Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Kata "Maaf" Menjadi Barang Sangat Mahal

22 Agustus 2019   17:00 Diperbarui: 24 Agustus 2019   08:54 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.ngelmu.co/tak-merasa-perlu-minta-maaf-uas-tegaskan-ini-soal-aqidah/

Tiba-tiba saja kata "maaf" menjadi viral ditengah-tengah masyarakat. Dan seakan kata ini menjadi begitu sangat mahal harganya, sehingga seseorang tidak mudah dan tak rela untuk menyampaikannya kepada orang lain.

Padahal, dalam berbagai kesempatan kata "maaf" itu dikenal menjadi kata-kata yang sangat ampuh, powerful, dan mampu menyelesaikan banyak masalah yang paling sulit sekalipun. Serta mengatakan "maaf" juga tidak terlalu repot dan tidak ada biayanya.

Paling tidak ada tiga fakta serius yang paling hot dan sedang menguasai saat ini dan sekaligus menjadi dasar kunci mengapa kata maaf itu begitu sangat mahal saat ini.

Pertama, ketika Abdul Somad menolak dan betul-betul keberatan untuk menyampaikan maaf kepada umat Kristiani yang merasa terlecehak dan bahkan merasa dinista oleh video tausiah UAS yang sudah beredar bagaikan gurita ditengah-tengah masyarakat saat.

Situasi ini menjadi begitu serius ketika ada kelompok yang merasa terlecehkan membawa persoalan ini ke Polisi untuk di proses. Dan bahkan tidak kurang pengurus pusat MUI mengadakan pertemuan khusus dengan UAS tentang tausiahnya yang sudah menjadi viral itu.

Dan hasilnya, seperti diberitakan oleh banyak media daring, Abdul Somad tidak mau meminta maaf dengan sejumlah alasan dan pertimbangan. Tempo.co menurunkan berita dengan judul "Tak Mau Minta Maaf, Abdul Somad Sebut Al Maidah Ayat 73", dan mengutip penjelasan dari UAS tentang alasan untuk tidak minta maaf :

republika.co.id
republika.co.id

"Bahwa kemudian ada orang yang tersinggung dengan penjelasan saya, apakah saya mesti meminta maaf," kata Abdul Somad seusai bertemu dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Agustus 2019.

"Saya jelaskan itu di tengah umat islam. Otomatis orang luar yang mendengar itu tersinggung tidak? Tersinggung. Apa perlu saya meminta maaf?" kata dia.

"Saya di mana-mana menyampaikan sama, tak mungkin saya tanya orang satu-satu, 'ayo matikan hape'. Tak mungkin. Tak bisa saya larang itu," kata dia.

Kedua, peristiwa yang bermula dari kota Malang Jawa Timur ketika masyarakat Papua mengadakan aksi unjuk rasa yang memperingati tentang New York Agreement (1962) yang secara serentak dilakukan di sejumlah titik di tanah air, mendapat reaksi dari ormas sehingga terjadi bentrok.

Kemudian berlanjut di kota Surabaya, terutama ketika aparat keamanan menemukan bendera merah putih di selokan dekat asrama mahasiswa Papua, mulai muncul "ketegangan" karena ada kata-kata yang sifatnya rasis muncul yang diarahkan ke mahasiswa Papua, yang katanya diumpatkan oleh pihak aparat. Dampaknya menjadi meluas di sejumlah tempat, khususnya di wilayah Papua sendiri, hingga ada perusakan dan pembakaran fasilitas umum.

Mahasiswa Papua menuntut maaf kepada pihak pemerintah atas perlakuan yang dianggap rasis terhadap mereka. Dan kabarnyapun ungkapan maaf sedang diproses untuk disampaikan oleh Presiden Jokowi sudah menyampaikan permohonan maaf.

Tetapi, berita hari ini menjelaskan bahwa pihak mahasiswa Papua menuntut agar Jokowi menyampaikan permintaan maaf itu secara langsung dengan datang sendiri ke Papua disana.

Medcom.id memberitakan dengan judul berita "Jokowi Diminta Kirim Utusan Khusus ke Papua", dan secara tegas oleh Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institute, menegaskan hal itu:

medcom.id
medcom.id

Utusan khusus (dari) Presiden untuk membangun komunikasi konstruktif dan sikap saling percaya sekaligus sebagai basis dialog pemerintah dengan Papua. Menurut Hendardi pemerintah perlu melakukan langkah khusus untuk menghilangkan rasialisme sejumlah orang terhadap warga Papua. Anjuran bersabar dan saling memaafkan, kata dia, tak bisa meredam situasi yang kadung memanas.

Hendardi menilai idealnya pemintaan maaf perlu dibarengi dengan pertemuan pemerintah dan elite daerah di Papua. Hal itu guna mengembalikan situasi kondusif juga mendengarkan keinginan serta kebutuhan dasar masyarakat Papua. "Seperti ketidakadilan politik, ekonomi, sosial, dan klaritas sejarah integrasi Papua yang masih dipersoalkan sebagian warga Papua," ujarnya

Dia khawatir lambatnya penanganan akan terus memunculkan potensi kekerasan dan ketidakadilan terhadap warga Papua. Bukan tidak mungkin pelanggaran hak asasi manusia (HAM) akan terjadi. Di sisi lain, Hendardi mengkritik penambahan pasukan pengamanan di Papua. Menurutnya, pilihan melindungi objek vital negara dinilai tidak menunjukkan upaya pengutamaan keamanan manusia. "Rasialisme dan stereotip pemberontak yang mengendap di kepala para pejabat Indonesia sangatlah destruktif, sehingga upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka pemulihan seharusnya berbasis pada keamanan manusia," tuturnya. "Sekaligus meletakkan warga Papua sebagai subyek utama pengutamaan keadilan pembangunan berkelanjutan," pungkasnya.

Sungguh luar biasa, begitu pentingnya kata maaf untuk mengobati perasaan dan hati yang sudah di rasis dan dilecehkan itu.

Ketiga, beredar kabar bahwa akhirnya Zakir Naik meminta maaf kepada pemerintahan dan berbagai lembaga keagaaman di Negara Malaysia atas protes yang sudah diajukan atas kiprah Sang Penceramah  kondang ini dimana-mana, khususnya di sejumlah kota di Malaysia. Detik.com  menurunkan berita dengan judul "Zakir Naik Minta Maaf di Tengah Tekanan Hebat"

https://news.detik.com/internasional/d-4674219/zakir-naik-minta-maaf-di-tengah-tekanan-hebat
https://news.detik.com/internasional/d-4674219/zakir-naik-minta-maaf-di-tengah-tekanan-hebat

Ulama kontroversial asal India, Zakir Naik, akhirnya meminta maaf atas ucapannya yang dianggap memicu polemik di Malaysia. Selain itu, Zakir juga melayangkan somasi kepada sejumlah pihak yang dia nilai telah membuat ucapannya keluar konteks.

Sebagaimana diketahui, tekanan agar Zakir pergi dari Malaysia itu bermula dari komentarnya soal warga China di Malaysia. Dilansir media lokal Malaysia, Malaysiakini dan The Star, Kamis (15/8/2019), komentar Zakir Naik yang memicu kontroversi itu disampaikan saat dia berbicara dalam acara dialog keagamaan 'Executive Talk bersama Dr Zakir Naik' di Kota Baru, Kelantan pada 8 Agustus lalu.

Walaupun Zakir terus melakukan pembelaan diri atas semua ungkapannya dengan berbagai argumentasi yang ditawarkannya tetapi nampaknya keselarasan dan keharmonisan kelompok-kelompok majemuk yang ada di Malaysia sudah terganggu. Sehingga bersepakat untuk meminta Zakir Naik angkat kaki dari negara itu.

Zaki sudah menyampaikan maafnya, dengan harapan terobati, tetapi permohonan maaf yang disampaikan belum mampu membuat warga negara itu menerima kehadiran Zakir.

Dengan ketiga kejadian dan fakta diatas hendak menjelaskan bahwa kata maaf itu menjadi obat bagi hati yang tertindas secara psikologis bahkan secara spiritual. Sehingga saat diungkapkan dengan penuh ketulusan maka perasaan tersakiti itu akan sembuh dengan ampuh.

Tetapi mengapa ada orang-orang yang nampak begitu sulit untuk mengungkapkan maaf kepada orang sesama dan orang lain?

Sesungguhnya, semua orang memahami bahwa orang yang tidak mudah memaafkan itu adalah mereka yang tidak humble, tidak memiliki rasa rendah hati. Sebaliknya, hati dan pikiran mereka dipenuhi oleh kesombongan, arogansi dan semua yang menjurus pada tinggi hati.

Makna kesombongan itu menjelaskan bahwa seseorang yang merasa PALING hebat, pintar, tahu dan semua yang serba hebat, sementara menurut dia orang lain tidak hebat, tidak tahu, dan bahkan menganggap orang lain itu bodoh.

Dengan demikian, orang sombong telah tertutup hatinya oleh kepintaran sendiri, Dan tidak ada lagi ruang lagi dalam hati dan pikirannya untuk mendengar orang lain. Dia hanya meminta untuk didengar, dimengerti, dipahami dan merasa orang lain tidak.

Ini sangat membahayakan kalau dimiliki oleh seseorang yang berada dalam posisi sebagai pemimpin, pimpinan tertinggi lagi. Akan ada kehancuran terjadi dikemudian hari. Sebab, sungguh betul kata-kata bijaksana yang mengatakan :

"Kesombongan mendahului kebinasaan, dan tinggi hati mendahului kejatuhan" - Amsal

https://www.bible.com/id/bible/306/PRO.16.18.TB
https://www.bible.com/id/bible/306/PRO.16.18.TB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun