Kemenkumham dan Dialog Mahasiswa
Beredar sangat luas rekaman video penjelasan dari Menkumham, Yasona Laoly dari sebuah acara televisi sebagai tanggapan sang menteri kepada sejumlah Badan Eksekutif Mahasiswa terkait dengan 7 butir tuntutan mahasiswa antara lain tentang RUU KUHP yang terdapat pro dan kontra dari sejumlah pasal yang ada di sana.
Harus diakui, bahwa sang menteri memanfaatkan kesempatan yang ada memberikan penjelasan. Ini menjadi arena dan panggung dari Pak Laoly.
Bahkan penjelasannya cenderung emosional terkait dengan nasib dari KUHP yang sudah ada sejak ratusan tahun silam dan sampai sekarang belum juga direvisi sebagai produk hukum sendiri negeri ini, sebab ini warisan kolonial Belanda.
Penjelasan yang diberikan memang bisa dipahami dengan baik. Tetapi, yang sangat menohok adalah penjelasan beliau bahwa mengapa tidak dipelajari, dibaca dulu RUU KUHP dan juga lainnya sebelum diprotes. Sebab sesungguhnya, draft RUU ini sudah melalui proses yang sangat panjang dan melibatkan semua unsur dari periode ke periode hingga 7 kali ganti presiden.
Saya pikir, di bagian ini yang harus diakui sang menteri tidak bijak menjelaskan. Sebab, seakan-akan masyarakatlah yang salah karena tidak membaca draft RUU KUHP itu.
Terus terang, bagi masyarakat yang memang belum membaca pasti agak tersinggung dan seakan-akan "masyarakat itu goblok" karena main protes dan menolak RUU KUHP itu padahal belum dibaca duluan.
Persoalannya ada di situ. Sebab, masyarakat belum diberi informasi tentang draft RUU ini. Dan terkesan hanya terbatas kepada sekelompok tertentu seperti yang dijelaskan oleh sang menteri.
Artinya pula, kalau selama ini sudah ada sosialisasi, harusnya protes seperti ini tidak perlu terjadi. Kalau sang menteri bertanya, "Ke mana saja Anda selama ini?" maka rakyat juga bertanya, "Lha, sang anggota dewan dan pemerintah ke mana saja selama ini tidak menjelaskan RUU itu?"
Nah, kalau sudah demikian, diskusi akan menjadi debat kusir dan tidak akan produktif untuk apapun juga. Dan hanya akan menghasilkan konflik yang tiada berujung.
Tanggapan yang sama terhadap mahasiswa, gaya sang menteri yang asli menaikkan adrenalin para mahasiswa, ketika Menkumham menantang mahasiswa untuk berdebat tentang RUU KUHP ini.Â
Tantangan Sang Menteri ini memang menarik bagi para mahasiswa, sebab di sana ada pesan baik agar mahasiswa jangan berdebat sesuatu kalau tidak mengetahui, tidak menguasai, apalagi belum "membaca" dengan baik tuduhan Menkumham. Sedemikian rupa, sehingga sebagai menteri dan juga seorang dosen merasa malu atas ketidaktahuan para mahasiswa ini.
Penjelasan sang menteri yang beredar luas, ditanggapi dengan sisi negatif yang menyakitkan. Bahwa dengan pernyataan itu, seakan-akan mahasiswa ini goblok karena memprotes dan memperjuangkan sesuatu yang tidak diketahui dahulu. Dan tentu itu sangat memalukan.
Sosialisasi Produk Kebijakan
Berkaca dari kejadian yang hingga saat ini terus berlanjut. Setiap ada pengesahan RUU menjadi UU muncul pro dan kontra di tengah masyarakat. Ujung-ujungnya saling menyalahkan. Lalu ketika tidak ada titik temu, lari ke demo dan demo. Situasi chaos karena banyak yang menunggangi. Konflik terjadi di tengah masyarakat.
Seorang teman senior mengatakan setengah protes di sebuah group media sosial, kita setuju dengan Pak Menkumham, tetapi kita jangan disalahkan dong, apalagi kita dianggap goblok. Itu tidak benar, seakan hanya dia aja yang benar di sana. Padahal masyarakat tidak pernah disosialisasikan barang itu.
Jadi, kuncinya adalah komunikasi politik yang dibangun dan dikelola oleh lembaga legislatif dan juga eksekutif melalui kantor-kantor kementerian. Harus diakui bahwa komunikasi politik di negeri ini sangat jelek dan tidak efektif. Sebab selalu saja menuai pro dan kontra setiap kebijakan dan keputusan yang diambil.
Harusnya, diantisipasi semuanya, agar tidak menciptakan kegaduhan yang tidak produktif. Bisa saja, di dapur legislatif dan eksekutif sudah tuntas, tetapi di masyarakat belum tersosialisasi sebelum disahkan.
Memang agak lucu juga ketiga Sang Menkumham mengatakan bahwa tidak mungkin harus menjelaskan kepada sekitar 265 juta rakyat Indonesia tentang sebuah RUU. Memang itu tidak betul, dan siapa juga yang menuruh sang menteri datangi satu persatu warga negeri ini menjelaskan RUU KUHP misalnya. Pasti ada cara yang bisa menolong, daripada seperti sekarang ini, masyarakat pada protes semua.
Perlu perbaikan dan penataan yang profesional komunikasi politik agar ke depan republik ini tidak habis waktu dan energinya hanya menanggapi demo dan demo.
YupG. 25 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H