Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR, Antara Arogansi dan Miskin Kinerja

24 September 2019   14:31 Diperbarui: 24 September 2019   17:57 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang sangat menyedihkan dan memprihatinkan kalau kita melihat kinerja dari Anggota DPR RI periode 2014-2019. Data-data yang bis disaksikan setiap saat di media daring sangat miskin kinerja mereka dari fungsi utamanya di bidang legislasi. Bayangkan saja, Prolegnas untuk peridoe 2014-2019 ditargetkan sebanyak 189 RUU, tetapi nyatanya hanya mampu merampungkan 14 RUU saja.

Inilah yang disebut sebagai miskin kinerja, tetapi arogansinya setinggi langit terhadap rakyat yang menuntutnya. Lha, kemana saja selama 5 tahun bekerja dan duduk di Senayan serta menerima gaji dan fasilitas super dan nomor wahid dari rakyat?

DPR RI nampak begitu arogan dalam mengelola perannya tetapi miskin kinerja. Harusnya yang terjadi adalah anggota dewan sebagai wakil rakyat harus humble atau rendah hati menghadapi dan melayani rakyatnya, siapapun dia. Dan harusnya kinerjanya lebih dari yang ditargetkan. Kalau targetnya 189 RUU, harusnya selesaikan lebih dari 189 UU bagi kemajuan negeri ini dimasa depan.

Kalau dalam 5 tahun hanya mampu merampungkan 14 RUU saja, lalu kemana saja para anggota dewan ini selama ini? Bukankah salah satu fungsi utama dewan adalah legislasi. Bahkan RUU KUHP yang sudah ada draft awal sejak 50 tahun yang lalu saja, juga tidak bisa diselesaikan selama ini ? Oh, ini sungguh sangat memepermalukan diri sendiri yang menerima kemewahan fasilitas selama berada di senayan.

Pantaslah rakyat emosi dan marah. Dan lebih marah lagi ketiga menjelang mengakhiri masa tugasnya memaksakan mensahkan RUU yang selama ini malah menuai pro dan kontra dari masyarakat.

Rakyat dan publik tidak mau lagi dikadalin seperti kejadian revisi UU KPK yang dilakukan dengan silent operation tanpa keterbukaan kepada publik. Dan diam-diam pula menyampaikan kepada Presiden untuk dibahas. Dan yang terjadi, bukan pembahasan, bahkan masukan dari masyarakatpun tak digubris oleh DPR dan Presiden, malahan langsung disahkan. Lha..?

YupG. 24 Septermber 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun