Kali ini semua jempol perlu diangkat untuk Presiden Jokowi, karena rasa penasaran publik yang sudah memuncak mencapai ubun-ubun sama sekali tidak luluh hati Jokowi memberi celah informasi tentang susunan kabinet kerja jilid II. Bahkan pihak istana menutup rapat habis-habisan tentang siapa saja orang yang beruntung menjadi pembantu Presiden Jokowi lima tahun kedepan.
Tidak saja karena pihak istana sama sekali tidak memberikan celah informasi tentang susunan kabinet kerja Jokowi dan Ma'ruf Amin ini, tetapi juga karena Jokowi sama sekali tidak melibatkan pihak lain seperti KPK, PPATK, dan sebagainya untuk ikut memberikan evaluasi dan masukan bagi calon-calon menteri yang akan datang. Situasi ini yang membuat penasaran publik semakin menjadi-jadi. Ditimpali lagi dengan safari politik yang dilakukan oleh sejumlah tokoh dan ketua-ketua Parpol telah melahirkan sejumlah spekulatif politik tentang peta pembagian kekuasaan dan juga kekuatan politik di Indonesia paska Pemilu 2019.
Harus diakui bahwa untuk periode kedua ini, 2019-2024 Jokowi memang tampil beda dengan gaya yang baru ketika dia memulai membangun kekuatan melalui susunan kabinet kerja yang akan menentukan arah pembangunan Indonesia lima tahun kedepan. Perubahan gaya ini tidak bisa dihindari munculnya berbagai analisis baik yang negatif maupun yang positif.
Presiden Jokowi sedang berada dalam tekanan dan tersandera oleh para elit politik melalui kekuatan partai politik yang menjadi koalisi pendukung maupun kekuatan politik lain yang ada di lingkungan legislatif. Dan analisis ini mengkhawatirkan akan menjadi masalah bahkan hambatan perwujudan dan pencapaian visi dan misi Indonesia lima tahun kedepan seperti yang sudah dicanangkan oleh Jokowi saat memenangkan Pilpres 2019 yang lalu.
Publik sudah sangat belajar dari perilaku para politisi negeri ini melalui rumah Parpol masing-masing, yang sama sekali lebih mementingkan kepentingan partainya lima tahun kedepan ketimbang nasib masyarakat yang menuntut kemajuan di segala bidang. Parpol tetap parpol yang tidak mau gagal pada pemilu berikutnya dan dengan segala cara akan melakukan berbagai upaya membangun kekuatan partainya. Kalau tidak maka akan tersingkir pada periode berikut.
Betulkah Jokowi sedang tersandera oleh elit politik ?. Begitulah salah satu inti dari berita yang dilansir dari bbcindonesia.com, sebagai upaya membedah seberapa jauh penyusunan kabinet kerja jilid II dari Jokowi - Ma'ruf Amin betul-betul tidak diintervensi oleh kekuatan dan kepentingan para elit politik dengan agenda masing-masing.
Pertanyaan ini tidak muluk-muluk, karena juga itulah yang sesungguhnya sedang berkecamuk di dalam benak publik. Sekaligus sebagai reaksi masyarakat akan ketidakrelaan publik kalau hasil Pilpres kali ini hanya untuk kepentingan para elit saja, dan tidak peduli bagi kepentingan masyarakat luas dan jangka panjang demi Indonesia yang maju.
Tidak bisa dihindari kekhawatiran dan juga kecurigaan publik, jangan-jangan Jokowi tidak seperti dulu lagi, lima tahun silam saat memenangkan hati rakyat Indonesia karena kesederhanaan, keterbukaan serta mau melibatkan semua komponen rakyat dalam memulai dan menyusun kabinet kerja jilid I 2014-2019. Suara rakyat sebanyak 84an juta tidak rela kalau pada akhirnya menjadi pemuas kepentingan sesaat dari para elit politik di republik ini.
Pada akhirnya, ketertutupan bahkan tutup rapat habis istana dan Jokowi membuat tidak berdayanya publik kecuali menunggu saja apa yang akan terjadi nanti saat susunan kabinet kerja jilid II akan diumumkan oleh Presiden Jokowi. Dan tentu saja publik hendak menguji da membuktikan apakah implementasi hak prerogatif presiden ini ampuh atau tidak.
Menguji hak prerogatif Presiden ala Jokowi dalam menyusun kabinet kerja jilid II menjadi menarik untuk dicermati. Tentu saja publik sangat mengapresiasi dan tidak hendak melakukan intervensi. Kalau hasilnya baik tentu saja itu harapan semua pihak. Tetapi kalau hasilnya buruk, tentu saja "hujatan" dari publik mungkin tidak bisa dihindari, dan dengan berbagai pandangan yang juga bisa memojokkan sang presiden Jokowi.
Tokoh politik PDIP Eva Sundari memberikan pemahaman tentang eksistensi Jokowi sebagai Presiden Indonensia yang sangat kuat, powerful untuk mampu membuat keputusan yang terbaik dalam menyusun sendiri kabinet kerja yang akan dipimpinnya. Seperti diberitakan oleh bbc.com pandangan dari Eva tersebut :
"Ada banyak tim. Tapi tidak boleh ada di koran (media massa) untuk bikin opini publik. Karena dia mau menguji (hak) prerogratif itu. Jadi biarkan Jokowi menjalankan kerjaannya dengan caranya sendiri," katanya kepada BBC News Indonesia, Kamis (17/10). Lebih lanjut, Eva mengatakan tak ada pendiktean dari elite politik saat Jokowi menyusun kabinetnya. "Jangan ada kekhawatiran didikte ketum (ketua umum parpol), nggak ada itu. Karena ketum sendiri, seperti Bu Mega mengimbau nggak bisa dikte. Karena (Megawati) menghormati hak prerogratif itu," katanya.
Apa yang dijelaskan oleh Eva Sundari tentu saja menjadi harapan dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan, kendati kekhawatiran akan adanya intervensi elit politik apalagi tersanderanya seorang Jokowi tetap menjadi kewaspadaan untuk mengawal sang presiden dalam memimpin pembangunan negeri ini lima tahun kedepan.
Pengalaman lima tahun memimpin Indonesia dengan segala hasil karya serta kinerja yang penuh kontroversi, tidak saja di dalam negeri tetapi juga di luar negeri skala internasional, harusnya menjadi modal bagi seorang Jokowi untuk memulai memimpin pada periode kedua ini. Pun dalam menyusun kabinet kerjanya, memilih orang yang tepat di posisi yang tepat dan di waktu yang tepat tidak lagi menjadi hal yang sulit bagi seorang Presiden Jokowi.
Masyarakat harus ikut mengawal dengan menguji keputusan Jokowi dalam menyusun kabinetnya. Menjadi orang nomor satu di negeri ini, menjadi RI-1 tentu saja merupakan hasil kerja dan hasil keringat dari para parpol pendukung yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sehingga proporsi 45 bandimg 55%, sebuah formulasi menarik yang sangat elegan bagi pemerintahan Jokowi 5 tahun kedepan.Â
Betul sekali, utusan dan wakil dari Parpol 45% akan lebih hebat lagi kalau mereka juga memiliki latar belakang profesional  sehingga menjadi kekuatan dalam kabinet kerja Jokowi.
Semua spekalusi politik, segala kepentingan yang terus didomblengkan dalam tubuh kabinet, dan semua perbedaan tajam di tengah publik paska Pemilu 2019 akan terjawab dalam susunan kabinet kerja jilid II dari Presiden Jokowi dan Ma'ruf Amin yang akan diumumkan segera setelah pelantikan dan pengambilan sumpah Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2019-2024.
Mari kita bersama-sama mengawalnya demi Indonesia yang lebih baik dan lebih maju 5 tahun kedepan.
YupG. 20 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H