Mungkin saja semua pegawai memiliki target atau ukuran kinerja, tetapi coba cek dengan cermat, umumnya itu hanya ada di atas kerja saja, dan baru diperiksa sekali setahun, itu pun setelah tahun buku berjalan lewat. Praktis tidak ada proses perbaikan apalagi peningkatan dan pengembangan yang dibutuhkan.
Dalam salah satu hasil penelitian mereka, ahli manajemen senior, Lutham dan Locke (1979) menegaskan bahwa karyawan yang memiliki target menantang akan bekerja lebih baik dari pada pegawai yang memiliki target rendah dan mudah untuk dicapai.
Di sinilah kunci simpulnya, yaitu target yang menantang. Artinya, selama ini, hampir semua karyawan tidak memiliki, tidak merasa memiliki target yang menantang. Akibatnya, mereka bekerja biasa-biasa saja. Sedemikian rupa, sehingga kalau perlu mereka juga melakukan perkerjaan lain-lain yang tidak berghubungan dengan pekerjaan utamanya. Akibatnya, tidak fokus, malah menyalahgunakan kewenangan yang diberikan.Â
Inilah manfaatnya kalau karyawan ditetapkan target kinerja yang menantang dalam bekerja:
- Target yang sulit tetapi dapat dicapai, dipastikan akan menjadi faktor pendorong bagi karyawan untuk meningkatkan tantangan dalam bekerja.
- Target harus spesifik atau khusus menjadi mudah bagi karyawan untuk memperjelas apa yang diharapkan untuk diwujudkannya. Semakin detail spesifikasi target akan menjadi mudah mewujdukannya. Sebaliknya, kalau tidak spesifik maka agak susah mewujudkannya.
- Karyawan membutuhkan feedback atas capaian yang diwujudkannya, sekaligus sebagai konfirmasi serta pengakuan dan penghargaan dari manajemen atas kinerja si pegawai.
- Si pegawai dapat membuat perbandingan kinerjanya dengan masa lalu. Ini penting untuk meyakinkan atas capaiannya. Bila tercapai maka dia akan terus mempertahankan. Bila belum maka menjadi faktor pendorong untuk terus melanjutkan perjuangannya. Bahkan, capaian pegawai bisa dibandingkan dengan karyawan lain, untuk mendorong kompetisi yang sehat bagi masa depan karyawan dan juga perusahaan.
Merancang dan menetapkan target capaian seorang karyawan hanya mungkin efektif dan berhasil kalau dilakukan secara benar dan tepat. Bukan sepenuhnya diserahkan kepada si karyawan, atau hanya si manajemen sendiri yang menetapkan. Tidak bisa lagi demikian, sebab justru cara inilah yang menjadi penyakit selama ini dalam perusahaan atau organisasi.
Harusnya melibatkan dua pihak, baik si karyawan maupun si manajemen, paling tidak si manajer sebagai atasan langsung dari si karyawan.Â
Karyawan memiliki kepentingan untuk mencapai yang terbaik dan si manajer juga berkepentingan karena target bawahannya akan menentukan capaian atau kinerja si manajer.
Jadi, sesederhana itu jadi, yaitu mereka harus duduk bersama sama membicarakan, membahas dan menetapkannya. Tidak hanya sesekali, di awal tahun buku, tetapi sepanjang tahun proses pekerjaan itu berlangsung. Di dalamnya ada proses review, ada proses koreksi dan revisi, dan ada usaha memberikan support terhadap setiap kesulitan yang dihadapi.Â
Bila demikian caranya, harusnya tidak ada masalah yang pelik lagi. Karena problem tidak akan muncul karena sudah bisa diantisipasi sebelum masalah itu muncul. Pun tindakan mitigasi sudah jauh-jauh hari dikerjakan.
Kalaupun muncul problem yang serius, bisa jadi penyebabnya adalah faktor-faktor yang uncontrolable karyawan itu sendiri. Namun kejadian seperti ini relatif terjadi, kalau pun tetap muncul, dapat ditekan tingkat risikonya dengan membaca indikator-indikator sebelumnya.