Ajakan Presiden Joko Widodo untuk membenci produk asing dan mencintai produk dalam negeri bukan sembarang ajakan apalagi himbauan main-main. Ini serius, bahkan sangat serius kendati mendapatkan pro dan kontra  dan cenderung dipolitisir oleh para politikus. Membenci produk asing merupakan pilihan strategi untuk bisa segera keluar dari jebakan resesi ekonomi yang sudah mulai pertengahan tahun 2020 yang lalu.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 harus menelan pil pahit dengan kontaksi di angka minus 2,07%. Dimana, hanya kuartal pertama saja pertumbuhan ekonomi berada di angka positif, selebihnya negatif, bahkan kuartal kedua sangat dalam anjloknya, dan karenanya kuartal ketiga menjadi pengunci sehingga Indonesia memasuki masa resesi ekonomi.Â
Situasi problematiknya muncul ketika pemerintah menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun 2021 berada di angka 5% bulat, seperti yang tercantum dalam naskah GBHN yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.Â
Ini berarti, kalau memperhitungkan defesit pertumbuhan ekonomi tahun 2020, maka sesungguhnya pertumbuhan ekonomi yang harus dicapai ada di angka 7,02%. Sebuah angka yang sangat super optimistik, dan mungkin agak susah mewujudkannya.
Bahkan seorang pengamat ekonomi senior memprediksi waktu paling cepat 5 tahun kedepan untuk bisa memulihkan ekonomi Indonesia dari resesi yang dialami tahun 2020. Karena hantaman pandemi Covid-19 telah merusak pondasi dasar sistem perekonomian negara.Â
Hal yang berbeda disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memprediksi disekitar 0%, bisa positif sedikit atau malah bisa negatif di bawah 0%. Sementara itu, lembaga studi Indef memprediski pada angka minus 1% pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal-1 tahun 2021.
Satu-satunya andalan yang menjadi basis pertumbuhan ekonomi Indonesia terletak pada konsumsi  masyarakat. Artinya, dengan populasi sekitar 270-an juta masyarakat Indonesia, harusnya lebih dari cukup untuk menjada geliat ekonomi yang berbasis kebutuhan konsumsi.Â
Kalau saja, semua penduduk negeri ini membeli semua produk dalam negeri untuk semua kebutuhannya, maka dipastikan pertumbuhan ekonomi bisa berada diatas angka 0%. Walaupun mungkin tidak tercapai hingga 5%, tetapi psoitif saja sudah bagus.
Persoalan yang dihadapi republik ini adalah masuknya barang-barang import dari luar negeri, seperti produk dari Cina yang terus saja membanjiri pasar dalam negeri tanpa "hambatan".Â
Apalagi ditimpali dengan bisnis online, maka produk dalam negeri menjadi kalah bersaing. Â Bahkan oleh Menteri Perdagangan RI melihat ada problem yang dihadapi karena praktek e-commerce membuat babak belurnya pasar domestik.
Strategi membenci produk asing, barang-barang import dan mencintai dan membeli produk dalam negeri menjadi satu-satu cara yang efektif untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang positif. Kalau saja semua orang dalam negeri ini melaksanakan ajakan Presidein Jokowi, sangat mungkin jebakan resesi ekonomi dapat diatasi pelan-pelan.
Anggaran PEN Rp. 699,43 triliun
Strategi membenci produk asing merupakan indikator kuat dari pemerintahan Jokowi untuk bekerja sangat keras untuk memulihkan ekonomi nasional pada tahun 2021.Â
Pemerintah sudah menyediakan dana sebesar Rp 699,43 trilun sebagai anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) yang sangat mungkin ini menjadi andalan untuk menggejot kegiatan ekonomi berbasis masyarakat.Â
Dana jumbo untuk PEN ini untuk melawan Covid-19, seperti dilansir dari laman media sosial Menkeu SMI, akan dialokasikan untuk semua area kegiatan. Kesehatan Rp 176,30 trilun, perlindungan sosial Rp. 157,41 trilun, dukungan UMKM dan korporasi  sebesar Rp. 184,83, dan sekitar Rp 122,43 trilun untuk program prioritas. Tentu sangat diharapkan mempunyai multiflier effect yang tinggi untuk menggerakan roda perekonomian nasional.
Optimisme Pemerintah Harus Didukung
Optimisme pemerintah masih sangat terjaga dengan etos kerja yang dilakoni oleh RI-1 yang selalu berorientasi paka implementasi dan eksekusi di lapangan. Kendati situasi dan suhu politik nasional terus saja meningkat menuju tahun 2024, tetapi Jokowi terus saja bekerja dengan sepenuh tenaga, waktu dan selurtuh hatinya dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
- IMF memberikan angka 4,8% estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021, sementara Bank Duni memprediksi diangka 4,4% dan ADB (Bank Pembanguan Asia) estimasi di angka 4,5%. Seperti biasa, angka-angka ini akan terus berubah dari waktu ke waktu sepanjang 20221.
- Mengingat pandemi covid-19 masih eskalatif baik secara nasional maupun global, maka penanganannya harus sangat intensif.
- Vaksinasi nasional berjalan sesuai rencana sejak januari 2021 dan dipastikan mempunyai daya positif kuat untuk memberikian keyakinan bagi masyarakat untuk beraktifitas dengan normal kembali.
- APBN, khususnya anggaran PEN akan implementatif ekspansif dan fokus untuk melawan covid-19
- Kenerhasilan Indonesia mensahkan UU Cipta Lapangan Kerja menjadi pintu masuk yang sangat baik untuk mengerakkan roda ekonomi.
- Terbentuknya lembaga INA, Indonesian Investment Authority, sebagai sebuah instrumen baru yang menyediakan wadah bagi berjalannya dunia usaha dan bisnis dengan mudah.
Optimisme pemerintah dan masyarakat untuk menyadari situasi resesi yang sedang menghantam dan kemauan uuntuk bahu membahu keluar dari situasi sulit, akan menjadi modal yang sangat mahal dan besar untuk menyelesaikan masalah mendasar bagi bangsa ini. Â
Sebab, bila target yang sudah ditetapkan tidak tercapai, maka dampaknya bisa ke mana-mana. Tidak saja kesulitan secara ekonomi masyarakat keseluruhan, tetapi juga dampak sosial lainnya yang akan berkepanjangan.
Yupiter Gulo, 6 Maret 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H