Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Djoko Tjandra Ditangkap dan Kotak Pandora yang Akan Terbuka

31 Juli 2020   23:49 Diperbarui: 1 Agustus 2020   00:01 838
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebetulnya, kasus yang dialami oleh Djoko Tjandra ini sangat sederhana saja. Dan dalam dunia perbankan dikenal dengan terminologi "cessie" atau pengalihan hak tagih.  Dalam terminologi keuangan akrab dengan istilahfactoring" atau anjak-piutang. Ini sebuah area bisnis anjak piutang yang sangat umum, dan banyak perusahaan memanfaatkannya.

Perusahaan yang bergerak dalam bisnis factoring ini, mendapatkan komisi  dari hak tagih yang diterima atau tepatnya dibelinya. Tentu saja ada biaya yang juga harus dikeluarkan untuk mendapatkannya.

Adalah Rudy Ramli, Dirut dan juga pemilik dari Bank Bali yang mempunyai piutang pada 3 buah bank saat itu tahun 1997, yaitu BDNI, BUM dan Bank Tiara yang jumlah totalnya sekitar Rp 3 trilun. Karena Ramli kesulitan menagih piutangnya itu, maka dimelakukan cessie dengan PT Era Giat Prima yang direkturnya adalah Djoko Tjandra, dan Dirutnya Setyo Novanto, yang kala itu sebagai Bendahara dari Partai Golkar. Dan menurut catatan pemberitaan yang ada, mereka sepakat komisinya sebesar 50% dari total piutang yang akan ditagih.

Karena tahun 1998 terjadi krisis perbankan di Indonesia maka 3 bank yang memiliki hutang kepada Bank Bali, terpaksa masuk dalam BPPN, yaitu badan penyehatan perbankan nasional. Dan dalam rangka penyehatannya, Bank Bali mendapatkan suntikan dana dari pemerintah melalui BI dan BPPN sebesar sekitar Rp. 905 miliar.

Dana jumbo  sebesar ini, tidak semuanya dikirim kepada Bank Bali. Hanya sekitar 40% saja, atau sekitar Rp. 359 miliar, karena sisanya yang 60% atau sebesar 546 miliar rupiah dikirimkan ke PT Era Giat Prima, atau kepada Djoko Tjandra.

Persoalannya semakin runyam, karena nampaknya pihak BPPN sama sekali tidak mengetahui tentang ada cessie antara Bank Bali dengan EGP. Dan juga Bank Bali tidak melaporkan kepada Bursa Efek Jakarta atau pihak penagwas, yaitu BAPEPAM. Dan karenanya pihak BPPN yang waktu itu di kepalai oleh Glenn MS Yusuf membatalkan cessie Bank Bali.

Dari sinilah saling menggugat terjadi. Setya Novanto menggugat BPPN ke PTUN dan dikabarkan dia menang. Lalu banding, dan MA memenangkan BPPN, Kemudian PT EGP juga tuntut Bank Bali dan BI untuk mencairkan dana sebesar 60% itu, dan dikabarkan PT EGP juga menang. Bahkan lanjut ke Kasasi dan juga PK dan Bank Bali menang dengan hak 60% itu.

Dan seperti diketahui publik, Kejaksaan Agung intervensi dan take over perkaranya sehingga ditetapkan sejumlah tersangka, antara lain Djoko Tjandra, Syahril Sabirin, Pande Lubis, Rudi Ramli. Dan ketika Djoko Tjandra dijatuhkan hukum penjara oleh Kejaksaan Agung, dia keburu melarikan diri sehari sebelumnya hingga dia tertangkap pada tanggal 30 Juli 2020.

Yang menarik sesungguhnya ketika dana sebesar 60% itu meluncur ke perusahaan Djoko Tjandra, siapa saja yang terlibat dalam memuluskan dana itu sedemikian mudahnya? Adakah kekuatan kepentingan lain yang ikut menjadi faktor kunci sehingga cessie ini menjadi instrumen mendapatkan dana besar untuk kepentingan lain yang lebih besar?

Mungkinkah kotak pandora ini akan dibuka habis-habisan oleh Djoko Tjandra di pengadilan nanti? Mari, menyaksikan "drama" selanjutnya.

Yupiter Gulo, 31 Juli 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun