Konsumen sudah harus bayar, tetapi pada umumnya kebersihannya minta ampun deh. Kotor, air tidak tersedia memadai dan higiens, bau dan tidak nyaman. Ini kondisi umum, sangat mungkin ada beberapa yang  bersih, tetapi kesan umum tidak baik sehingga konsumenpun menggunakannya hanya karena terpaksa kebelet atau alasan lain.
Bagi saya ini, ini menjadi berita penting karena kondisi toilet itu menjadi cerminan budaya manajemen dari semua perusahaan maupun jaringan perusahaan. Di level atas nampak baik-baik, bersih-bersih saja, tetapi menuju ke level bawah tidak seindah dan sebersih serta sewangi level para manajemen puncak yang tampil bak profesional serba wah...
Harusnya, profesionalisme dan kehandalan serta kefektifan manajemen dan kepemimpinan diukur dan tercermin dari level yang paling bawah, yaitu TOILET. Mengapa, karena urusan toilet sebetulnya berurusan dan berhadapan langsung dengan pelanggan, konsumen yang harus dilayani sebagai RAJA.
Sebab konsumen sudah membayar dengan membeli BBM, belanja di toko kelentongan dan beraga, penawaran yang ada disitu, seperti ditutukan oleh Erick Thohir, sehingga harusnya konsumen terbebas dari semua beban tambahan seperti toilet, parkir, dan beragam pungli lainnya.
Saya pikir, Menteri Erick Thohir sudah memberikan instruksi yang sangat jelas, sederhana, konkrit, lugas dan disaksikan oleh seluruh publik negeri ini. Apakah Direksi Pertamina akan memiliki respons yang lebih cepat dibandingkan dengan sang menteri? Atau akan habis ditelan oleh prosedur, SOP, rencana dan waktu? Mari kita saksikan bersama-sama.
Apakah budaya manajemen toilet akan segera dihapus dan digantikan dengan budaya manajemen yang baru? Itupun harus disaksikan oleh publik sebagai konsumen langsung dari SPBU Pertamina dan jaringannya.
YupG, 23 November 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H