Anjloknya IHSG hingga  26% lebih ketika wabah virus corona melanda Indonesia, sesungguhnya merupakan peluang empuk baru bagi para investor saham di Bursa Efek Indonesia. Bahkan keuntungan yang akan diraih bagaikan jackpot yang tidak pernah terduga sebelumnya ketika situasi normal-normal saja.
IHSG selama ini yang berada di atas angka Rp 6000-an sebelumnya, dan meluncur hingga berada di bawah angka Rp 4000-an merupakan jackpot bagi para investor yang mengambil peluang itu tepat waktu.  Artinya, patokan atau standar IHSG pada angka 6000-an menjadi acuan kembalinya harga saham setelah situasi normal. Apabila diyakini akan kembali ke angka tersebut, maka cuan yang bisa diraih paling tidak ada di angka 26% lebih.
Bila dicermati pergerakan harga saham nampak bahwa pada 31 januari 2020 IHSG berada di Rp.6.057,60. Kemudian angka ini meluncur hingga botton line di Rp 3.937,63 pada 24 Maret 2020. Lalu, dalam 10 hari berikutnya naik angkanya menjadi Rp 4.811,83 pada 6 April 2020. Dan mencapai angka tertinggi pada 8 Juni 2020 dengan IHSG 5.070,56.
Kendati IHSG menurun kembali di bawah angka psikologis 5000-an, terjadi pada 15 Juni 2020, dengan IHSG pada 4.816,34 menjadi terendah setelah itu dan pelan-pelan terus menanjak. Bahkan pengamatan selama satu minggu terakhir memasuki bulan Juli 2020 semakin mendekati angka psikologis Rp 5000-an. Â Jumat 3 Juli IHSG menyentuh angka Rp 4.973,73. Bahkan sangat mungkin, IHSG pada pekan ini akan terus positif.
Disinilah pemahaman angka jackpot yang ada di Bursa Efek Indonesia. Bila saja investor langsung melakukan pembelian saham pada saat menyentuh angka terendah Rp 3.937-an dan menahan terus saham itu untuk jangka waktu hingga kembalinya IHSG ke angka normal yaitu Rp 6000-an, maka keuntungan itu sudah ada di tangan investor.
Persoalan waktu tentu menjadi hal yang kritis dalam pengambilan keputusan membeli dan atau melepas sahamnya. Dalm konteks ini, diasumsikan untuk jangka panjang. Dan dengan pemilihan saham yang super selektif terkait dengan variabel-variabel kunci yang menentukan kinerja dari perusahaan atau emiten.
Harus dimengerti dan diakui bahwa, jackpot seperti ini jarang sekali terjadi. Penurunan harga saham yang sangat dalam dan dalam waktu singkat jarang sekali terjadi.Â
Kendati ketika itu terjadi SRO telah melakukan pencegahan dengan melakukan trading halt maupun strategi auto rejections.  Dan publik semua memahami, anjloknya harga saham sebagai efek kepanikan dari  pandemi Covid-19. Bukan karena emitennya mis-management atau bangkrut misalnya. Karena sesungguhnya, emiten masih sangat bagus fundamental bisnisnya.
Kondisi ini sangat menarik, dan masihterus  sangat menarik. Karena secara historis penurunan harga saham biasanya lebih kencang dari pada kenaikkannya. Artinya, untuk pulihnya harga saham lebih lambat dari pada turunnya. Perhatikan grafik IHSG gabungan di BEI selama 10 tahun terakhir berikut ini.
Semakin banyak variabel pendukung yang terus nyata, semakin banyak aspek positif bagi para investor untuk memanfaatkan peluang ada di bursa efek Indonesia.