Kenaikan = Rp112.000 - Rp111.000 = Rp1.000

Persentase Kenaikan = (Rp1.000 / Rp111.000) 100 0,9%

Hal ini tentu akan berdampak signifikan terhadap produk dalam negeri yang mungkin bagi sebagian orang dianggap sepele tetapi kenaikan 1% ini akan sangat berpengaruh.

Dampak Pada Pasar Ritel dan Pelaku Usaha

Sementara itu, para pelaku usaha di sektor perdagangan dan ritel juga mengkhawatirkan dampak dari kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa kenaikan PPN dapat memengaruhi perilaku belanja konsumen, terutama di segmen menengah ke bawah yang sangat sensitif terhadap perubahan harga. Untuk itu, pelaku usaha berharap adanya sosialisasi yang lebih intensif dari pemerintah terkait implementasi kenaikan tarif ini. Selain itu, mereka juga meminta agar kebijakan transisi atau insentif tertentu diberikan guna membantu bisnis beradaptasi dengan perubahan.

Peningkatan tarif PPN ini juga menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tarif PPN tertinggi di kawasan ASEAN, sejajar dengan Filipina. Negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand memiliki tarif PPN yang lebih rendah, masing-masing sebesar 6% dan 7%. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terkait daya saing ekonomi Indonesia, terutama di sektor perdagangan dan investasi. Namun, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini diperlukan untuk memperluas basis penerimaan pajak sekaligus menjaga keberlanjutan pembangunan.

Di sisi lain, pemerintah telah menyiapkan berbagai kebijakan mitigasi untuk mengurangi dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat dan pelaku usaha. Langkah-langkah tersebut meliputi pemberian insentif fiskal bagi sektor-sektor tertentu seperti properti dan otomotif, pengurangan tarif listrik hingga 50% untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, serta pembebasan pajak penghasilan bagi karyawan di sektor padat karya dengan gaji di bawah Rp10 juta per bulan. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk memastikan bahwa tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN akan digunakan secara efektif dan transparan untuk mendanai program-program yang langsung berdampak pada masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Penerapan kebijakan ini juga didukung dengan penguatan sistem administrasi pajak. Pemerintah berencana untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum dalam pengumpulan pajak guna mencegah kebocoran penerimaan. Langkah ini diharapkan tidak hanya meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran negara tetapi juga memberikan rasa keadilan bagi para wajib pajak. Kebijakan kenaikan tarif PPN ini juga menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya membayar pajak. Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menekankan bahwa pajak merupakan tulang punggung keuangan negara yang berkontribusi langsung pada pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan kesehatan. Dengan demikian, kenaikan PPN diharapkan tidak hanya meningkatkan penerimaan negara tetapi juga mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Implementasi Kebijakan Kenaikan PPN 12% 

Meskipun demikian, implementasi kebijakan ini tetap memerlukan pendekatan yang hati-hati. Pemerintah perlu memastikan bahwa komunikasi dengan masyarakat dan pelaku usaha berjalan dengan baik. Edukasi terkait manfaat kenaikan PPN dan bagaimana penerimaan tambahan tersebut akan digunakan perlu disampaikan secara jelas. Selain itu, pengawasan terhadap distribusi barang dan jasa yang terkena tarif PPN baru juga harus dilakukan untuk menghindari spekulasi harga yang merugikan konsumen.

Salah satu aspek yang menjadi perhatian utama adalah dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi. Ekonom memperkirakan bahwa kenaikan tarif PPN dapat mendorong kenaikan harga barang dan jasa, meskipun dampaknya cenderung terbatas jika dibandingkan dengan kenaikan harga bahan bakar atau komoditas strategis lainnya. Pemerintah perlu memastikan bahwa mekanisme pengendalian inflasi, seperti menjaga stabilitas pasokan barang dan jasa, dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, kerjasama antara pemerintah, Bank Indonesia, dan sektor swasta menjadi sangat penting. Dalam jangka panjang, keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada efektivitas pelaksanaannya. Pemerintah perlu memastikan bahwa tambahan penerimaan negara dari kenaikan PPN benar-benar digunakan untuk mendanai program-program yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain itu, transparansi dalam pengelolaan anggaran dan pengawasan yang ketat terhadap implementasi kebijakan menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat.

Sebagai kesimpulan, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan langkah strategis yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dan menjaga stabilitas fiskal. Namun, kebijakan ini juga menuntut pendekatan yang seimbang antara kepentingan fiskal dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dengan pengelolaan yang tepat, komunikasi yang efektif, dan mitigasi dampak yang baik, kenaikan PPN ini diharapkan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi perekonomian Indonesia. Dengan latar belakang dan rencana implementasi seperti ini, masyarakat dan pelaku usaha diharapkan dapat bersiap menghadapi perubahan yang akan datang. Bagaimana kebijakan ini diterima dan dilaksanakan akan menjadi ujian besar bagi pemerintah dalam memastikan bahwa peningkatan tarif PPN benar-benar memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan negara.

Penulis : MOH. FAUZAN AL FAROBI MAHASISWA KIMIA UNIVERSITAS AIRLANGGA, SURABAYA

Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat menonton video berikut yang memberikan penjelasan lengkap tentang dampak dan pelaksanaan kebijakan kenaikan PPN:

https://www.youtube.com/watch?v=u7Z0a_ru4KE&pp=ygURZGV0aWsuY29tIHBwbiAxMiU%3D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun