Apa yang sedang terjadi dengan lembaga yang sangat dibanggakan oleh masyarakat negeri ini, yaitu lembaga legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat, sehingga harus berhadap-hadapan dengan rakyat yang memilih dan mengantarnya duduk di kursi emas di Senayan sana?
Sungguh memilukan menyaksikan pertemuan antara delegasi mahasiswa yang berdemo dengan anggota DPR kemarin. Kalau saja kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik, oleh DPR, sangat mungkin tidak akan ada demo hari kedua pada hari ini, Selasa 24 September 2019.Â
Tetapi, yang terjadi sangat memalukan untuk mendengar, dan membaca berita-beritanya. Karena wakil rakyat disana lebih mempertontonkan arogansinya ketimbang melayani rakyat yang memilihnya untuk menjadi anggota dewan yang terhormat.
Interaksi yang terjadi, jauh dari manusiawi dan sikap pelayan masyarakat. Menunjukkan kehebatannya sebagai orang yang merasa paling tahu dan memahami segala seluk beluk urusan hukum dan perundang-undangan di negeri ini.Â
Sedemikian mirisnya, bukan lagi niat dan semangat untuk menyelesaikan masalah dengan damai, tetapi cenderung menantang dan melecehkan para mahasiswa yang melakukan aksinya.
Terlepas dari materi yang dituntut, seperti RUU KUHP dan atau Revisi UU KPK, tetapi penerimaan dari anggota DPR menjadi sumber pembakar emosi mahasiswa untuk melakukan aksi, dan menyatakan mosi tidak percaya kepada anggota DPR.
Seperti yang diberitakan oleh kompas.com bagaimana sikap anggota DPR yang sama sekali tidak memperlihatkan empati yang baik sebagai wakil rakyat yang datang menyampaikan aspirasi mereka.
Mahasiswa menjadi geram karena anggota DPR yang menerima mereka tak mengetahui lembar kesepakatan yang telah disepakati bersama Sekjen DPR. "Berarti bapak-bapak tidak mendengarkan apa yang kami suarakan dari kemarin," ucap Manik diikuti tepuk tangan para mahasiswa. Masinton pun menjelaskan, langkah mahasiswa menyampaikan aspirasinya ke Sekjen DPR adalah cara yang salah. Â Sebab, menurut dia, Kesekjenan DPR tidak mengurusi hal-hal terkait aspirasi mahasiswa.
Pantas saja mahasiswa ini geram dan merasa dilecehkan seakan-akan tidak ada manfaat dan gunanya datang ke DPR sebagai wakil rakyat karena toh tidak dipedulikan, walaupun sesungguhnya sudah proses membuat kesekapatan.
Mengapa anggota DPR ini menjadi seperti "kesetanan" menjelang akhir masa periode mereka yang tinggal beberapa hari saja? Sedemikian rupa sehingga segalanya mau dituntaskan untuk disahkan apa saja yang sudah ada.
Apakah karena revisi UU KPK sudah disahkan beberapa hari yang lalu, yang menuai pro dan kontra yang berkepanjangan dan tidak memuaskan rakyatnya, lalu kemudian memaksakan juga sejumlah RUU untuk disahkan tanpa pembahasan secara publik, atau menampung aspirasi publik?