Siapa yang bilang bahwa pernikahan itu mudah dan indah? Jangan langsung percaya dengan kisah-kisah yang begitu amat klise yang belum teruji tentang hidup pernikahan dalam sebuah keluarga. Sebab sesungguhnya, di dalam pernikahan itu ada begitu banyak "ranjau" dan "binatang buas" yang selalu mengancam.
Dulu saya mempunyai seorang guru dan nasehatnya kepada anak-anak muda yang hendak menikah sangat popular untuk dua hal, yaitu:
Pertama, keindahan lahirian, fisik, wajah dan bentuk tubuh atau kecantikan itu usianya hanya sekitar dua tahun saja.
Artinya, setelah dua tahun menikah, yang akan keluar dari setiap pasangan adalah karakter aslinya. Bisa saja fisik sangat aduhai dan cantiknya bak bintang film, tetapi karakternya buruk. Yang awet adalah karakter kedua pasangan.
Kedua, memasuki pernikahan itu ibarat menuju sebuah pantai di pulau kebahagiaan. Segalanya serba indah, harum dan menawan sehingga bisa terus bermain-main di pantai.
Akan tetapi setelah memasuki pulau itu, maka di dalamnya ada beragam binatang yang akan dijumpai. Ada beragam binatang dan tumbuhan serta makhluk hidup lainnya. Mulai dari yang jinak, baik sampai kepada yang liar dan memakan siapa saja.
Apabila pasangan ini tidak menyadarinya, dan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan mengelola keadaan yang dihadapi, sangat mungkin pernikahan mereka akan hancur berkeping-keping.Â
Kalaupun tetap bertahan, sangat mungkin sepanjang perjalanan penuh dengan onak dan duri alias penderitaan tiada akhir, dan kebahagiaan yang semula dibayangkan betul-betul hanya mitos belaka.
Menikah itu Unik: Bersatu dalam Perbedaan Hakiki
Itulah sesungguhnya pentingnya persiapan sebuah pernikahan sebelum itu betul-betul dieksekusi oleh pasangan. Paling tidak menyadari tentang makna pernikahan dan keluarga itu, baik secara teknis dan terlebih secara filosofis eksistensi kehidupan yang dimiliki. Karena keduanya itu mempunyai konsekuensi yang tidak boleh dianggap remeh, bahkan hal sekecil apapun, harus sungguh-sungguh diperhitungkan.
Ini hal kecil tetapi dampaknya sungguh sangat besar dan dahsyat. Memahami hal kecil ini menjadi pondasi sangat kuat untuk membangun pernikahan dan keluarga yang kuat. Yaitu dua orang pasangan menikah, memiliki dua kepribadian yang berbeda, tidak sama, dan tidak boleh disamakan, apalagi dipaksakan sama untuk melebur.
Artinya, saling memahami kepribadian masing-masing dan bukan mengubahnya menjadi sama dengan yang lain. Bahwa ada yang "mirip" karakternya, tentu saja itu hal yang baik.
Dalam sebuah buku lawas berjudul Personality Plus, menyimpulkan dua ektrim kepribadian orang, yaitu keras bagaikan batu versus lunak bagaikan kayu. Batu tidak pernah akan berubah menjadi kayu dan kayu pun tidak pernah bisa berubah menjadi batu.
Artinya, dua pasangan ini harus saling memahami secara tepat agar dalam interaksi mereka bisa mengelola secara bijaksana dan tidak pernah memaksakan kehendak.
Masalah hubungan dalam pernikahan di dalam keluarga, sebagian besar bersumber dari ketidakmampuan pasangan memahami karakter dasar pasangannya. Sehingga yang terjadi adalah kecenderungan untuk menuntut dipahami dan bukan memahami, sehingga yang muncul ketidakadilan, ketidakpuasan dan lama-lama setumpuk penyimpangan akan bertumbuh subur dan menjadi lahan konflik yang setiap saat akan meledak bak gunung berapi dan menghancurkan apa saja yang ada disekitanya.
Kata kuncinya adalah mengelola ego dan egoisme masing-masing. Sadari penuh bahwa setelah menikah dan menjadi pasangan, yang ada adalah relasi antar keduanya, dan bukan lagi saya atau dia, tetapi kita, yang disebut pasutri, pasangan suami istri. Dan inilah yang tidak mudah dikelola. Karena masing-masing harus mampu mengendalikan dan mengerem nafsu egoisme agar keduanya berada dalam keseimbangan, yang mungkin ini disebut harmonis.
Ambil 3 Langkah Penyesuaian Agar Langgeng
Dengan demikian, maka sebenarnya pernikahan itu merupakan proses penyesuaian tiada akhir dan tanpa batas sampai maut memisahkan pasutri itu sendiri. Lho, koq bisa!?
Karena sepanjang perjalanan relasi dalam pernikahan menghadapi situasi yang berubah, baik secara internal dalam keluarga dan maupun dari pengaruh ekternal yang sangat mengancam.
Oleh karena itu setiap pernikahan -dan, setiap hubungan- menawarkan banyak peluang untuk penyesuaian. Hidup Anda akan berubah. Anak-anak Anda akan tumbuh dewasa. Anda akan berganti pekerjaan. Anda akan pindah rumah atau kota. Anda akan sakit. Hidup ini akan menuntut Anda untuk melakukan penyesuaian yang harus disukai sebab kalau tidak akan sangat melelahkan.
Agar penyesuaian tersebut menjadi efektif, maka Anda harus menjadi tidak egois. Bahkan sesungguhnya, belajar untuk tidak mementingkan diri sendiri merupakan salah satu pelajaran terpenting yang harus terus dijaga, dipelihara dan diajarkan kepada Anda melalui pernikahan Anda, pun ketika anak-anak maupun cucu-cucu sudah meramaikan rumah tangga Anda.
Berikut ini tiga cara yang kita semua bisa lakukan dalam membuat penyesuaian yang membangun dan mendorong setiap usaha yang tidak egois dan penuh kasih sayang dengan pasangan:
1. Pikirkan apa yang dibutuhkan oleh pasangan Anda.Â
Ada pesan bijak yang sangat bagus mengatakan begini : "Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga".
2. Saling tunduk terhadap satu sama lain.Â
Dalam perspektif spiritualitas mendorong dan memanggil pasangan suami istri untuk tunduk terhadap satu sama lain -untuk melepaskan apa yang benar-benar Anda inginkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pasangan Anda. Inilah cara mengelola egosime itu sendiri tidak fokus pada kepentingan sendiri tetapi kepentingan pasangan.
Rasul Paulus di jemaat Efesus pernah menulis dan berkata begini: "Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya".Â
Sungguh nasehat pernikahan yang sangat indah.
3. Lakukan penyesuaian dalam hal-hal kecil.
Stephen R. Covey dalam bukunya best sellernya berjudul "Everday Greateness" (2006) mengupas habis nasehat tentang "sesunggunya dalam setiap hal yang kecil-kecil di setiap hari kehidupan kita akan menemukan hal-hal yang besar yang mengubah hidup manusia".
Nasehat Covey ini, yang juga terkenal dengan dua buku lagendarisnya, "The 8th Habit & 7-Habits of Highly Effective People", sangat tepat untuk nasehat menjaga, memelihara dan membangun hidup pernikahan yang langgeng dengan melakukan hal-hal kecil setiap hari, setiap saat tanpa jenuh.
Mungkin itu berupa tiba lebih awal atau pulang lebih larut. Mungkin itu berupa tidur di waktu yang berbeda. Mungkin itu berupa pergi ke restoran atau menonton film yang disukai oleh pasangan Anda. Mungkin itu berupa mendengarkan ketika pasangan Anda membutuhkan Anda untuk mendengarkan, bukan hanya ketika Anda ingin melakukannya.
Cinta sejati diekspresikan melalui keputusan-keputusan sederhana dalam menyesuaikan dan memenuhi kebutuhan pasangan dan perhatian satu sama lain setiap hari bahkan setiap momen yang dimiliki. Dan ini dilakukan sepanjang hidup pernikahan tanpa jeda, tanpa lelah hingga ujung waktu yang memisahkan mereka.
Yupiter Gulo, 12 Juni 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H