Life without vision is drudgery.Â
Vision without action is but an empty dream.Â
Action guided by vision is joy and the hope of the earth.
Pepatah kuno diatas tertulis di halaman sebuah gereja di Inggris yang masih relevan pesan yang disampaikan dalam kehidupan sebuah organisasi. Dengan terjemahan bebas adalah "hidup tanpa visi adalah pekerjaan membosankan, visi tanpa tindakan hanyalah mimpi kosong, dan tindakan yang dipandu oleh visi menjadi kegembiraan  dan harapan untuk dunia"
Sebuah pesan abadi  yang menjelaskan dan menegaskan bahwa harapan dan impian untuk masa depan merupakan apa yang membuat orang terus maju, bertumbuh dan berkembang. Tanpa visi maka hidup akan menjadi kacau balau, tidak jelas arah dan juntrungannya.
Perhatikan kisah klasik tentang si buta berikut ini dan dapatkan wawasan tentang pentingnya visi sebagai jendela menuju dunia yang mungkin tidak dilihat oleh para pengikutnya kecuali sang pemimpin itu sendiri.
Kisah Si Buta:
Seorang pria buta dibawa ke rumah sakit. Dia mengalami depresi dan sakit parah. Dia berbagi kamar dengan pria lain, dan suatu hari bertanya, ''Apa yang terjadi di luar?'' Pria di tempat tidur yang lain menjelaskan secara rinci tentang sinar matahari, angin kencang, dan orang-orang yang berjalan di sepanjang trotoar.
Keesokan harinya, orang buta itu kembali bertanya, ''Tolong beritahu saya apa yang terjadi di luar hari ini.'' Teman sekamarnya menjawab dengan cerita tentang aktivitas di taman seberang, bebek-bebek di kolam, dan orang-orang yang memberi makan mereka.
Hari ketiga dan setiap hari berikutnya selama dua minggu, orang buta itu bertanya tentang dunia luar dan orang itu menjawab, menggambarkan pemandangan yang berbeda. Orang buta itu menikmati cerita-cerita ini, dan dia menjadi senang belajar tentang dunia yang terlihat melalui jendela.
Kemudian teman sekamar orang buta itu keluar dari rumah sakit. Seorang teman sekamar baru masuk, dia seorang pengusaha berpikiran keras yang merasa tidak enak, namun ingin menyelesaikan pekerjaannya. Keesokan paginya, si buta berkata, "Maukah Anda memberi tahu saya apa yang terjadi di luar?" Pengusaha itu merasa tidak enak badan, dan dia tidak ingin diganggu untuk bercerita kepada si buta. Jadi dia menjawab dengan tegas, ''Apa maksudmu? Saya tidak bisa melihat ke luar. Tidak ada jendela di sini. Itu hanya tembok."
Pria buta itu kembali mengalami depresi, dan beberapa hari kemudian keadaannya memburuk dan dipindahkan ke perawatan intensif.
Para pemimpin tidak hanya memanfaatkan impian masa depan, tetapi mereka harus bertindak untuk membuat perbedaan nyata, mereka menghubungkan impian tersebut dengan tindakan strategis.
Visi harus diterjemahkan ke dalam tujuan, sasaran, dan rencana spesifik sehingga karyawan tahu bagaimana bergerak menuju masa depan yang diinginkan.
Seorang pemimpin harus menyadari bahwa dia mempunyai peran kunci sebagai Social Architect, yang merancang bagaimana pola relasi diantara seluruh karyawan yang menjadi sebuah kekuatan pendorong terwujudnya mimpi dan cita-cita serta target yang diharapkan.
Inilah 3 kunci utama bagi seorang pemimpin menjalankan perannya sebagai Arsitek Sosial dalam sebuah organisasi, baik perusahaan maupun organisasi sosial.
- Creating vision dan Strategic Direction
- Shaping Culture dan Values
- Leading Change
1. Menciptakan Visi dan Arah Strategis
Apa jadinya kehidupan tanpa visi? Apa yang terjadi dalam sebuah perusahaan tanpa visi yang terang benderang? Orang tidak akan faham mengapa dia melakukan sesuatu, untuk apa bekerja, dan sampai kapan dia harus bekerja dan seberapa keras dan kuat serta lama bekerja?
Namun, dengan sebuah rumusan visi yang jelas, terang dan tegas maka semua orang, seluruh sumber daya yang dikelola berada dalam suatu harmoni kehidupan yang terus bekerja, bergerak maju, bertumbuh menuju sebuah mimpi dan harapan masa depan yang lebih baik.
Seorang pemimpin harus mampu merumuskan dan mengeksekusi visi itu secara tepat dalam situasi yang terus berubah. Harus ada harmonisasi yang proporsional antara visi dan tindakan.Â
Yang terbaik adalah ketika pemimpin memiliki visi yang tinggi dan jauh kedepan dan diikuti tindakan yang kuat, cepat dan fleksibel pemimpin akan disebut sebagai "The Effective Leader".
Disinilah setiap pemimpin itu berbeda: (i) ada pemimpin yang disebut The Dreamer, visinya sangat tinggi tetapi no action, (ii) ada pemimpin tergolong The Uninvolved, visinya lemah dan tindakannya juga lemah, (iii) ada pemimpin yang disebut The Doer dimana visinya tidak jelas tetapi tindakannya sangat tinggi dan menggebu-gebu, sibuk sana-sini tetapi tidak jelas arahnya. Â
2. Membentuk Budaya dan Nilai
Kunci kedua yang harus dilakukan seorang pemimpin sebagai Arsitek Sosial dalam organisasi adalah membentuk budaya dan sistem nilai dalam perusahaan agar semua orang dan karyawan berada dalam satu engagement serta cohesiveness yang kuat menjadi tim solid untuk mewujudkan visi dan misi organisasi.
Beragam kajian dan hasil penelitian menetapkan bahwa corporate culture merupakan salah satu kunci kekuatan sebuah perusahaan yang berada dalam kontrol pemimpin yang harus terus menerus dirawat dan dikembangkan seturut dengan dinamika perubahan yang terus terjadi. Sebagai salah satu sumber kekuatan perusahaan, budaya perusahaan akan menjadi kunci mengambil peluang yang tersedia.
Kendati tidak mudah membangun budaya dan sistem nilai yang kuat dalam sebuah organisasi, tetapi inilah yang harus disadari seorang pemimpin sebagai Arsitek Sosial dalam organisasi.Â
Hasil penelitian menunjukkan, dibutuhkan waktu yang memadai (mungkin lama) agar budaya organisasi mencapai level tertingginya. Yaitu ketiga semua karyawan memiliki engagement yang tinggi, saling membutuhkan dan tidak mau berpisah dengan organisasinya.
3. Memimpin Perubahan
Leading change, memimpin perubahan menjadi klimaks dari seluruh tugas utama seorang pemimpin untuk menjadi efektif dan mampu mewujud-nyatakan mimpi, harapan dan tujuan perusahaan. Memimpin perubahan sungguh-sungguh tidak mudah, karena perusahaan berada dalam lingkungan dan hantaman perubahan yang terus menerus terjadi.
Perusahaan yang tidak siap menghadapi perubahan yang terjadi akan menghadapi masalah, bahkan bisa hancur berantakan kalau pimpinan salah berhitung dampak yang dihadapi akibat dari perubahan ini.
Gempuran pandemi Covid-19 selama hampir 3 tahun menjadi bukti nyata ketidaksiapan banyak perusahaan menghadapi perubahan, sedemikian rupa sehingga mereka harus tutup, gulung tikar dan riwayatnya tamat. Sebagian bisa bertahan dan malah bisa memanfaatkan perubahan yang ada sebagai peluang bisnis untuk teru bertumbuh.
Seorang pemimpin harus mampu mengantisipasi perubahan yang tidak terduga dengan memperkuat perusahaan secara internal, tetapi juga menetapkan beragam strategi, exit strategy ketika dunia berubah dengan cepat.
Memimpin perubahan berarti mengelola ketidakpastian untuk memastikan gerak-gerik perusahaan agar tetap bisa melaju dan berlayar ditengah ombak dan gelombang badai sekalipun, hingga tiba di tujuan akhir, mimpi dan harapan.
Yupiter Gulo, 22 Agustus 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H