Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kambing Hitam Itu Namanya Sistem E-Budgeting

31 Oktober 2019   16:40 Diperbarui: 3 November 2019   18:55 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies beralasan sistem e-budgeting bermasalah sehingga rencana anggaran yang tidak logis masih lolos

Aduhh..., kali ini Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan benar-benar bikin "blunder"dengan terus mencari "kambing hitam" tentang pos anggaran untuk beli Lem Aibon sebesar 82 miliar rupiah hanya untuk satu wilayah Jakarta. 

Kambing hitamnya berderet sudah. Anak buah disalahkan, sistem internl disalahkan, mekanisme anggaran disalahkan, menyalahkan gubernur sebelumnyalah dan akhirnya menyalahkan sistem yang selama ini diterapkan, yaitu Sistem e-Budgeting. Anies berpendapat bahwa ada yang tidak beres dengan sistem ini, sehingga terjadi kesalahan dengan pos lem merk Aibon yang dijatahkan dua kaleng untuk setiap siswa, seperti diberitakan oleh tirto.com berikut ini.

Ada problem sistem, sistemnya digital tapi tidak smart. Kalau smart system, dia bisa melakukan pengecekan, dia bisa melakukan verifikasi, dia bisa menguji. Nah, ini sistemnya digital tapi sistemnya masih manual," ujar dia.  Anies beralasan sistem e-budgeting bermasalah sehingga rencana anggaran yang tidak logis masih lolos

Lha, ini namanya apa? Bukankah ini yang disebut mencari kambing hitam, dan kambing hitam itu disalahkan karena dia yang menyebabkan munculnya anggaran lem Aibon itu yang dipertanyakan oleh anggota DPRD DKI Jakarta karena dianggap "tidak logis".

Sungguh menyedihkan kalau seorang Gubernur selevel DKI Jakarta memberikan tanggapan yang sangat tidak proporsional ketika "anggaran yang disusunnya sendiri" banyak yang tidak logis dan merasa dia tidak tahu tentang itu. 

Ini sama saja namanya "blunder" kan? Karena sepertinya sang Gubernur tidak nyambung apa yang ditanyakan oleh anggata DPRD dengan apa yang dijelaskan. Dan malah situasi menjadi tidak keruan, karena ke mana-mana arah yang disasar. 

Ini memang blunder, karena menyampaikan sebuah rencana besar untuk DKI Jakarta yaitu RAPBD tahun 2020, tetapi sepertinya tidak menguasai apa yang disampaikan kepada anggota Dewan yang harus menilai, membahas dan memutuskan apakah disetujui atau tidak.

Koq seperti pasang badan saja ya!? Seperti tidak ada beban saja, dan dianggap masyarakat tidak akan ikut mengawasi dan mengontrol. Sungguh sangat terlalu.

Mungkinkah seorang Anies yang sudah berjalan dua tahun sebagai Gubernur tidak menduga kalau ada anggota DPRD yang baru yang berani untuk mengorek dan mempertanyakan bermacam-macam hal yang janggal dalam RAPBD DKI 2020 ini?

Apakah dia tidak sadar bahwa anggota DPRD yang baru ini, sudah banyak yang vokal. Seperti  yang dilakukan oleh anak muda dari PSI yaitu William Aditya Sarana yang tidak bisa menerima kejanggalan itu tetap ada dalam anggaran tanpa kejelasan.

https://www.indozone.id/news/Ens5rz/selain-lem-aibon-psi-juga-soroti-anggaran-ballpoint-rp124-m
https://www.indozone.id/news/Ens5rz/selain-lem-aibon-psi-juga-soroti-anggaran-ballpoint-rp124-m

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana termasuk yang pertama merilis kejanggalan anggaran Lem Aibon di media sosial. Akun Twitter-nya mengunggah tangkapan layar laman apbd.jakarta.go.id berisi informasi soal rencana pengadaan Lem Aibon, Selasa kemarin. Dia menyertakan link di unggahannya, tapi data itu kini sudah tidak bisa diakses. William mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberikan penjelasan mengenai rencana pengadaan Lem Aibon. "Ini usulan dari mana? Kenapa Lem Aibon dan kenapa angkanya besar sekali? Saya minta gubernur jelaskan, jangan buang badan ke anak buah," kata William, Rabu (30/10/2019).

Mencermati fenomena Lem Aibon ini, sebuah kata simpati buat gubernur yaitu "kasihan". Mengapa kasihan, karena kapasitas minimal yang harus dimiliki seorang Gubernur mampu memberikan respons yang proporsional terhadap pertanyaan anggota DPRD itu. 

Bukan soal membela diri, tetapi menjelaskan apa adanya. Dan kalau yang dijelaskan apa adanya itu memang keliru, maka sebaiknya dia mengakui kekeliruan itu, untuk kemudian dilakukan perbaikan dan berjanji untuk lebih baik lagi ke depan. 

Kalau ini yang dilakukan oleh seorang Gubernur sebagai pemimpin, maka harusnya polemik selesai, dan tidak menjadi viral tidak karuan ke mana-mana. Tetapi mengapa Anies tidak mampu melakukan itu? Jawabannya sederhana, ini menyangkut kapasitas dan kompetensi sebagai "Gubernur yang harus memahami seluruh detail dari permainan birokrasi dalam suatu Provinsi". 

Kalau itu yang menjadi cara padangnya, bisa disimpulkan bahwa beliau memang tidak berkompeten untuk melakukan itu. Dan kalau tidak berkompeten, maka masalah-masalah sepele nan reseh seperti urusan lem aibon ini dipastikan akan terus muncul setiap tahun penyusunan RAPBD DKI Jakarta.

Dan dalam level generalnya, maka pembangunan di wilayah DKI Jakarta akan mengalami kemunduran selama kepemimpinan di bawah kendali beliau.

Ini tentu tidak diinginkan oleh warga Jakarta dan juga warga negeri ini, karena Jakarta menjadi barometer pembangunan dalam segala hal, karena masih menjadi pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat segala macam di republik ini. 

Nampaknya, anggota DPR DKI akan bekerja keras dan ekstra selama lima tiga tahun lagi ketika Anies masih menjadi Gubernur DKI. Dan tentu saja akan menjadi arena konflik dan debat yang tidak produktif bagi kemajuan Jakarta dan Indonesia.

Memanng enak menjadi Gubernur, tetapi apakah enak kalau terus menerus dibully dan dijadikan bahan lelucon?

YupG. 31 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun