Setelah ditunggu-tunggu oleh publik, akhirnya pada hari Jumat 5 Februari 2021 Biro Pusat Statistik secara resmi merilis angka-angka pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun 2020 yang berada pada angka minus 2,07% seperti diberitakan harian Kompas Sabtu 6 februari 2021 pada halaman pertama.Â
Pertanyaannya adalah mampukah pemerintahan mencapai total pertumbuhan ekonomi 7,07% selama tahun 2021?
Sebuah pertanyaan yang mendasar yang harus dijawab karena mengikat semua strategi dan kebijakan yang diambil ditengah-tengah semakin "mengganasnya" pertumbuhan kasus positif Covid-19 memulai tahun 2021, kendati vaksinasi secara nasional sudah berjalan hampir sebulan sejak 13 Januari 2021.
Tahun 2020 itu Tahun Resesi
Masyarakat negeri ini harus bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena mampu melewati tahun 2020 yang penuh dengan pergulatan antara hidup dan mati menghadapi, menghalau dan melawan penyebaran virus mematikan Covid-19.Â
Kendati semua rencana dan strategi pembangunan ekonomi 2020 harus berantakan tetapi republik ini bisa lega menuntaskan dengan terkendali ketika memasuki tahun baru 2o21.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi selama 2020 dengan angka serius -2,07% mengkonfirmasi semua kinerja yang dicapai oleh pemerintah di bawah tekanan yang sangat dahsyat resesi ekonomi yang terasa sejak memasuki kuatal ke dua di tahun 2020.Â
Nampaknya semua sepakat bahwa ada rasa optimisme yang sangat kuat di tengah naik-turunnya dinamika ketidakpastian yang dihadapi seperti naik turunnya pertumbuhan ekonomi selama 4 kuartal:
- Kuartal 1 : positif 2,97%
- Kuartal 2 : negatif 5,32%
- Kuartal 3 : negatif 3,49%
- Kuartal 4 :Â negatif 2,19%
Membaca tren pertumbuhan selama 3 triwulan terakhir harus dikonfirmasi ada trend yang membaik untuk pemulihan, walaupun masih negatif atau berada di bawah nol.Â
Tetapi, angkanya terus menurun dari kuartal II ke III dan terakhir kuartal 4 yang hanya -2,97%. Â Artinya, bahwa semua strategi, kebijakan, dan program sudah on the track dan berada di jalan yang benar.Â
Apabila kondisi ini terus berlanjut, maka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2021 juga akan terus meningkat trend pemulihannya. Untuk kuartal-1 di tahun 2021 bisa saja naik, tetapi masih negatif atau sudah bisa melewati angka o%.Â
Selama tahun 2020 sektor lapangan usaha yang sangat terpukul drastis terjadi di sektor transportasi yang menurun hingga negatif 15,04%, sektor akomodasi dan makan minuman yang berkontrasi negatif 10,22%, disusul sektor Jasa Perusahaan bertumbuh negatif 5,44%, sementara sektor perdagangan bertumbuh pada negatif 3,72%, konstruksi minus 3,26% seperti yang diberitakan oleh Harian Umum Kompas 6 Februari 2021. Sementara sektor lapangan usaha yang bertumbuh positif selama 2020 adalahÂ
- Jasa kesehatan dan Kegiatan Sosial positif 11,60%,Â
- Informasi dan Komunikasi positif 10,58%,Â
- Pengadaan Air positif 4,94%,Â
- Jasa Keuangan dan Asuransi positif 3,25%,Â
- Jasa Pendidikan positif 2,63%,Â
- Real Estat positif 2,32%
- Pertanian, Kehutanan dan Perikanan positif 1,75%
Berdasarkan data yang ada, BPS juga mengakui kalau pertumbuhan ekonomi 2020 merupakan yang terburuk sejak era reformasi tahun 1998 yang pada waktu itu menyentuh angka minus 13,13%.Â
Bahkan sepuluh tahun terakhir 2011 sampai dengan 2019 rata-rata pertumbuhan ekonomi berada pada angka 5,36% per tahun, di mana pertumbuhan tertinggi di angka 6,17% pada tahun 2011 dan terendah dengan angka 4,88% pada tahun 2015.
Estimasi Pertumbuhan Ekonomi 2021
Dengan anjlok hingga 2,07% di tahun 2020, nampaknya tidaklah begitu mudah langsung bangkit dan lompat pertumbuhan ekonomi hingga 7% dalam setahun. Sebab dibutuhkan waktu yang memadai untuk memulihkan semua sektor yang berkontribusi pada peningkatan produk domestik bruto negeri ini.Â
Sebab efeknya tentu tidak bisa langsung, sebagian besar membutuhkan waktu, kalau bukan tahunan mungkin semester. Misalnya, program yang diluncurkan pada kuartal pertama efeknya bisa saja baru terasa di kuartal ketiga atau keempat, atau bahkan tahun berikut.Â
Mengingat patokan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 berada di angka 5% seperti tercantum dalam RAPBN 2021 yang diajukan pemerintah dan sudah disetujui dan diundangkan oleh Legislatif, itu artinya pertumbuhan ekonomi tahun 2021 dibutuhkan hingga angka 7,07%.
Untuk bisa bangkit dari angka minus 2,07% dan bisa men-covered 5% yang diinginkan pemerintah.
Nampaknya dibutuhkan leverage yang kencang untuk bisa mewujudkan target 5% tersebut. Mengingat banyak sektor yang tiarap selama pandemi covid-19. Sementara peningkatan kasus positif corona terus melambung tinggi setiap hari. Ini sangat menggelisahkan dengan pemberlakuan PPSB yang semakin menuntut keseriusan yang extra.Â
Pemberlakuan PJJ atau belajar secara daring untuk semua aktivitas pendidikan merupakan contoh yang sangat signifikan mempengaruhi dinamika ekonomi secara langsung.Â
Bayangkan berapa banyak sektor kegiatan ekonomi dan bisnis yang masih terus tiarap ketika kampus dan sekolah-sekolah masih tutup. Multipilier effect-nya sangat dahsyat berkurang.Â
Satu-satunya andalan yang sangat signifikan untuk memberikan kontribusi serius bagi pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi masyarakat. Dan terutama pengeluaran atau belanja pemerintahan sendiri. Dipastikan akan menjadi pengikat semua dinamika aktivitas ekonomi yang langsung berdampak kepada konsumsi masyarakat.
Namun angka ini rasanya tentu belum cukup bila bicara target pertumbuhan ekonomi 5% hingga 7%an. Belum lagi kalau pandemi virus corona tidak bisa dikendalikan bahkan muncul gelombang kedua. Ini tentu tidak diharapkan, tetapi trend yang bisa diamati hingga kini, kekhawatiran itu sangat signifikan terjadi.
Hingga hari ini, total kasus covid-19 sudah ada di angka 1,16 juta orang dengan total sembuh 950rb dan jumlah kematian sudah menyentuh angka 31.556 orang.Â
Angka kesembuhan yang tinggi memberikan harapan besar, tetapi keterbatasan fasilitas rumah sakit menampung jumlah kasus yang bertambah luar biasa menjadikan situasi terbalik. Dan di sinilah akan menjadi titik kritis menghambat pertumbuhan ekonomi ketika pemerintah lengah.
Yang yang diringkaskan oleh harian umum Kompas dengan mengatakan "Tantangan Menjaga Tren Pemulihan" sangat lah tepat dan menjadi isu dasar mencermati seluruh program yang dikerjakan oleh pemerintah selama tahun 2021.Â
Artinya, tren pemulihan ekonomi dengan angka-angka pertumbuhan yang terus menaik (walau dalam bingkai negatif) harus terus dijaga mulai triwulan 1 di tahun 2021, dan berlanjut ke kuartal berikutnya.
Tidak ada yang mustahil untuk diwujudkan di negeri ini apabila semua komponen masyarakat satu padu dan sehati sepikir untuk mencapainya. Tugas dan tanggung jawab pemulihan ekonomi ini tentu saja bukan melulu pemerintah, tetapi seluruh rakyat negara ini. Mulai dari menaati secara ketat prokes Covid-19, berlanjut pada proaktif melakukan aktivitas yang membangun dinamika ekonomi berbasis grassroot.Â
Peluang ini sangat besar karena tahun 2021 sepi dari kegiatan politik seperti pilkada misalnya, karena hal itu sudah usai di Desember 2020 yang lalu.Â
Sementara agenda besar perebutan RI-1 dan RI-2 masih 4 tahun lagi, sehingga sangat mungkin tidak menjadi gangguan serius bagi pekerjaan pemerintah untuk fokus pada pemulihan ekonomi.
Dan pada akhirnya negeri ini harus berbangga hati karena masih berada pada pertumbuhan ekonomi yang baik bila dibandingkan dengan negara negara lain seperti dijelaskan oleh ketua BPS, ekonomi AS 2020 bertumbuh negatif 3,5%, Singapura minus 5,8%, Korea minus 1% bahkan Uni Eropa lebih minus lagi di angka 6,4%. Semoga Indonesia bisa menyusul Cina yang bertumbuh hingga 2,3% dan Vietnam naik 2,9% di tahun 2020.
Yupiter Gulo, 8 Februari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H