Akhirnya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi hasil KLB Partai Demokrat yang diadakan di Deli Serdang,  Sumatera Utara yang memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum baru yang menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sebelumnya sudah dilengserkan oleh KLB yang  berlangsung disana dan membuka babak baru konfrontasi dalam tubuh Partai Demokrat.
Ungkapan "curhat" SBY yang merasa malu dan merasa bersalah karena pernah "merasa berjasa" dan memberikan kepercayaan besar tetapi dianggapnya Moeldoko  mengkhianati kepercayaan itu sungguh terasa aneh dan malah ikut malu-malu'in kedengarannya.
Bagi saya, curhatan SBY sangat memelas dan naif baik anak-anak serta terkesan kuat sedang minta perhatian dan memohon dikasihani. SBY sedang menyajikan kalkulasi dagang nan pamrih semua jasa yang pernah diberikan kepada Moeldoko bahkan menuntut kesetiaan sebagai prajurit.  Mengapa  aneh? karena ini ranah politik  yang seharusnya dilihat dalam perspektif politik tanpa harus bersentimentil ria begitu. Apakah SBY masih belum memahami "kasar"-nya politik di negeri yang pernah dipimpinnya selama 10 tahun?
Ungkapan perasaan malu dan bersalah sungguh menurunkan nilai dan harga seorang SBY yang pernah menjadi orang nomor satu di negeri ini selama dua periode. Dan tidak seharusnya mengurung dan memenjarakan dirinya hanya dalam sebuah partai semacam Partai Demokrat itu yang hanya memiliki suara di parlemen sekitar 7-an % saja. Dia seharusnya duduk manis bercengkeraman dengan Presidein Jokowi untuk memajukan negeri ini dari keterpurukan dan mendukung mimpi Jokowi dan Ma'aruf Amin untuk menjadikan RI ini salah satu negera besar saat Indonesia memasuki HUT ke-100 pada tahun 2045.
Kini SBY merasa malu dan bersalah, bahkan mohon ampun di hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Sebuah ungkapan arogansi yang merasa diri paling benar dalam memimpin negeri ini dan lupa bahwa begitu banyak hal juga yang tidak beres selama memimpin bangsa ini ketika membiarkan tangan-tangan kotor koruptor menggerayangi tanah air nusantara ini. Sungguh menjadi bumerang bagi dirinya sendiri sebagai tokoh bangsa negeri ini.
Kejadian yang sedang dialami oleh SBY bersama AHY dan anak-anaknya dalam tubuh Partai Demokrat, mengingatkan saya bagaimana dulu dia merasa dizoliii oleh salah seorang Presiden di negeri ini selama bertahun-tahun. Walaupun akhirnya Presiden kelima RI itu menunjukkan sikap berbaik hati ketika Ani Yudhoyono meninggal dunia. Â Padahal publik tahu bahwa SBY sempat menikung ditengah kompetisi Pilpres, bahwa justru SBY dulu yang menzolimi bahkan malah "mengkhianati" dan berhasil menjadi Presidein ke-6 sebelum Jokowi.
Koq seperti hukum karma ya!?. Rupanya dunia politik juga sarat dengan hukum karma. Apa yang ditabur akan dituai juga. Apalagi ketika berkuasa, lalu merasa memiliki segalanya. Padahal lupa, bahwa kekuasaan itu hanya sementara. Dan ketika kekuasaan tidak ada ditangan maka kembali menjadi orang biasa yang tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi. SBY sedang mengalami post-power syndrome akut yang sulit disembuhkan, sehingga terus saja merasa diri Presiden bangsa ini.
Atau mungkin seperti yang ditawarkan oleh Max Sopacua kepada Andi Mallarangeng (ketika talkshow) di acara salah satu televisi untuk bergabung saja dengan kepengurusan hasil KLB PD di bawah kepemimpinan Ketua Umum Moeldoko?