Mohon tunggu...
Yupiter Sulifan
Yupiter Sulifan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pendidik di sekolah lanjutan atas negeri di Sidoarjo

Seorang pendidik yang minat di dunia pendidikan, fotografi, lingkungan, kesehatan, sejarah, agrobis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Napak Tilas Kewalian Gus Miek

25 Maret 2022   09:25 Diperbarui: 25 Maret 2022   09:30 1804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peziarah sedang melihat keadaan makam Gus Miek beserta istri (foto dokumentasi pribadi)

Makam Gus Miek adalah tujuan akhir dari perjalanan napak tilas saya dan teman-teman grup WA Khotmil Quran Smanita, 19 Maret lalu. Kepada Kompasianer, saya akan sajikan secuil dari sekian ratus destinasi wisata religi di Jawa Timur adalah makam KH. Hamim Djazuli atau lebih dikenal dengan Gus Miek.

Penulis disamping kompleks makam Gus Miek dan Bu Nyai Lilik (foto dokumentasi pribadi)
Penulis disamping kompleks makam Gus Miek dan Bu Nyai Lilik (foto dokumentasi pribadi)

Gus Miek lahir dalam keluarga pesantren di Ploso, Kediri, Jawa Timur, pada 17 Agustus 1940 dan meninggal pada 5 Juni 1993 di Surabaya. Beliau lahir dari pasangan KH. Jazuli Usman dan Radliyah.

Keunikan (atau saya menyebutnya sebagai tanda ke-wali-an) Gus Miek sudah terlihat sejak kecil. Beliau tidak suka banyak bicara, suka menyendiri, dan ketika berjalan beliau selalu menundukkan kepalanya.

Awalnya Gus Miek disekolahkan oleh ayahnya di Sekolah Rakyat, namun tidak tamat karena sering bolos. Saat berusia 9 tahun, Gus Miek sudah sering mengunjungi berbagai Kyai Sufi. Beberapa kiai yang dikunjunginya adalah KH. Mubasyir Mundzir Kediri, Gus Ud (KH Mas'ud) Pagerwojo -- Sidoarjo, dan KH. Hamid Pasuruan.

Kebiasaan Gus Miek keluar rumah membuat orang tuanya resah. Akhirnya ayahnya meminta untuk belajar di Lirboyo Kediri, di bawah asuhan KH. Machrus Ali yang kemudian begitu gigih menentang tradisi sufinya.

Di Lirboyo, Gus Miek hanya bertahan 16 hari, lalu kembali ke Ploso. Menyadari orang tuanya resah karena kepulangannya, Gus Miek justru menggantikan seluruh pengajaran Al-Qur'an ayahnya, termasuk mengajarkan kitab Ihya Ulumiddin.

Pada usia 14 tahun, Gus Miek pergi ke Magelang, belajar di KH. Dalhar Watucongol, mengunjungi Mbah Jogorod Gunungpring, KH Arwani Kudus, KH Azhari Lempuyangan, KH. Hamid Kajoran dan Mbah Benu Yogyakarta.

Setelah itu, Gus Miek kembali ke Kediri di Ploso, tempat pesantren ayahnya berada. Gus Miek kemudian menikah namun tidak bertahan lama.

Saat ini Gus Miek sudah sering pergi melaksanakan dakwah budayanya di berbagai daerah, mengunjungi berbagai guru sufi dan mendapat ijazah berbagai wirid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun