Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Penyerangan Menkopolhukam Wiranto sebuah Kecolongan

11 Oktober 2019   01:28 Diperbarui: 11 Oktober 2019   21:10 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkopolhukam Wiranto. (AP Photo/Achmad Ibrahim))

Kejadian penyerangan terhadap Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang sangat memprihatinkan kita semua, seperti percaya dan tidak percaya serangan itu bisa dilakukan karena nampaknya tidak ada tanda-tanda peringatan sebeum kejadian. 

Kita harus bersyukur tidak ada korban jiwa yang jatuh, kendati Menkopolhukam Wiranto dan Kapolsek Menes Kompol Daryanto dan seorang petugas keamanan terkena tusukan si pelaku.  

Penyerangan yang sangat singkat ini, menjadi viral di media sosial. Tidak saja foto-foto kejadian itu, tetapi juga video pendek yang sangat jelas memepertontonkan saat-saat penyerangan, hinggga bahkan dibekuknya pelaku sampai ditahan. 

Dan nyaris semuanya bisa disaksikan oleh publik dimana saja. Lagi-lagi ini menjadi contoh bagaimana media sosial itu sebagai ruang publik yang sangat terbuka bagi siapa saja. Dan karenanya semua penonton bisa berpersepsi, beropini dan ikut ber-buzzer-ria.

Sebagai orang awam dalam urusan keamanan negara dan tokoh politik, saya melihat peristiwa serangan terhadap Wiranto ini sepertinya sebuah kecolongan besar bagi para aparat keamanan, khususnya pihak polisi yang seharusnya menjadi arena tupoksi mereka. 

Sebagai sebuah kecolongan, harusnya penyerangan ini tidak perlu terjadi, karena bisa dicegah dengan mudah.

Kesimpulan ini bisa dilihat dengan video rekaman peristiwa yang dialami oleh Wiranto itu. Perhatikan bahwa begitu mudahnya si pelaku beraksi dan nyaris tidak ada pengamanan dan pengawalan yang berarti terhadap seorang Menkopolhukam yang butuh pembersihan lingkungan tempat beliau berada selama bertugas disana.

ANTARA FOTO/DOK POLRES PANDEGLANG
ANTARA FOTO/DOK POLRES PANDEGLANG
Kecolongan ini memberikan pesan yang sangat penting bagi pihak aparat keamanan untuk tidak lagi bermain-main dengan risiko serangan terhadap tokoh-tokoh dan pimpinan negeri ini. 

Artinya, sekecil apapun risiko yang mungkin akan terjadi, tidak boleh dibiarkan tanpa kepastian pengamanan di lapangan. Sebab kalau sudah kejadian seperti terhadap Wiranto, maka alasan apapun diberikan tidak ada manfaat dan gunanya.

Seperti sekarang ini, begitu banyak analisis tentang apa dan bagaimana serta mengapa serangan ini dilakukan oleh dua orang suami dan istri yag begitu mudahnya mendekati dan menyerang Sang Menteri. 

Ini betul-betul sebuah kecolongan yang "memprihatinkan" dan juga "memalukan" bagi pihak aparat keamanan. Satu orang menteri saja tidak bisa di jaga, apalagi kalau jumlahnya banyak.

Saya pikir, ada 4 pesan penting dan genting yang disampaikan oleh "penyerang" Menkopolhukam ini kepada kita semua, yaitu :

1. Radikalisme yang sedang menjadi musuh besar bangsa ini, dan juga di berbagai belahan dunia ini, tidak boleh dianggap remeh. Karena sesungguhnya mereka ada dimana-mana yang muncul dengan bentuk yang sangat sederhana. 

Penampilan setiap orang tidak menjadi jaminan apakah seseorang itu telah terpapar radikalisme ISIS atau belum. Setelah kejadian baru akan terbukti dugaan itu. Jangan pernah ambil risiko untuk tidak menyiapkan diri dalam segala kemungkinan situasi.

2. Menghadapi radikalisme tidak bisa dengan cara yang lembut dan halus bak merayu-rayu. Tidak lagi! Tetapi harus dengan ketegasan yang super tegas. Apalagi kalau sudah ketahuan dan terbukti, harusnya pemerintah menerapkan hukuman yang seberat-beratnya. 

Sebab, ini menyangkut keselamatan dan keamanan serta kenyamanan masyarakat lain yang jauh lebih banyak dari seorang pelaku radikalisme. Ketidaktegasan pemerintah terhadap pelaku radikalisme, hanya menjadi energi bagi mereka untuk terus melakukan dengan cara-cara yang sulit diduga.

3. Interaksi sosial para Pimpinan negeri ini, seperti seorang Menteri bahkan seorang Presiden dengan rakyatnya tidak bisa lagi selonggar sekarang ini. Sebab untuk menunjukkan bahwa seorang pemimpin dekat dengan rakyatnya tidak bisa lagi di ukur hanya dengan salaman begitu saja setiap jumpa. 

Ada yang lebih prinsip dari itu, yaitu hasil pekerjaan pimpinan bisa dirasakan langsung oleh rakyatnya dengan kinerja pembangunan yang terus membaik dan maju.

4. Sudah saatnya segala sesuatu yang bersifat kenegaraan dilakukan dengan SOP, standar operasi prosedur yang ketat dan terjamin dengan baik. Ini menyangkut aspek disiplin dalam mengelola sebuah negara. 

Negara Indonesia yang sebesar ini, tidak bisa lagi di kelola hanya dengan improvisasi yang terus menerus di lapangan, karena sangat berisiko. 

Ingat, yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan untuk salam salaman terus dengan pimpinannya, tetapi hasil kerja pembangunan yang signifikan dalam segala hal.

Mari memahami sungguh-sungguh bahwa Indonesia ini bukan semakin terbelakang tetapi akan terus maju dan berkembang menjadi negara besar dan maju. Dan karenanya, segala sesuatu harus dibangun dengan budaya pembangunan yang "keras" dan tegas dalam segala hal dengan semangat yang harus terus berada pada level tertinggi.

Kalau tidak demikian, maka tantangan yang dihadapi seakan-akan tidak ada, dan perilaku menyimpang seperti radikalisme akan semakin mendapatkan tempat yang baik untuk bertumbuh dan berkembang dan merongrong masyarakat yang ingin maju dan berkembang.

YupG. 11 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun