Dalam waktu yang relatif singkat, beliau akhirnya dapat menyesuaikan diri pada masyarakat setempat baik dalam menghadiri upacara-upacara perkawinan maupun acara-acara lainnya. Bahkan beliau menjadi juru damai apabila menemui masyarakat yang berselisih, hingga beliau terkenal dan disegani oleh masyarakat sekitarnya.
Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "Tabib" bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai "Paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Aktivitas pertama yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim dalam berdakwah saat itu adalah berdagang dengan membuka warung yang menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, beliau pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa atau Cempa.
Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Beliau merangkul masyarakat bawah atau kasta yang disisihkan dalam komunitas Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat di sekitar, yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Pertama-tama yang dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim adalah mendekati masyarakat melalui pergaulan dan berdagang. Budi bahasa yang ramah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan yang hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam.
Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam. Melalui berdagang beliau dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegbeliautan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura.
Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren di daerah itu, yang merupakan kawah condrodimuko bagi estafet perjuangan agama Islam di masa-masa selanjutnya. Hingga kini makamnya masih diziarahi oleh jutaan muslim dari berbagai daerah di nusantara. Khusus setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal. Pada acara haul itu dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur yang bernama harisah. Bubur harisah, menu berbahan dasar gandum, daging kambing berpadu rempah-rempah ini menjadi menu khas makam-makam wali yang ada di Gresik, tak terkecuali di makam Maulana Malik Ibrahim.