Apakah masih ada perusahaan yang masih berani memasang slogan konsumen adalah raja, atau pelanggan itu raja, atau customer is the king? Kalau masih ada, boleh di tunjukkan kepada publik.
Sulit menemukan motto pelanggan adalah raja, karena memang kenyataan yang di pertontonkan oleh banyak perusahaan adalah konsumen tidak lebih sebagai "sapi perahan" demi memperoleh laba yang sebanyak-banyaknya.
Bahkan dalam praktik, sangat mungkin lebih sadis dan tragis lagi. Sebab, konsumen tidak lebih dari pengemis, kendati yang di-ngemisin itu adalah hak konsumen sendiri.
Salah satu contoh yang sangat menghebohkan dunia jagad maya adalah yang dialami oleh sebuah keluarga yang menggunakan jasa penerbangan swasta  dari bandara Bandung hendak menuju bandara Kualanamu di Sumatera Utara.Â
Kejadian yang menghebohkan ini terjadi di akhir bulan April 2019. Mereka mengalami persoalan tentang bagasi, khususnya yang dibawa dengan tangan atau kabin.Â
Kasus yang menjadi viral di dunia media sosial dan katanya sudah dilaporkan kepada pihak polisi, terlepas dari siapa yang benar dan salah, tetapi sungguh-sungguh mempertontonkan bagaimana pelayanan sebuah maskapai penerbangan yang memperlakukan penumpang atau konsumennya secara tidak manusiawi. Apalagi melibatkan anak kecil usia 3,5 tahun yang dipaksa harus membawa sendiri bagasi kabinnya.
Kisah ini sama sekali tidak ada nuansa bahwa konsumen itu adalah raja. Jangankan dianggap raja, diberikan jalan keluar yang manusiawi secuilpun tidak ada sama sekali. Bahkan konsumen ini menderita luar biasa, mereka tidak bisa terbang dan tiket hangus, dan harus membeli tiket baru dan tentu saja waktu berharga mereka terbuang dengan sia-sia.
Kasus perlakuan yang tidak manusiawi  bagi konsumen penerbangan ini, masih sangat banyak lagi. Bahkan maskapai penerbangan tertentu menjadi langganan yang sangat kaya atas perlakuan yang tidak benar terhadap konsumennya.
Slogan bahwa konsumen itu raja, sesungguhnya hanya ada di dalam teori dan bukan di dalam kenyataan ketika seorang konsumen membeli produk atau jasa sebuah perusahaan. Tidak saja dalam dunia bisnis, bahkan dalam pelayanan publik dan sosialpun jamak ditemukan perlakuan yang jauh dari manusiawi. Â Mulai dari mengurus KTP di kantor Kelurahan, lanjut ke kantor Kecamatan, dan apalagi kalau sudah ke kantor Dukcapil di Kodya atau Kabupaten. Seseorang harus menyediakan waktu seharian, uang, tenaga dan emosi yang pasti terkuras. Inipun belum tentu langsung selesai. Sangat bisa, yang ditemui oleh konsumen adalah masalah baru, ketidakjelasan dan keragu-raguan.
Lalu, dimana letak bahwa konsumen itu raja? Ya, seorang raja harusnya dilayani dengan sepenuh hati dengan tulus dan manusiawi. Tidak boleh dilecehkan apalagi dikerjaian habis-habisan. Memang benar bahwa slogan konsumen itu raja, adalah bohong besar di lapangan.
Seorang teman yang baru melakukan perjalanan ke Eropa berkisah bagaimana hebatnya pelayanan yang diterima selama perjalanan pergi pulang yang sangat menyenangkan. Lalu, saya bertanya seberapa besar harga yang dibayar untuk sebuah perjalanan yang dialami itu? Dia mengatakan lumayan mahal, karena mengambil paket premium dengan alasan tidak mau repot dengan segala urusan.
Betulkah teman yang melakukan perjalanan ke Eropa sebagai seorang raja? Ketika saya tanyakan kepadanya, dia tidak menjawab apakah dia raja atau bukan, tetapi harapannya terpenuhi.
Pelayanan prima dialami karena dia juga membayar dengan paket premium yang sangat mahal. Artinya, kalau mau menjadi sebagai seorang raja, maka Anda harus membayar harga yang mahal untuk mendapatkan perlakuan sebagai seorang raja bagi perusahaan yang melayani Anda.
Problem slogan konsumen adalah raja terletak disini. Sebab ini bukan soal raja atau bukan raja seorang konsumen. Tetapi kenyataan yang adalah adanya kontrak antara perusahaan dan konsumennya. Perusahaan menawarkan jasa dengan paket tertentu, dan konsumen mengambil dengan membayar harga untuk itu. Jadi, semua isi kontrak harus dipenuhi dalam praktek. Yang tidak bisa memenuhi bisa dikenakan sanksi.
Seperti yang dialami oleh seorang penumpang pesawat milik pemerintah beberapa bulan yang lalu. Dan penumpang ini menuntut kep pengadilan karena apa yang dia sudah bayar dengan tiketnya tidak sesuai dengan harapannya. Antara lain, monitor televisi di bangku duduknya rusak, yang mana termasuk dalam harga yang sudah dibayarnya. Kasus inipun sedang bergulir di pengadilan negeri.
Jadi, slogan konsumen adalah raja sesungguhnya hanya bohong belaka dan sulit ditemukan dalam praktek. Konsumen harus membayar harga dari setiap jasa dan produk yang dipakai dan dibeli kepada perusahaan. Dan sesungguhnya dalam praktek, justru konsumen tidak merasakan 100 persen jasa atau produk yang sudah dibayarnya itu.
Slogan bahwa pelanggan adalah raja, sangat bertentangan dengan motivasi utama sebuah perusahaan, yaitu memaksimalkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Motivasi ini hanya bisa dicapai kalau perusahaan menekan biaya serendah-rendahnya agar dapat untung yang sebesar-besarnya. Inilah sesungguhnya yang ada didalam kenyataan. Tidak mungkin perusahaan mau rugi hanya karena dia mau memperlakukan pelanggan itu rajanya.
Dalam konteks yang demikian, maka yang dituntut dari konsumen adalah menjadi pelanggan yang smart. Smart itu mirip dengan slogan atau iklan televisi di TVRI zaman old yang selalu menyampaikan pesan kepada konsumen yaitu "teliti sebelum membeli". Sebab bila tidak teliti, tidak smart maka konsumen akan kecewa. Kecewa karena manfaatnya tidak setimpal dengan harga yang sudah dibayarkan. Juga lebih kecewa lagi karena merasa ditipu atau tertipu.
Itulah yang dialami oleh sebuah keluarga dari bandara Bandung yang menggunakan jasa penerbangan sebuah maskapai, mereka pasti sangat kecewa dan pengalaman itu tidak akan terlupakan seumur hidup. Dan bisa jadi tidak akan menggunakan lagi jasa penerbangan itu. Â Memang benar, slogan pelanggan adalah raja hanya ada di slogan saja dan nyaris tidak ada di dalam praktek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H