Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Di Balik Perkasanya IHSG, Pertanda Prospek Ekonomi Positif

3 April 2020   15:35 Diperbarui: 4 April 2020   12:48 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pasardana.id

Seakan mengulang peristiwa seminggu yang lewat ketika harga saham di BEI "seakan mengamuk" pada hari Kamis tanggal 26 Maret 2020, hari ini IHSG semakin perkasa seakan tak terbendung terus menguat. 

Baik sesi  perdagangan pagi, pukul 09.00 - 11.30, maupun saat sesi perdagangan siang yang dimulai pukul 13.30 dan nanti akan berakhir di pukul 15.00. 

Bahkan tepat dipukul 14.05, IHSG telah menyentuh angka 4.614,33, atau setara pertambahan sebesar  +82,64  poin, atau sekitar 1,82%, yang berarti sudah berada pada level resisten. Bahkan sangat mungkin bisa menembus angka resistensi tertinggi pada penutupan pasar diatas 4.700-san

Ini berita sangat baik dan bagus sebagai indikator yang memberikan konfirmasi kepada pelaku investasi di bursa efek, khususnya Bursa Efek Indonesia. 

Sebab, dinamika bursa efek yang dicerminkan dari IHSG akan menjadi sebuah petunjuk situasi pasar uang dan perekonomian Indonesia. Artinya pula, semakin meningkat IHSG, maka perekonomiannya dianggap stabil, baik dan dipercaya oleh investor. 

Sebab, tidak ada investor yang akan berinvestasi di saham kalau tidak yakin bahwa pengelolaan ekonomi negara ini tidak beres. Ada kepercayaan yang semakin tinggi kepada rezim pemerintah yang berkuasa.

Sejumlah teman dan anggota komunitas investor yang saya ikuti terus mengajukan pertanyaan, mengapa IHSG hari ini seakan mengamuk lagi seperti yang terjadi pada hari Kamis minggu yang lalu. Dan apakah minggu depan akan terjadi penguatan kembali IHSG dan menembus angka 5000-an?

Pertanyaan ini terus mengalir dalam diskusi sejak sekitar tiga minggu yang lalu melalui artikel saya, menasehatkan kepada investor untuk memborong dan mengoleksi saham-saham di BEI karena harganya sudah sangat undervalued. 

Dan tesis yang saya ajukan adalah IHSG pasti akan kembali normal ke angka 6000-an yang sudah dicapai beberapa tahun terakhir ini. Banyak yang memanfaatkan nasehat ini, tetapi lebih banyak yang pilih sikap wait and see.

Penyebab dasar yang mengikat semua sumber anjloknya harga saham di BEI dan juga nyaris hampir semua bursa di dunia adalah dipicu oleh wabah virus corona, atau Covid-19. 

Pandemi p-19 seakan membuat dunia menjadi stagnan, karena menyentuh langsung interaksi manusia dalam dunia sosial, ekonomi, politik dan sebagainya, sedemikian rupa sehingga setiap orang lebih berada di rumah saja untuk melakukan kegiatannya agar terhindar dari terinfeksi virus misterius ini. 

Masyarakat menjadi panik, kuatir, bahkan menjadi paranoid sehingga mendorong mereka untuk bertindak berlebihan dalam banyak hal. Termasuk menarik dana-dana mereka dari bursa efek sehingga harga saham terdorong menurun dengan drastis. 

Akan tetapi, kepanikan, ketakutan dan paranoid lainnya semakin menurun dan publik mulai menjadi rasional, mampu mengelola diri sendiri. 

Selain efek Covid-19 dan mempengaruhi faktor lainnya, sesungguhnya salah satu faktor kunci yang menjadi penentu adalah pergerakan harga minyak mentah dunia yang selama satu bulan terakhir sempat berada pada titik nadir terdalam. 

Sedemikian rupa sehingga mendorong sikap investor untuk melepas saham-saham mereka. Alasannya wajar saja, kalau terus harga minyak mentah dunia melorot, maka akan mempengaruhi langsung dinamika dunia industri energi. Dan dari industri energi dunia akan berdampak luar biasa kepada sektor lain.

Bagaimana memahami efek domino dari harga minyak mentah dunia ini kepada harga saham? Lagi-lagi sangatlah sederhana, yaitu ketika pandemi covid-19 diberlakukan oleh WHO, maka permintaan akan minyak dunia semakin menurun dan menurun. Tercatat pada awal bulan Maret 2020, penurunan permintaan akan minyak dunia itu sekitar 20 sampai dengan 30%. 

Akibatnya adalah pasukan atau suplai lebih besar dari permintaan. Akhirnya harga minyak mentah dunia menurun drastis juga.  Di pasar AS sendiri, harga minyak mentah AS turun dibawah 20$ As perbarel, dan tentu saja ini membawa implikasi berat bagi dunia perekonomian AS, dan juga ekonomi seluruh jagad raya ini.

Kunci penyelesaian harga minyak mentah dunia adalah bagaimana agar harganya menaik dan tidak semakin menurun, adalah pasukon minyak dipasar harus diturunkan jumlahnya. Ini artinya, produksi minyak dunia harus dikurangi agar sesuai dengan permintaan saja dan dengan demikian harga akan stabil. 

Siapa yang akan menurunkan jumlah produksi minyak? Tentu saja para produsen minyak itu sendiri. Disana ada anggota OPEC dan ada anggota non opec akan memberikan kontribusi penting bagi penurunan produksi ini. 

Kesepakatan dicapai setelah orang nomor satu AS, Presiden Donald Trump, berjumpa dengan Putra Mahkota Raja Arab Saudi, Muhammed Bin Salman, dan Presiden Rusi, Vladimir Putin maka penurun produksi setiap negara besar penghasil minyak mentah disepakati pada hari Senin 30 Maret 2020 yang lalu. 

Dan hasilnya luar biasa, karena langsung di respon oleh pasar modal dengan melakukan investasi di sejumlah saham. Tidak saja di AS, Eropa tetapi juga di Asia dan Indonesia sendiri.

Tidak tanggung-tanggung, harga minyak mentah dunia langsung melesat ke angka 25%-an. Setelah masing-masing negara Arab Saudi, AS dan beberapa negara besar lainnya bersedia mengurangi produksi mereka untuk permintaan pada delivery bulan Mei 2020. 

Negara Arab Saudi berseid menurunkan produksinya dari 12 juta barel perhari menjadi 8 juta barel perhari, AS  juga menurunkan hingga 10 juta barel perhari.

Dalam dunia percaturan harga saham, memang faktor harga minyak mentah dunia selalu menjadi isu sentral yang menggerakkan dinamika bursa efek diseluruh dunia. 

Di sana ada sensitivitas yang sangat tinggi antara harga minyak dunia dengan harga saham. Dan karenanya sering juga menjadi arena abu-abu yang dimainkan sebagai alat politik dalam dunia "persilatan" dunia ini. 

Menaarik dicermati karena sesungguhnya, betul ada persaingan, tetapi juga disana ada saling ketergantungan yang sangat tinggi. Karena pasar konsumen sesungguhnya sebagian besar ada di luar negara produsen minyak itu sendiri. 

Produksi sendiri hanya kepentingan sendiri, tetapi sumber devisa mereka akan lebih banyak dari ekpor ke negera konsumen yang tersebar diseluruh dunia.

Harga minyak mentah dunia hari ini meningkat tajam hingga 25%, demikian sejumlah media daring melaporkan. Dan IHSG di BEI seakan mengamuk lagi dan menembus harga resistensi. Dan diharapkan akan terus menguat minggu depan. Walaupun segala kemungkinan akan muncul dan mengubah semua skenario. 

Optimisme yang rasional dan risk calculated menjadi framing yang harus dimiliki agar mampu membuat keputusan yang tegas. Dan dengan demikian pengendalian investasi bisa dilakukan dalam framing yang dibangun. 

Semoga IHSG minggu depan akan menembus atau mendekati angka psikologis di Rp 5000-an.

Yupiter Gulo, 3 April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun