Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ini Alasan Jokowi Menolak Revisi UU KPK

7 September 2019   16:41 Diperbarui: 8 September 2019   08:09 2347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cnnindonesia.com/

Ketika Megawati  Soekarnoputri menelorkan lembaga baru yaitu KPK sekitar 16 tahun yang lalu, maka negeri ini selalu hiruk pikuk dengan setiap langkah yang dilakukan KPK untuk memberantas korupsi yang dianggap menjadi pembunuh dan penghancur masa depan kemajuan negeri.

Setiap langkah KPK seakan menjadi lonceng kematian bagi mereka yang doyan dan hobby mengkorupsi uang negara dan memelaratkan rakyat yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan hidup yang lebih layak manusiawi.

Tak terhitung sudah berapa banyak yang harus menjadi penghuni bui hotel prodeonya KPK. Walaupun demikian, korupsi nanpak tidak surut dan terus terjadi. KPK juga terus melakukan tugasnya dengn luar biasa. Setiap berita OTT, seakan lonceng "neraka bagi koruptor" terus berbunyi.

Sejak beberapa tahun terakhir, mulai muncul gerakan melemahkan dan melumpuhkan KPK dengan mengebiri tugas dan peran kuncinya untuk memberantas para koruptor di republic ini. Dan anggota Dewan yang menjadi salah satu pintu pengaturan KPK melalui UU mulai pasang kuda-kuda agar KPK ini tidak lagi memiliki gigi taring yang mematikan. Kalaupun ada gigi, akan dibuat gigi itu tumpul bak kayu busuk.

Apa yang terjadi saat ini? Ketika tiba-tiba saja rapat paripurna DPR Kamis 6 September 2019 dengan suara bulat menyetujui dan mengesahkan RUU KPK, yaitu UU Nomor 30 2019, sebagai inisiatip DPR dan menyerahkan ke Presiden.

Publik ribut dan protes dimana mana. Apa-apain DPR ini? Kapan membahasnya, mengapa tidak ada keterbukaan kepada masyarakat tentang apa saja yang direvisi dalam UU KPK itu? Kalau tidak ada udang di balik batu, harusnya pembahasannya bukan dengan operasi senyap seperti ini. Ini namanya mengkadalin rakyat dengan tujuan agar lembaga KPK ini dilumpuhkan, kalau perlu di matikan sekalian.  Ada apa dengan para dewan yang terhormat ini?

Ketika dilantik menjadi Ketua DPR sekitar 18 bulan yang lalu, Bambang Soesatyo berjanji tidak aka nada revisi UU KPK dan dengan demikian KPK akan terus berjalan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang masih ada. Kompas.com mencatat janji Bambang ini dan sekarang diingkarinya sendiri.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/07/08313141/janji-ketua-dpr-soal-revisi-uu-kpk-yang-diingkari?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/07/08313141/janji-ketua-dpr-soal-revisi-uu-kpk-yang-diingkari?page=all

"Saya jamin tidak ada usulan atau rekomendasi untuk perubahan UU KPK..." Pernyataan ini pernah diucapkan Bambang Soesatyo sesaat setelah dilantik sebagai Ketua DPR pada rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Itu artinya Ketua DPR bohong dan menipu rakyat, janjinya tidak bisa dipegang dan dilaksanakankan. Alasannya bahwa revisi ini untuk memperkuat KPK tentu saja tidak bisa diterima publik begitu saja. Selain karena pembahasannya dilakukan tertutup dan tanpa publikasi kepada masyarakat, tetapi juga hasil kajian dari sejumlah lembaga anti korupsi menyimpulkan kalau sejumlah poin yang direvisi sangat melemahkan KPK itu sendiri.

Hingga saat ini, sudah puluhan bahkan ratusan ribu tanda-tangan petisi yang beredar di media sosial untuk menolak revisi UU KPK itu. Ini sebagai indikator sangat kuat kalau rakyat tidak setuju dengan revisi yang dilakukan oleh anggota DPR itu.

Nampaknya DPR tidak mempedulikan suara rakyatnya, dan hak inisiatif mereka tentang revisi UU KPK terus berjalan. Dikabarkan dokumen itu sudah dikirim ke Presiden Jokowi untuk segera melakukan pembahasan.

Bola sudah ditendah oleh DPR, dan bola itu sekarang ada di kakinya Jokowi sebagai Presiden RI. Kalau Jokowi menolak membahas tentu saja tidak jadi di revisi, dan ini tentu saja tidak diharapkan oleh DPR.

Pertanyaannya kini adalah apakah Jokowi akan menolak atau menerima dan membahasnya?

Tentu ada dua kemungkinan besarnya antara menolak dan menerima, dengan alasan dan konsekuensi politik selanjutnya dengan pertimbangan pertimbangan yang masuk politik juga.

Kalau mencermati tanggapan Jokowi terhadap operasi senyap yang dilakukan oleh DPR, masih setengah-setengah. Jokowi mengatakan kalau kinerja KPK sudah bagus dan perlu dipertahankan. Ini signal yang sangat kuat kalau Jokowi akan menolak revisi UU KPK yang diajukan oleh DPR.

Betul juga, buat apa direvisi UU KPK kalau kinerjanya sudah baik dan bagus. Apalagi kalau revisi itu hanya memperlemah KPK dan menjadi lumpuh.

Sejumlah lembaga mengingatkan beberapa poin yang ada dalam revisi itu yang sesungguhnya melemahkan dan mengebiri peran KPK yang selama ini sangat powerful seperti diberitakan oleh cnnindonesia.com, yaitu:

"keberadaan dewan pengawas, aturan penyadapan, kewenangan surat penghentian penyidikan perkara (SP3), dan status pegawai KPK. Kemudian kedudukan KPK sebagai penegak hukum cabang kekuasaan eksekutif, serta posisi KPK selaku lembaga penegak hukum dari sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia"

"draf revisi UU KPK yang telah disusun DPR itu sangat berbahaya bagi kelangsungan KPK maupun pemberantasan korupsi di Indonesia. Pada draf tersebut tak ada poin-poin untuk memperkuat KPK. Isi draf perubahan tersebut malah melumpuhkan kewenangan lembaga antirasuah yang telah berdiri selama 16 tahun ini"

Rincian beberapa kewenangan dewas yang bisa melemahkan KPK yaitu soal pemberian izin penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan, sampai melaporkan perkara yang belum selesai dalam kurun waktu satu tahun. Pada draf revisi UU KPK, dewas diatur dalam BAB VA. Ketentuan tentang anggota dewas, fungsi, hingga tata cara pemilihan tertuang dalam Pasal 37A sampai 37G. Dewas itu juga menggantikan keberadaan penasihat KPK.

"Dewan Pengawas itu akan bisa menghambat, akan bisa memperlemah, melumpuhkan kewenangan-kewenangan inti dari KPK, terutama kewenangan dalam penindakan"

Perubahan status pegawai tetap KPK menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Poin tersebut tertuang dalam Pasal 1 angka 7 draf revisi UU KPK. Ini akan membuat para penggawa KPK menjadi tidak independen dan rawan intervensi dalam menjalankan tugasnya. Posisi KPK yang nantinya akan berubah menjadi lembaga pemerintah pusat. "Kita tahu sendiri di KPK itu kan banyak kasus yang terkait dengan pemerintahan. Jadi kalau KPK di bawah pemerintah ini sama saja bohong,"

Kalau melihat sejumlah poin diatas, maka harusnya Jokowi tidak boleh menyetujui revisi UU KPK tersebut. Sebab, sekali menyetujui maka pintu masuk untuk mengobrak abrik KPK akan semakin lebar. Dan target pelemahan dipastikan akan terus terjadi hingga lembaga ini menjadi "opong melompong".

Mungkinkah berat bagi Jokowi untuk menolak revisi UU KPK ini? Bisa berat tetapi bisa juga ringan dan tanpa beban.

Tidak berat kalau Jokowi berpikir dan berpihak kepada kepentingan kemajuan bangsa ini dari pembersihan orang-orang yang memiliki agenda dan hobby untuk berkorupsi ria. Sebab, sama sekali tidak ada untungnya memelihara orang yang memiliki mentalitas koruptor. Dia akan sangat merusak negeri ini dalam segala hal. Tidak saja material, tetapi juga moral dan nilai luhur yang sangat dibutuhkan kedepan.

Petisi yang sedang digarap oleh masyarakat saat ini harus dicermati oleh Presiden dan jajarannya untuk menjadi salah satu pertimbangan kunci menunda atau menolak sama sekali hal inisiatif DPR ini.

Yang menjadi satu-satunya ganjalan bagi Jokowi untuk berani menolak revisi UU KPK adalah karena berita yang ada menjelaskan bahwa 6 orang anggota DPR yang mengusulkan revisi UU KPK berasal dari Parpol Pendukung Jokowi menjadi Presiden di negeri ini. Bahkan anggota legislatif dari PDIP sendiri juga ada didalam 6 orang itu.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/06/19352961/kpk-dilahirkan-oleh-mega-mati-di-tangan-jokowi?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/06/19352961/kpk-dilahirkan-oleh-mega-mati-di-tangan-jokowi?page=all
Kalau ini menjadi pertimbangan, tentu Jokowi tidak mudah menolak revisi ini. Daripada dia terganggu selama 5 tahun kedepan dalam mengeksekusi rencana pembangunan negeri ini menuju Indonesia Unggul.

Tapi, kalaupun 6 orang itu dari Parpol pendukung, ingat bahwa rakyat Indonesia yang memilih mereka dan Jokowi memilih untuk tidak direvisi UU KPK itu !

YupG, 7 September 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun