I. Optimisme Negatif di 2020
Sungguh menarik mengakhiri 2020 dan memasuki 2021. Ada semangat optimisme yang menggebu, tetapi juga dibayang-bayangi oleh ketidakpastian.
Ketika mengakhiri tahun 2020 yang nampaknya akan negatif pertumbuhan ekonomi, tetapi aura optmisme sangat kencang bahwa pertumbuhan ekonomi 2021 akan positif bahkan tinggi. Sementara pertambahan kasus postif Covid-19 yang belum jelas kapan akan menurunnya menciptakan ketidakpastian yang serius di tahun 2021.
Bagaimanapun dan siapapun yang membuat rencana ke depan, dipastikan akan selalu mengandung optimisme dan semangat pemulihan yang tinggi. Dan berdasarkan sejumlah asumsi yang dibangun, maka harapan keadaan akan lebih baik menjadi target semua program yang dirancang untuk dikerjakan pada tahun berikutnya.Â
Hanya saja bila asumsinya tidak realistis maka targetnya juga tidak akan realistis, dan akibatnya pasti tidak menyenangkan bagi semua orang karena mengecewakan.
Tahun 2020 akan diakhiri dengan pertumbuhan ekonomi berkontraksi, artinya pertumbuhannya di bawah nol, alias minus. Kita tentu tdiak perlu merasa dunia kiamat, karena nyaris banyak negara di dunia yang mengalaminya, bahkan masih di bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walaupun ini bukan alasan untuk bangga terus menerus, sebab pertumbuhan negatif, ya tetap negatif dengan se abreg dampak yang ditimbulkannya.
Harian Umum Kompas di hari Jumat 18 Desember 2020 menyajikan angka pertumbuhan yang berbeda antara tiga lembaga, yaitu Bank Dunia menyebutkan defisit di minus 2,2% (padahal bulan September dia ramalkan pada angka minun 1,6%), pemerintah Indonesia menghitung pada range di minus 1,7% hingga minus 0,6%. Sedangkan Bank Indonesia menetapkan pada range minus 2% hingga minus 1%.Â
Semua estimasi pada tahun 2020 negatif, hanya angka yang berbeda-beda. Dan masih ada setengah bulan lagi sebelum tahun ini berakhir. Angkanya mungkin ada di sekitar ramalan tersebut, yaitu mulai dari minus 2,2% hingga 0,6%.
Harus diakui bahwa ramalan angka di atas mengandung optimisme mengakhiri tahun 2020, walaupun pertumbuhan ekonomi tetapi berakhir dengan negatif.
Optimismenya karena dibandingkan dengan angka pada kuartal ke II yang anjlok sangat dalam di angka minus 5,32%, dan menurun menjadi minus 3,49% pada kuartal III yang mengkonfirmasi resesi ekonomi Indonesia. Secara kuartalan ada pertumbuhan yang serius, walaupun tidak merata di semua sektor ekonomi.Â
II. Optimisme di 2021
Ramalan pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 sangat menarik diikuti karena dinamisasinya sangat tinggi. Bahkan nyaris terus berubah dari waktu ke waktu. Secara global, semua memberikan indikasi positif pada pertumbuhan ekonomi secara global. Hanya saja berbeda-beda angka di setiap negara. Lagi-lagi, menjelaskan dinamika penanganan persoalan yang dihadapi oleh setiap negara di seluruh jagad raya ini.
Hal serupa dengan ramalan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2021. Nyaris semua memberikan harapan super positif, seperti yang dilaporkan oleh harian umum kompas, Jumat 18 Desember 2021.Â
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan positif 4,4% buat Indonesia, dan Bank Indonesia sendiri mematok pada range 4,8% hingga 5,8%. Sementara pemerintah, seperti yang nampak dalam asumsi APBN 2021 sebesar 5% bulat.
Mencermati apa yang sudah dikerjakan selama tahun 2020 untuk melawan pandemi covid-19, terutama melalui Tim Penanganan dan khususnya Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan budget di sekitar 695,3 triliun rupiah seakan menjadi modal investasi yang sudah bergulir di tengah masyarakat dan memutar roda ekonomi publik yang berharap mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dari aspek manajemen birokrasi, termasuk memiliki rating yang baik dianggap berjalan baik, tetapi soal dampak bagi pertumbuhan ekonomi, itu menjadi soal lain. Sebab, Bank Indonesia mencatat di bulan Oktober 2020 dana saving di Bank meningkat hingga 11,6% yoy, tetapi dana landing menurun minus 0,9 yoy.Â
Walaupun suku bunga acuan BI sudah diturunkan hingga 3,75%, dan penjaminan juga diturunkan, tetapi nampaknya publik berpikir lain. Artinya, bantuan-bantuan yang diberikan oleh pemerintah, tidak langsung digunakan untuk konsumsi oleh publik. Akibatnya pertumbuhan ekonomi (GDP) tidak signifikan genjotannya.
Ini menarik, karena persepsi publik tentang situasi yang nampaknya dianggap sulit dimasa yang akan datang. Sehingga walaupun suku bunga tidak terlalu menarik, mereka tetap saja menyimpan uangnya di bank ketimbang menggunakan untuk konsumsi.
III. Bayangan Ketidakpastian
Bayang-bayang ketidakpastian memasuki tahun 2021 tidak bisa dihindari. Bukan saja karena ketidakpastian itu sendiri menjadi hakekat masa depan, tetapi pandemi Covid-19 menjadi pengikat semua hal yang serba tidak pasti. Dan sangat mungkin semua ramalan pertumbuhan ekonomi akan buyar apabila pengendalian wabah virus SARS-CoV2 sebagai penyebab C-19 gagal total.
Lihat saja pertambahan kasus positif sebulan terakhir ini berada di atas angka 5000-an dan 6000-an bahkan menyentuh angka 7000-an. Kadang naik, kadang turun, tetapi rerata terus menaik. Per 20 Desember 2020 bertambah 6982 kasus positif, 221 orang meninggal dan sembuh di angka 5551 kasus dengan total kasus berada di 664.930.Â
Kekuatiran publik semakin meninggi karena libur natal dan tahun baru sangat potensial terus mendongkrat pertambahan kasus lebih tinggi lagi. Keadaan nampak seperti terbiarkan begitu saja dan perjuangan menghentikan penyebarannyapun nampak tidak signifikan. Nyaris tidak ada wilayah yang bebas covid-19 dari 34 propinsi di Indonesia, dan seluruh kabupaten/kota kecuali 4 wilayah kabupaten saja seperti dilaporkan oleh harian umm kompas.
Janji pemerintah tentang vaksin masih belum terlalu clear kapan efektif mulai diterapkan. Pun juga masih belum tahu jelas seberapa mampu menghalau daya tahan virus corona ini. Membuat publik terus menunggu dalam ketidakpastian yang mempengaruhi langusung sikap mereka dalam beraktifitas bidang ekonomi dan bisnis. Sikap wait and see menjadi hambatan untuk pemulihan sektor ekonomi kedepan.
Membaca sejumlah estimasi pertumbuhan ekonomi yang sarat dengan optimisme, tetapi dibangun dengan asumsi yang sangat rentan dengan dinamika yang terjadi. Dari ketiga lembaga yaitu Bank Dunia, Bank Indonesia dan Pemerintah Indonesia, menekankan pada asumsi-asumsi dasar, yaitu :
- Ketidakpastian pertumbuhan dan perbaikan ekonomi global
- Vaksinasi dan penangan covid-19 secara optimal
- Kenaikan ekspor
- Konsumsi rumah tangga
- Dukungan stimulus fiskal melanjutkan pemulihan ekonomi
Salah satu asumsi kunci pertumbuhan ekonomi ada di penanganan covid-19 dengan vaksin yang akan digunakan di tahun 2021. Maksudnya, ketika vaksin ini berhasil maka dipastikan ramalan pertumbuhan ekonomi akan terpenuhi, bahkan bisa jadi lebih tinggi lagi.Â
Sebaliknya, bila gagal, maka situasinya bisa menjadi lebih "chaos". Bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang gagal, tetapi gelombang pandemi Covid-19 yang berikut bisa muncul.
Lihat Belanda misalnya. Desember hingga Januari 2021 melock-down kembali negeri kincir angin ini guna menghambat penyebaran virus corona yang "menyeramkan" ini. Dan ada beberapa negara lain yang mengalaminya, kendati level situasi yang dihadapi berbeda. Tetapi virus covid-19 menjadi sentral pengikat semua dinamika yang ada.
Inilah situasi yang sama sekali tidak mudah bagi siapapun di Indonesia. Namun demikian, harus tetap memiliki harapan dan optimisme yang tinggi untuk menghadapi dan mengelola situasi yang penuh bayangan ketidakpastian itu.Â
Kalau saja, semua orang satu bahasa, satu hati dan satu tindakan maka penyebaran covid-19 ini tidaklah sulit. Tetapi masalah kemajemukan di negeri ini, juga terbawa dalam hal menghadapi penyebaran virus corona ini. Apalagi ditimpali dengan ketidaksabaran masyarakat saat ini.
Suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, tahun 2021 harus dimasuki dengan optimisme yang kencang walaupun dibayangin oleh ketidakpastian.
Yupiter Gulo, 19 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H