Peristiswa biadab dan bar-bar yang terjadi di Sigi Sulawesi Tengah yang membunuh satu keluarga membuat suasana ibadah minggu pagi ini menjadi penuh kesedihan, pilu bahkan bayang-bayang "maut" dari para teroris.Â
Harusnya ibadah minggu pagi ini, menjadi kebaktian yang penuh sukacita dan kegembiraan bagi jemaat di tanah ini. Bukan saja karena minggu adven pertama ini untuk  persiapan menuju Natal, tetapi juga merupakan minggu pertama mengawali tahun baru gereja setelah minggu lalu mengakhiri tahun kalender gereja dan dirayakan dengan minggu Kristus Raja.
Tidak mudah bagi jemaat untuk bersukacita ketika membayangkan sadisnya gerombolan teroris Mujahadin Indonesia Timur (MIT) yang tanpa belas kasihan menghabisi satu keluarga sehingga 4 nyawa melayang seketika. Bahkan kelompok penjahat ini juga membakar "gedung gereja" Bala Keselamatan.
Sulit bagi jemaat pagi ini untuk beribadah dengan keceriaan ketika membayangkan 4 nyawa tanpa merasa tahu salah mereka, tetapi menjadi korban nafsu gelap para pembunuh kelompok penjahat. Pun menjadi kesedihan mendalam ketika 4 orang korban dari satu keluarga ini dibahabisin bagaikan penjahat sarat dan dosa dan kesalahan.Â
Mengapa harus mereka yang menjadi korban? Mengapa mereka yang dipilih oleh para penjahat untuk dibunuh secara keji? Mengapa mereka dihabisin menjelang minggu adven 1 dimana umat akan memasuki masa-masa raya Natal ini? Apa sesungguhnya pesan yang hendak disampaikan oleh para MIT ini? Â Dan kepada siapa pesan itu hendak disampaikan?
Dan tentu saja masih setumpuk pertanyaan yang berkeliaran muncul seputar aksi pembunuhan satu keluarga di Dusun Lewono, Desa Lembantongoa, Sulawesi Tengah dengan membakar rumah ibadah Bala Keselamatan dan 6 rumah kemudian warga di bunuh secara sadis. Sangat mungkin pertsanyaan-pertanyaan ini tidak pernah akan terjawab dengan tuntas. Dan mungkin juga kalau terjawab, sudah tidak lagi relevan karena sangat lama dikemudian hari. Seperti yang selama ini terjadi.
Minggu adven pertama pagi ini tidak mudah bagi jemaat untuk tidak bersedih dan "ketakutan", karena ancaman seperti ini bisa saja dialami oleh jemaat lain di lain tempat. Tidak saja di desa pedalaman, tetapi di kota besar pun hal ini sangat mungkin terjadi.
Rasa pilu dan sedih semakin mendalam ketika kemarin, Sabtu 28 November 2020 keempat jenazah korban di makamkan oleh keluarga. Empat peti jenazah bersama sama dalam satu liang kubur. Sangat menyedihkan, ketika semua anggota keluarga memeluk peti mati itu dengan tangisan tiada tara sebelum kebumikan diiringi oleh para jemaat yang hadir.
Minggu adven 1 menjadi minggu penuh kesedihan dan pilu bagi umat yang merayakan, terutama di negeri ini. Setuju atau tidak, peristiwa ini seakan menjadi lonceng peringatan bagi warga gereja untuk merayakan natal secara hati-hati dan penuh kewaspadaan. Juga pesan bagi pemerintah agar tidak kecolongan seperti kejadian di Sigi ini. Sebab apapu yang dilakukan sesudah itu, nyawa satu keluarga tidak akan bisa dikembali lagi
Turut berempati dan berduka cita yang menalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Tuhan sebagai pemilik kehidupan akan memberikan penghiburan yang sejati dan kekuatan untuk melewati saat-saat sulit.
Mari berdoa buat bangsa ini agar tetap aman dan tenteram.
YupG, pagi minggu adven1, 29 nov 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H