Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumber Konflik itu tentang Apa yang Benar, Bukan Siapa yang Benar

7 Januari 2020   17:59 Diperbarui: 10 Januari 2020   06:26 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keharusan menjadi yang benar akan menghalangi pikiran Anda - John Naisbit

John Naisbit dalam buku kerennya berjudul Mind Set (2006) mencatat dengan huruf  tebal berukuran besar bahwa, "Dalam kehidupan pribadi, dalam dunia bisnis, dan dalam dunia politik, standar yang berlaku tetaplah apa yang benar, dan bukan siapa yang benar".  Hal ini di ungkapkan oleh Naisbit pada pola pikir ke#4 yaitu memahami betapa menguntungkannya bila Anda tidak benar.

Harus diakui bahwa masalah mendasar yang dihadapi oleh manusia saat ini, konflik antara manusia dengan manusia, kelompok dengan kelompok, negara dengan negara, keyakinan dengan keyakinan, masyarakat dengan penguasa adalah soal kebenaran.

Lihat misalnya perdebatan tentang masalah terjadinya banjir di Jakarta dan sekitarnya awal Januari 2020. Gubernur DKI Jakarta versus Menteri PUPR misalnya. Masing-masing mengklaim diri paling benar dan yang lain salah. Saking debat kusirnya tidak ketemu, malah masalah utama yang dihadapi tidak tersentuh dan terselesaikan. Yaitu masyarakat yang menjadi korban keganasan banjir Jakarta dan sekitar di awal tahun 2020.

beritalima.com
beritalima.com

Semua sibuk mengklaim bahwa dia yang paling benar, sementara masyarakat yang secara nyata benar-benar sedang sekarat, rumah tenggelam banjir, pada hancur semua harta benda, terganggu hidup mereka, kesulitan makanan dan sebagainya. Lalu kita bertanya mana yang benar, kenyataan atau orang yang mengemukakan kebenaran itu.

John Naisbit sudah mengingatkan 16 tahun yang lalu melalui bukunya tentang sibuknya manusia yang terus mengklaim sebagai orang paling benar, dan menutup mata terhadap kenyataan yang sesungguhnya itulah kebenaran sejati itu.

Memang tidak bisa dihindari bahwa secara budaya, diseluruh muka bumi ini, mengkondisikan untuk sesuatu yang benar. Artinya, orang tua selalu benar. Guru selalu benar. Bos di perusahaan selalu paling benar.

Siapa yang benar akan menentukan apa yang benar. Lihat suami dan istri yang bertengkar soal-soal masalah-masalah yang intinya justru terlupakan dan tidak terselesaikan akibat keduanya berebut menjadi pihak paling benar.

Ketika ada masalah anak-anak di dalam keluarga, dan suami -- istri terlibat percekcokan untuk mengklaim diri paling benar, lalu masalah anak-anak tidak tersentuh, terabaikan dan tetap masalahnya ada disana. Karena masing-masing sibuk untuk menjadi yang paling benar.

cnbc.com
cnbc.com
Mari melihat  dunia lain, dunia perpolitikan misalnya. Dalam kasus pemakzulan Presiden USA Donald Trump oleh DPR USA, dimana Partai Demokrat mengklaim kalau mereka yang benar bahwa Trump melanggar konstitusi AS. Dan tidak akan lama lagi nanti, akan bergulir di arena Senat USA dan dipastikan akan diklaim oleh Partai Republik bahwa mereka benar, bahwa Donald Trump tidak bersalah dan dia benar.

Begitulah kisah kebenaran itu. Partai-partai politik selalu memiliki pendirian bahwa mereka harus benar. Seberapa sering sebuah partai politik menerima sikap pihak lain?

Bayangkan jika semua energi dan sumber daya  yang dicurahkan untuk membuktikan pihak lain salah -- dan kita benar -- disalurkan untuk memikirkan apa yang terbaik bagi apapun kehidupan rakyat. Dan yang lebih parah lagi adalah keharusan menjadi benar merupakan sebuah rintangan dalam pembelajaran dan pemahaman.

Tidak bisa dipungkiri bahwa sikap keharusan menjadi benar akan menghambat pertumbuhan Anda, karena petumbuhan tidak akan terjadi tanpa mengubah, mengoreksi, dan mempertanyakan diri sendiri.

Oleh karenanya, jika Anda harus benar, Anda menempatkan diri sendiri dalam sebuah benteng tertutup. Tertapi begitu Anda merasakan hebatnya tidak harus benar, Anda akan merasa seperti berjalan melintasi sebuah padang terbuka, dimana cakrawala terbentang luas dan kaki Anda bebas melangkah kemana saja.

Sangat bisa dimengerti mengapa John Naisbit menempatkan Pola Pikir#4 nya dengan bunyi "betapa bahagianya bila Anda tidak selalu benar", karena itu tidak penting, yang penting adalah kebenaran itu adalah fakta dan bukan siapa yang mengemukakan kebenaran itu.

Yupiter Gulo, 7 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun