Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terungkap Alasan Prof. Arief Budiman Memilih Tinggal di Salatiga

5 Mei 2021   23:16 Diperbarui: 6 Mei 2021   10:09 1210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Arief Budiman, alm | Dok Pribadi

Profesor Arief Budiman sudah meninggal setahun yang silam, tepatnya 23 April 2020, tetapi memori tentang beliau masih terus hidup dan malah semakin digali, terutama tidak saja oleh para mantan murid-murid dan teman sejawatnya, tetapi juga komunitas keilmuan di bidang seni, biduaya, sosial bahkan juga ekonomi dan politik. 

Sejumlah webinar terus bergulir untuk mengenang, merefleksikan dan mendokumentasikan perjalanan eksistensi seorang Arief Budiman yang dianggap sebagai legasi penting bagi komunitas keilmuan Seni Budaya dan Sosial. 

Sebuah tanya yang menarik, mengapa Arief Budiman memilih Salatiga sebagai tempat tinggal sejak pulang dari Amerika Serikat setelah menyelesaikan PhD programnya di Harvard University, dan tidak kembali ke kampus almamaternya di Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 1980?

Pertanyaan ini terungkap dan dijawab dengan gamblang dalam acara Webinar Nasional bertajuk "Arief Budiman Dalam Kenangan" pada Rabu sore 5 Mei 2021 yang digelar  oleh Fakultas Interdisiplin dan FISKOM Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. 

Sebuah acara refleksi yang menghadirkan 4 orang Profesor sebagai nara sumber, yaitu Prof. Melani Budianta dari Universitas Indonesia, Prof. Ariel Heryanto dari Monash University Australia, Prof. Vedi Hadiz dari University of Melbourne, dan Prof. Nico Schulte Nordholt dari University of Twente Netherlands, serta Doktor Kamala Chandrakirana. Dan dipandu langsung oleh Dekan Fakultas Interdisiplin UKSW, Dr. Titi S. Prabawa.

280 orang peserta Webinar | Dok Pribadi
280 orang peserta Webinar | Dok Pribadi
Terasa singkat acara yang berlangsung selama 3 jam non stop dan sangat luar biasa ini karena semua materi nara sumber seakan menyatu dalam sebuah dokumen sejarah tentang perjalanan hidup seorang tokoh Arief Budiman, yang lebih dikenal dengan "musuh" rezim Orde Baru, era Soehato. Dan bagi saya sebagai mantan murid  Arief Budiman mereview habis benang merah eksistensi pemikiran dan perjuangan Arief Budiman hingga akhir hayatnya. 

Ada alasan utama mengapa Arief tidak tinggal di Jakarta dan melanjutkan perjuangan dan karir akademik, seni dan budayanya. Dan  malah pergi ke desa kecil di kaki gunung Merbabu yaitu di kampus UKSW Salatiga Jawa Tengah. 

Pertama, kota Jakarta tidak sesuai lagi dengan apa yang dibayangkan dan diinginkan oleh Arief Budiman. 

Ketika menginjak kota Jakarta sekembali dari AS, dia kaget luar biasa dan merasa asing sama sekali dengan kemajuan yang dicapai selama ini. 

Dia merasa ada yang hilang dari Jakarta ini. Dan dia merasa perlu mencari apa yang hilang itu. Dan karenanya dia memutuskan untuk tidak tinggal di kota kelahirannya Jakarta.

Prof. Melani Budianta | Dok Pribadi
Prof. Melani Budianta | Dok Pribadi
Kesimpulan pertama ini, tercemin dari narasi yang dibungkus dengan sangat rapi, padat, mengalir sederhana tetapi tuntas dan komplit dalam video Prof. Melani Budianta yang melihat dalam garis sejarah perjuangan seorang Arief Budiman sejak masih mahasiswa di UI sebagai seniornya. 

Ini bukan main-main, karena bisa ditemukan jejak ini dalam rangkaian tulisan Arief Budiman, baik buku maupun artikel-artikel di koran dan dimajalah.

Kedua, Arief Budiman memilih Salatiga, tepatnya memilih UKSW yang ada di Salatiga untuk melanjutkan perjalanan karir akademiknya karena UKSW memiliki lembaga yang dikenal dengan LPIS (Lembaga Penelitian Ilmu Sosial) yang sangat cocok dengan passion keilmuan Arief Budiman. 

Alasan kedua ini, sangat menarik dan bahkan baru saja terungkap pada webinar nasional ini.

 Melalui Prof. Nico lah terungkap mengapa Arief harus memilih UKSW Salatiga tempat berkarir. 

Sebelum kembali ke Indonesia, Arief bertanya kepada Prof. Clifford Geerd (salah seorang guru besar Arief Budiman di Harvard University) dan dijawab : "agar Arief bekerja di UKSW Salatiga karena mereka memiliki LPIS dan mempunyai "Jurnal" bernama Tjakrawala", demikian dikisahkan kembali Nicolas. 

Ketiga, mengapa UKSW menerima seorang Arief Budiman yang memiliki latar belakang yang agak ekstrim waktu itu? 

Alasan ini menjadi bagian dari cerita Prof Nico pada alasan kedua yang juga jauh lebih menarik lagi.

Prof. Nico Schulte Nordhotl | Dok Pribadi
Prof. Nico Schulte Nordhotl | Dok Pribadi
Kembali dikisahkan oleh Prof Nico bahwa setiba di Jakarta dari AS, Arief Budiman langsung ke kota Salatiga menemui Pdt. Dr. Sutarno, Rektor UKSW kala itu. 

Dia naik bus malam dari Jakarta ke Salatiga, langsung menghadap Dr. Sutarno, dengan celana jeans, bukan pake sepatu, hanya baju t-shirt, dan sebuah ransel. Dan bertanya ke Rektor UKSW "apakah saya boleh menjadi pengajar di UKSW?". Dan Sutarno pun menyetuji, bahkan pagi itu langsung diatur untuk memulai bekerja.

https://www.youtube.com/watch?v=s5kKpP3lsLQ
https://www.youtube.com/watch?v=s5kKpP3lsLQ
Prof. Nico menjelaskan bahwa Arief Budiman diterima karena dia memiliki kesungguhan dan sikap yang sangah rendah hati dan sederhana walaupun dia seorang lulusan PhD dari sekolah terhebat di AS. 

Arief diterima karena memang UKSW sudah memiliki oreintasi inklusif dan terbuka dengan tokoh sekaliber Arief Budiman.

Dan dikemudian hari kita bisa menyaksikan bahwa Arief Budiman memilih tetap tinggal di kota Salatiga, bahkan membangun rumah tinggalnya di kota Salatiga. 

Walaupun dalam perjalanan karirnya, beliau harus keluar dari UKSW dan pindah ke Australia menjadi guru besar pada Univeristas Melbourne di Australia. 

Tetapi dia tetap menjadi warga kota Salatiga. Bahkan ketika beliau sakit-sakitan dan sudah emeritus hingga meninggal dia tetap bersama dengan istrinya di rumah tinggal mereka di Salatiga.

Prof. Arief Budiman telah menjadi sebuah ikon pada masa Orde Baru dan menjadi referensi dalam banyak diskusi dan dinamika menyangkut bidang kajian dan profesinya.

 Jejaknya masih hidup, sebagai akademisi sangat banyak buku, tulisan dan hasil-hasil penelitian yang tersimpan dan terdokumentasi untuk dijadikan referensi bagi generasi berikut.

Prof. Ariel H | Dok Pribadi
Prof. Ariel H | Dok Pribadi
Seperti yang diringkaskan secara sederhana oleh Prof. Ariel Heryanto bahwa Arief Budiman merupakan sosok makhluk langka yang memang lahir dan ada pada zamannya dan menjadi pribadi yang tidak ada duanya. Dia lebih cocok sebagai aktifis dan cendekiawan public ketimbang akademisi profesional yang beriorentasi pada tuntutan pencapaian rating kelembagaan seperti yang sekarang dihadapi oleh pada akademisi di kampus.

Capture Video Narasi Prof Ariel H | Dok Pribadi
Capture Video Narasi Prof Ariel H | Dok Pribadi
Beliau sudah setahun pergi, tetapi legasinya menjadi bahan kajian, inspirasi dan motivasi bagi generasi muda untuk melakukan kajian kajian yang lebih mendalam sesuai dengan konteks yang sedang berubah saat ini.

Yupiter Gulo, 5 Mei 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun