Klimaks kisruh KPK memuncak ketika Presiden nampaknya marah kepada Pimpinan KPK sedemikian sehingga Revisi UU KPK disahkan oleh DPR setelah disetujui oleh Presiden Jokowi. Pro dan kontra selesai sudah, dan apa yang disuarakan oleh publik selama ini tidak ada lagi gunanya karena tidak di respons. The show must go on, alias anjing menggonggong kafila terus saja berjalan.
Sulit untuk tidak mengatakan bahwa Jokowi tidak emosi dan marah kepada Pimpinan KPK yang mengambil sikap untuk mengembalikan mandat kepemimpinan mereka kepada Presiden Jokowi. Dan disampaikan lagi tidak secara langsung tetapi melalui konferensi pers secara terbuka. Dan menuai pro dan kontra terhadap mandat itu.
Seperti diberitakan oleh kompas.com bahwa bagaimana Jokowi menyikapi tindakan yang dilakukan oleh Pimpinan KPK yang sepertinya tidak berusaha memahami dan mempedomani aturan hukum yang ada dan seharusnya itu tidak boleh terjadi.
Paling tidak ada 3 point sebagai narasi jelas tentang kemarahan Jokowi kepada pimpinan KPK yang dianggapnya tidak bijaksana dalam bernegara, yaitu :
Satu, berdasarkan UU KPK bahwa disana tidak ada istilah mengembalikan mandat, tetapi yang ada adalah mengundurkan diri, meninggal dunia, kena tindak pidana korupsi.
Dengan kata lain, ini kan terlalu kebangetan kalau para Pimpinan KPK tidak paham tentang hal itu. Dan KPK itu lembaga yang independen dan bebas dari intervensi pemerintah, pun seorang Presiden.
"Dalam Undang-Undang KPK tidak ada, tidak mengenal yang namanya mengembalikan mandat. Enggak ada, enggak ada," kata Jokowi di Jakarta, Senin (16/9/2019). "Yang ada Itu mengundurkan diri, ada. Meninggal dunia ada, terkena tindak pidana korupsi, iya. Tapi yang namanya mengembalikan mandat tidak ada," tuturnya.
Kedua, nampaknya KPK itu tidak bijaksana dalam menjalankan tugas negara yang diberikan kepada mereka. Bahkan nampak seperti kekanak-kanakan, ngambek, dan marah tentunya.
Presiden sangat tidak nyaman dengan sikap seperti ini, dan malah menurunkan wibawa Pimpinan KPK yang diangkat dan dilantik oleh Presiden RI itu. Sehingga Jokowi tegas mengatakan agar pimpinan KPK bijak dalam bernegara dan menaati aturan.
"KPK itu lembaga negara, institusi negara. Jadi bijaklah dalam kita bernegara," kata Jokowi.
Tiga, alasan ketiga ini sangat menarik dan menjadi alasan kemarahan Jokowi. Dengan rumusan yang sangat sederhana bisa dikatakan begini, "mengapa pimpinan KPK mengumbar ke publik, mengapa kalian tidak langsung saja datang untuk membicarakannya, ini namanya kan buat masalah".
Ini dapat dilihat dari keinginan Pimpinan KPK untuk dipanggil oleh Presiden dan sepertinya tidak ada respon. Sementara Presiden merasa tidak ada hambatan untuk ketemu untuk membahas apapun.
Presiden sudah merasa terbuka untuk bertemu dan berbicaran dengan Pimpinan KPK kalau mereka mau mengajukannya melalui Menteri Sekretaris Negara, tetapi itu tidak dilakukan. Malah membuat konperrensi pers segala.
"Tanyakan Mensesneg, ada enggak pengajuan itu. Kalau ada tentu akan diatur waktunya dengan acara yang ada di Presiden," kata dia.
Keempat, selama ini publik melihat bahwa Presiden Jokowi sangat berpihak dan membela Pimpinan KPK karena kinerja mereka yang sudah baik, tidak perlu diragukan lagi serta perlu didukung oleh siapapun.
Kompas.com memberitakan "Jokowi menegaskan sejak awal ia tidak pernah meragukan pimpinan KPK. Ia juga menilai kinerja KPK baik."
Seperti sudah diberitakan secara luas bagaimana tiga orang pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan Laode Syarif  menyatakan sikap untuk mundur dan menyerahkan mandat pengelolaan KPK itu kepada Presiden Jokowi. Hanya dengan alasan bahwa mereka tidak pernah dilibatkan untuk membicarakan revisi UU KPK itu.
Berbagai por dan kontra muncul yang juga ikut memanaskan situasi. Antara lain sikap pimpinan KPK ini seakan menjebak Presiden Jokowi, melempar bola panas kepada Presiden Jokowi, dan seterusnya.
Dengan 4 alasan diatas wajar kalau seorang Jokowi kecewa dan marah kepada pimpinan KPK yang selama ini sangat dibanggakan atas kinerja dan pekerjaan mereka.
Pada akhirnyaa menjadi pertanyaan, apakah dengan kekecewaan dan kemarahan Presiden Jokowi ini, lalu pengesahan revisi UU KPK menjadi mulus tanpa hambatan apapun. Dan seakan-akan apa yang selama ini disampaikan oleh masyarakat dianggap angin lalu saja?
Pun menjadi pertanyaan kritis publik, apakah ada hubungannya dengan penetapan Menpora Iman Nahrawi sebagai tersangka segera setelah revisi UU KPK disahkan di senayan?
YupG. 21 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H