Dua kasus yang sempat menjadi perhatian netizen di dunia maya dan seakan mengungkap banyak isu dua orang tokoh ini. Kejadiannya hampir pada waktu yang sama,Selasa 21 April 2020. Dua tokoh kontroversial ini, yang satu pakar hukum tata negara dan yang satu seorang milenial pemilik start up business sukses Ruangguru.Â
Refly Harun di copot oleh Erick Thohir dari jabatan empuk Komisaris Utama PT Pelindo I, bersama beberapa anggota Dewan Komisaris lainnya. Ini tentu "menyakikatkan" dan juga "memalukan" bagi seorang Refly. Di banyak pemberitaan disebutkan Refly di pecat, di depak dari Komut anak perusahaan pengelola pelabuhan terbesar di Indonesia ini, Tanjung Priok.
Sementara itu, beberapa jam sebelumnya, Staf Khusus Presiden Joko Widodo mengundurkan diri dari jabatan yang sangat popular sejak Jokowi menjabat orang nomor satu di republik ini, bersama sejumlah staf khusus lain. Begitu populer Stafsus ini tetapi sarat kontroversi yang kesemuanya para milenial dan orang-orang hebat di bidangnya.
Menarik di cermati sebab ada begitu banyak implikasi isu, kisah dan dimensi kedua tokoh ini. Baik Adamas Belva Devara, Staf Khusus Presiden Jokowi, maupun Refly Harun sebagai Komisaris Utama di salah satu BUMN penting di negara ini, yaitu PT Pelindo I.
2 Kasus Tetapi Berbeda
Yang satu mengundurkan diri karena merasa tidak kondusif bagi lancarnya pekerjaan bosnya, RI-1, gara-gara isu proyek kartu Prakerja yang melibatkan perusahaannya Ruangguru. Mundurnyapun sangat elegan, mengajukan surat ke Presiden dan minta izin mundur, lalu diizinkan oleh Jokowi  dan baru nge-tweet dan publik menjadi paham. Kasus yang satu, di copot atau di depak atau di pecat yang penjelasan dari pihak istana, itu hanya refreshing bagi perusahaan.
Belva Devara seorang milenial sukses dengan Ruangguru yang dilahirkan dan dibangunnya sedemikian hebat dan menjadi ikon bagi generasi milenial dalam membangun semangat kiprah positif di Indonesia.
Membaca berbagai pemberitaan di ketahui bahwa Belva merasa di sana ada konflik kepentingan yang tidak bisa di hindari. Sesuatu yang sulit ketika dia berada dalam tubuh pemerintahan, bahkan di samping penguasa nomor satu di republik ini. Sementara itu, dia masih dalam posisi sebagai pendiri pemilik dan CEO dari usaha rintisanya Ruangguru.
Ketika akhirnya perusahaannya di tunjuk sebagai salah satu mitra pelaksana program Jokowi tentang Kartu Prakerja dengan budget ratusan miliar rupiah, maka isu itu menjadi sangat empuk di mata publik. Kendati Belva terus menjelaskan bahwa tidak terlibat dalam proses penunjukkan pekerjaan yang total anggarannya lebih 5 triliun rupiah, lalu publik se akan punya "hak" mengadili Belva dengan terminologi "conflict of interest".
Ini sah-sah saja. Elok dan keren ketika Belva yang alumni dari 3 Universitas terhebat di AS itu membuat keputusan untuk  mundur dari staf khusus. Agar tidak ada yang terluka dan melukai.
Kendati banyak yang menyayangkan tetapi juga lebih banyak yang menyetujui. Juga publik masih terus mengejar agar dia pun tidak boleh memegang proyek Kartu Prakerja tersebut. Ini akan menjadi kisah yang masih terus bergulir beberapa waktu ke depan.
Bagaimana dengan kisah Refly Harun yang harus di copot oleh sang Menteri BUMN. Apalagi, tidak ada tanda-tanda sebelumnya kalau beliau termasuk yang akan dibersihkan dari ketidakberesan dalam mengelola perusahaan negara melalui jabatan Komut di Pelindo I.
Alasan pencopotan Refly dari istana bahwa hanya sekedar refreshing, sulit di terima oleh publik. Dan opini publik lebih banyak mengarah pada "hobby" dari si ahli hukum tata negara ini untuk mengkritisi pemerintah dalam segala hal, utamanya hukum. Artinya, seharusnya, karena di percaya sebagai Komut BUMN nafsu kritiknya tidak dengan cara terbuka.
Indikasi ini sangat kuat, karena sehari setelah di pecat, Refly dalam tweet nya tetap menyatakan sikapnya, bahwa dia sekarang ada di seberang pemerintahan. Dan nampaknya, daya kristisnya akan cenderung semakin kencang. Mari terus kita cermati.
Inti Persoalan Sama
Apa yang di alami oleh Refly Harun dan Belva Devara merupakan cerminan dari proses rekrutmen para pejabat pada posisi tertentu, baik dalam tubuh pemerintahan secara langsung maupun pada posisi perusahaan semacam BUMN.Â
Artinya, ketika Belva Devara di angkat sebagai Staf Khusus Presiden, kemudian hanya dalam 5 bulan sudah mengundurkan diri. Disana pasti ada yang tidak benar dalam proses rekrutmennya.
Hal yang sama juga dengan Refly Harun yang di angkat oleh Menteri BUMN, Rini Suwandi, pada tahun 2017, dan kurang tiga tahun sudah di copot oleh Menteri Erick Thohir, juga ada yang tidak  benar dalam proses pemilihan dalam posisi sangat strategis itu, Komut.
Dalam perspektif Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia, merekrut seseorang pada posisi tertentu pasti ada harapan dan target yang diinginkan dari si pejabat. Dan tentu saja se seorang pejabat di rekrut bukan untuk cepat-cepat di depak atau di copot. Sebab, ada harga yang sangat mahal untuk mencari dan menempatkan seseorang pada jabatan tertentu.
Belva Devara misalnya, melalui akun media daring menjelaskan kalau ada kesepakatan dengan pihak istana, dia tetap boleh menjabat sebagai CEO di perusahaan Ruangguru yang didirikan dan dikelolanya.
Bagian ini tentu saja menjadi sangat riskan dan sensitif ketika nyaris hampir semua aktifitas Presiden yang mereka menjadi staf khusus pasti bersentuhan dengan hal-hal lain dengan bisnis.Â
Dan ini menjadi pusat pandangan publik untuk terus dikawal, dicermati, dikritisi dan dilawan bila menyimpang. Dan itulah harusnya yang tidak boleh terjadi dengan siapa saja yang berada dalam sistem pemerintahan seperti Staf Khusus, maupun yang lain.
Posisi Refly Harun sebagai Komut Pelindo I pun demikian. Harusnya ada kesadaran yang tinggi dari pengelola untuk menegaskan perlunya menjaga jarak dengan kepentingan pribadi dan kepentingan negara melalui BUMN.
Penempatan Refly Harun dipastikan tidak memenuhi persyaratan rekrutmen yang profesional yang bebas dari beragam kepentingan lain, kecuali hanya kepentingan BUMN yang dikelolanya dan juga kepentingan negara di atas kepentingan lainnya. Dalam proses rekrutment, hal ini harusnya sudah dipertimbangkan secara matang.
Tetapi ini tidak terjadi, sebab nyata ketika dia sekarang dicopot karena tidak sesuai dengan harapan pemegang posisi Komisaris Utama perusahaan yang memberikan dukungan penuh bagi kemajuan yang ditargetkan oleh si pemilik perusahaan.
Jadi, inti persoalan yang ada sama saja yaitu, proses rekrutmen pejabat yang tidak benar, tidak profesional. Bisa jadi betul petuah klasik yang mengatakan "The right man on the right place". Yang terjadi adalah the good man in the wrong place. Artinya, kedua orang ini, Belva dan Refly Harun sama sama orang baik di bidangnya, tetapi ketika berada di posisi itu mereka menjadi tidak baik, karena tidak cocok.
Pertanyaan berikutnya, apakah orang-orang yang akan menggantikan mereka juga tidak mengalami nasib yang sama. Jawabannya, kalau proses rekrutmen tidak benar nasibnya pasti sama. Mari kita saksikan saja !
Yupiter Gulo, 23 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H