Menjadi seorang leader saat ini tidaklah mudah, apalagi yang masih terus menggunakan pendekatan tradisional dalam menghadapi situasi yang  berubah terus menerus, sangat mungkin akan tersingkir dari arena permainan dan persaingan. Bisa bertahan saja sudah bagus, tetapi sampai kapan hanya bertahan saja? Lama-lama bisa ambruk juga!
Perubahan yang terjadi sejak pandemi Covid-19 menerjang kehidupan global, seakan mengkomfirmasi bahwa revolusi industri 4.0 dan revolusi industri 5.0 sebuah keniscayaan bagi siapa saja yang hendak mempertahankan dan memajukan kehidupan di bumi ini. Dan menuntut kemampuan dan kecepatan proaktif, adaptif, kreatif, inovatif serta agilitif terhadap dunia yang sedang bertransformasi tanpa ampun.
Kuncinya ada di dalam diri seorang pemimpin, dan karenanya leadership style berevolusi yang didorong dengan perubahan mendasar pada paradigma kepemimpinan. Tidak bisa lagi berharap banyak dari pemimpin yang masih tradisional untuk memenangkan permainan masa depan. Karena pendekatan tradisional menganut asumi fatal bahwa lingkungan sekitarnya masih stabil saja, dan bahwasanya juga internal organisasinya masih bisa dikendalikannya.
Disinilah area problematik seorang pemimpin, karena anggapan, asumsi atau paradigmanya itu yang keliru. Ketika paradigma keliru, maka semua tindakan, keputusan kebijakan dan strategi bisnis juga keliru dan organisasi akan menuju ke jurang kehancuran. Sementara fakta-fakta menjelaskan, perubahan lingkungan sekitar organisasi, baik lokal dan terutama dorongan perubahan global berada dalam turbulensi yang sangat dahsyat dan sulit mendeteksi secara akurat baik yang jangka pendek, apalagi jangka menengah dan panjang.
Juga pemimpin sangat keliru besar saat ini kalau menganggap kondisi internal organisasi mampu dikendalikan dengan mudah. Ternyata tidak, karena faktor manusia yang ada di dalam organisasi juga berubah dan mereka sulit dikontrol, terutama ketika diterapkan secara global apa yang dikenal dengan work from home atau WFH. Setelah setahun lebih berlalu, ini sebuah worker culture yang menuntut kebebasan dan fleksibiltas yang sangat tinggi dalam melakukan pekerjaan mereka. Dan Anda pasti paham apa implikasinya ketika pimpinan tidak mampu mengelolanya secara jitu.
Pemimpin VUCA hanya 18%
Sangat tidak sulit memahami substansi perubahan yang dihadapi oleh seorang pemimpin. Dengan menggunaka pendekatan VUCA yang merupakan singkatan dari Volatile, Uncertain, Complex dan Ambigouos. Secara sederhana menegaskan bahwa lingkungan internal dan ekternal yang sedang dihadapi berada dalam kondisi perubahan yang sangat tinggi dan cepat, tidak pasti, rumit dan meragukan nan multi tafsir dalam segala hal.Â
Keadaan ini mengubah persepsi orang tentang waktu dalam berbisnis. Everthing in the same time, same day, real time bahkan quick responce. Pembeli, konsumen dan pelanggan Anda mau membeli kalau perusahaan mampu memenuhi dalam hari yang sama, dan dengan cepat. Bila Anda pernah dan sering menggunakan fasilitas "go food" atau "go send" maka Anda paham maksudnya. Konsumen akan hitung berapa menit pesanannya akan sampai sesuai aplikasi, dan menjadi pertimbangan untuk memilih yang terbaik.
Perusahaan akan bersaing habis-habisan dalam menjawab tuntutan konsumen its everything in the same day, real time and quick responce. Memang, konsumen itu benar-benar harus dilayani karena mereka sesungguhnya raja. Perusahaan harus mampu merebut hati dari sang raja itu sendiri kalau mau tetap eksis.Â
Secara internal organisasi implemntasi VUCA ini dapat dicermati, antara lain, Â ada kecenderungan sangat tajam para karyawan menuntut kerja yang fleksibel dan dimana saja tanpa harus datang ke kantor lagi. Ini sangat beralasan, karena selama satu tahun sejak pemberlakukan WFH telah membuktikan pola kerja yang flixi-time. Pola ini menuntut gaya pemimpin yang berbeda kalau WFO, karena bagi perusahaan yang utama adalah tujuan atau target dapat terpenuhi.
Sesungguhnya VUCA ini bukan hal baru dalam dunia kepemimpinan dan manajemen, sebab sudah sejak tahun 1987 mulai diperkenalkan terutama bila menguliti teori-teori kepemimpinan yang sangat terkenal dari Warren bennis dan juga Burt Nanus, dan bisa ditemukan dalam hampir semua tex-book Leadership (seperti Daft, 2018). Tetapi, implementasi dari VUCA sendiri masih sangat minim di kalangan para pemimpin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara global kurang dari  18% para pemimpin yang memiliki kapasitas dalam menghadapi situasi VUCA. Dengan kata lain, sekitar 82% para pemimpin secara global menjalankan kepemimpinan dengan paradigma tradisional dan menganggap lingkungan stabil adanya. Implikasi dari gap ini bisa menjelaskan mengapa banyak pemimpin gagal. Dan sangat mungkin, para pemimpin yang sukses itu adalah yang sekitar 18% dan mampu memasuki dengan mulus revolusi industri 4.0.
Pemimpin SPINE - Neuroleadership
Beberapa tahun terakhir muncul hasil-hasil penelitian para ahli teori organisasi dan kepemimpinan dan semakin mengkristal tentang munculnya gaya kepemimpinan baru yang dikenal dengan neuroleadership approach yang dianggap mampu menjawab tantangan perubahan yang sedang dihadapi dalam konteks VUCA dalam beragam bentuk penampakkannya. Pendekatan ini menunjuk pada cara kerjanya otak, pikiran dan tubuh manusia dan berfokus pada 5 komponen kunci yaitu SPINE.
Sudah cukup lama EI atau emotional intelligence dianggap jawaban menghadapi situasi yang berubah, tetapi ternyata sudah tidak memadai lagi karena yang dibutuhkan adalah EA atau emotional agility. Para leader tak memadai lagi hanya mampu mengendalikan emosi dan diri sendiri, tetapi justru pro-aktif dan jemput bola habis-habisan dari setiap orang yang menjadi stakeholders organisasi.Â
Pemimpinpun harus melayani karyawannya, terus menghargai orang lain dan tentu saja yang namanya otoriter sudah tidak ada tempatnya dalam menghadapi era disrupsi, nan agiles dan sarat dengan ambigus dan ketidakjelasan. Sebab setiap orang memiliki kesadaran dan interpertasi tentang apa saja yang sangat mungkin berbeda dengan yang pemimpin miliki. Nah, mempertemukannya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Gagal mempertemukan pemahaman, artinya pintu kegagalan sudah terbuka lebar dan ini tentu tidak bole terjadi.
Ubah Paradigma 2021
Saatnya ini bukan lagi mempedebatkan cost and benefit, efisien dan efektif, mana yang utama dan mana yang genting. Sebab semua itu menjadi sesuatu yang given bagi semua orang. Semua yang sifatnya tradisional menjadi hal yang semua orang paham tanpa harus diajarkan. Literasi dalam beragam aspek kehidupan manusia menjadi keniscayaan yang dilakukan dengan beragam sumber tanpa harus membayar dan dengan waktu yang fleksibel.Â
Dunia digital telah mengajarkan semua orang di muka bumi ini untuk belajar sendiri melalui "mbah google". Open univeristy, digital university dan semacamanya telah membuka dunia ini terbuka bagi siapa saja tanpa memandang latar belakang masing-masing. Setiap orang bisa memilih dan memutuskan sesuai kebutuhan dan keadaan masing-masingnya. Demikian beragam sumber bisa menata penawarannya sesuai platform yang diyakini menjadi jawaban kebutuhan orang.
Pemimpin harus mempunyai paradigma yang baru yang tidak terjebak dalam detail sempit. Yang dibutuhkan adalah pemimpin bisa menawarkan big picture atau gambar besar dalam bentuk visi dan misi yang menjadi pengikat, perekat seluruh sumberdaya yang ada, baik secara internal maupun secara ekternal. Pemimpin yang tidak terjebak hanya pada satu langkah, satu aspek, satu arah, jangka pendek tetapi comprehension dalam sebuah kanvas besar penuh warna bagaikan pelangi di langit yang biru.
Sebab konteks yang dihadapi pemimpin sudah berubah dan akan berubah terus. Harus ada work design of work management yang tidak lagi melalu  WFO tetapi yang ber-WFH. Dan karenanya harus mengakomodir aspek SPINE-nya, yaitu aspek-aspek spiritual, fisik, intelektual, intuisi dan aspek emosi semua karyawan yang ada dalam sebuah perusahaan.
Tahun 2021 sudah dijalani satu kuartal, dan banyak konfirmasi pentingnya perubahan paradigma dieksekusi secepatnya. Semakin banyak organisasi, pun perusahaan yang mampu eksist dan bahkan meraih banyak peluang kendati ditengah pandemi Covid-19 yang penuh dengan pembatasan. Kemampuan beradaptasi dengan cepat dan agiles menjadi kunci menangkap peluang yang sedang terbuka lebar. Kesempatan terus terbuka, terutama ketika ekonomi global juga bertumbuh signifikan, Hanya para leader yang menerapkan SPINE dalam kondisi VUCA mampu berkibar sebagai pemenang.
Yupiter Gulo, 17 April 2021
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H