Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Nestapa Korban Konflik di Nduga, dan 74 Tahun Indonesia Merdeka

15 Agustus 2019   19:17 Diperbarui: 15 Agustus 2019   19:32 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabupaten Nduga begitu sangat popular selama ini karena Presiden Jokowi memberikan perhatian khusus untuk datang kesana. Tetapi kali ini bukan karena dikunjungi oleh RI-1 tetapi karena nestapa para pengungsi korban konflik

Dipastikan puncak acara HUT ke 75 Republik Indonesia yang jatu tepat pada hari Sabtu 17 Agustus 2019 akan dirayakan dengan dengan meriah di Jakarta dengan tema  strategis berbunyi "SDM Unggul Indonesia Maju". Jakarta semakin indah dengan bersolek disana-sini seakan negeri ini sungguh damai dan penuh kemeriahan. Apalagi dengan kemenangan Jokowi dan Ma'ruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih 2019-2024.

Tetapi berbeda dengan suasana masyarakat yang ada di wilayah Nduga, Papua yang sedang menghadapi suasana mencekam penuh ketakutan, kelaparan, kedinginan, kematian, dan semua yang serba susah dialami oleh masyarakat yang termasuk dalam korban dan pengungsi sebagai akibat dari konflik yang berkepanjangan antara "pasukan pengacau bersenjata" dengan pihak TNI.

Nestapa yang dialami oleh masyakat pengungsi di Nduga dan sekitarnya, oleh bbcindonesia di lukiskan melalui judul pemberitaan "Korban meninggal akibat konflik di Nduga, Papua 182 orang: 'Bencana besar tapi di Jakarta santai-santai saja", seperti di lansir melalui laman bbc.com pada hari Kamis 15 Agustus 2019.

Seperti sudah publik ketahui pada Desember 2018 yang lalu terjadi pembunuhan sejumlah karyawan PT. Istaka Karya oleh anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang terjadi di wilayah Gunung Kabo, yang dipimpin oleh Eginaus Kogeya. Selanjutnya pemerintah menuurnkan pasukan militer di Kabupaten Nduga untuk mengejar kelompok bersenjata ini. Tak bisa dihindari munculnya gelombang pengungsi yang terus bertambah sebagai konsekuensi  dari ketakutan akan menjadi korban dari konflik bersenjata itu.

John Jonga sebagai anggota tim kemanusiaan yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Nduga menjelask data-data tentang korban dan pengungsi yang sangat menderita hingga saat ini, antara lain terdapat 182 pengungsi meninggal dunia, diantaranya 113 orang perempuan sebagai akibat dari kedinginan, lapar dan sakit.

https://www.bbc.com
https://www.bbc.com
Asal ribuan pengungsi tersebar di sejumlah distrik seperti Mapenduma, Mugi, Yal, Mbulmu Yalma, Kagayem, Nirkuri, Inikgal, Mbua, Dal.
Berdasarkan temuan tim yang dibentuk Pemerintah Kabupaten Nduga ini, para pengungsi berasal dari Distrik Mapenduma sebanyak 4.276 jiwa, Distrik Mugi 4.369 orang dan Distrik Jigi 5.056, Distrik Yal 5.021, dan Distrik Mbulmu Yalma sebesar 3.775 orang. Sejumlah distrik lain yang tercatat adalah Kagayem 4.238, Distrik Nirkuri 2.982, Distrik Inikgal 4.001, Distrik Mbua 2.021, dan Distrik Dal 1.704.

Kondisi para pengungsi sangat memprihatinkan dan mereka harus memakan apa saja yang tersedia untuk bisa bertahan dalam suasana yang sangat tidak memadai. Suasana ini sungguh sangat memprihatinkan.

"Anak-anak ini tidak bisa tahan dingin dan juga ya makan rumput. Makan daun kayu. Segala macam yang bisa dimakan, mereka makan," kata anggota timnya, John Jonga saat merilis hasil temuannya di Jakarta, Rabu (14/08).

Situasi yang sangat memprihatinkan ini akan terus menjadi lebih buruk bila tidak ditangani secara serius oleh pihak pemerintahan dari Jakarta. Dan apa yang dirayakan sebagai hari kemerdekaan bagi negeri ini semakin tidak memiliki makna secara manusia bagi ribuan pengungsi.

Untuk menyelamatkan diri dari situasi yang semakin buruk, para pengungsi terpaksa mencari tempat perlindungan dari sekitar kerabat yang tersebar baik di kota terdekat dan juga kedalam hutan.

Mereka mengungsi ke kabupaten dan kota terdekat atau ke dalam hutan, kata John. "Ada yang ke Wamena, Lanijaya, Jayapura, Yahukimo, Asmat, dan Timika. Pengungsi-pengungsi itu (sebagian) masih ada di tengah hutan, sudah berbulan-bulan," lanjutnya.

Walaupun pemerintah dalam hal ini Kantor Kemensos menurunkan bantuan bagi para pengungsi tetapi, sebagian menolak bantuan tersebut karena alasan tidak menyelesaikan masalah yang sedang mereka hadapi tentang konflik itu. Seperti dijelaskan oleh Theo Hasegem, Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua.

"Alasan penolakan itu saudara-saudara kami sedang korban meninggal di hutan, terus kita mau tinggal di sini, mau enak-enak makan. Sementara teman-teman kita yang ada di hutan mati semua," kata Theo sambil mengatakan pemerintah perlu melakukan pendekatan secara kultural kepada para pengungsi.

Namun alasan lainnya yang menjadi penting menarik adalah tuntutan dari para pengungsi itu agar TNI/Polri melakukan penarikan pasukan yang berada di Kabupaten Nduga, karena dianggap hanya menimbulkan ketakutan diantara warga pengungsi.

Ini semacam situasi dilematis bagi para pengungsi, karena terjepit antara dua belah pihak yang sedang berkonflik, yaitu OPM dan pihak TNI/Polri. Bila salah dalam membangun komunikasi pengungsi akan menjadi korban.

https://www.bbc.com
https://www.bbc.com
Seberapa layak alasan dari para pengungsi ini dipenuhi oleh pihak pemerintah, tentu saja menjadi isu yang harus dikelola secara bijaksana agar situasi tidak berlarut-larut dan korban semakin berjatuhan dari pihak pengungsi sendiri.

Merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke 74 tahun menjadi tidak memiliki makna ketika ribuan pengungsi diketahui masih terus berada dalam pendiritaan karena kekurangan makanan dan tempat tidak layak. Perasaan keadilan ini menjadi "terobek" karena sebagian dari warga bangsa ini sedang merana.

Terlepas dari apakah angka-angka korban jiwa dari para pengungsi itu akurat atau tidak, karena pihak pemerintah mengklain jumlah yang lebih sedikit, tetapi berita adanya pengungsi yang banyak jauh lebih utama untuk diresponi oleh pemerintah agar betul-betul hadir disana untuk menyatakan kemerdekaan itu bagi mereka sebagai warga pemilik negeri ini.

Pemberitaan dari bbc.com sungguh mengusik keadilan masyarakat, seakan Jakarta merasa biasa-biasa saja. Dan tidak perlu diberi perhatian khusus. Berbeda dengan tuntutan lapangan yang meminta agar pemerintah menetapkan ini sebagai bencana nasional. Mungkinkah?

Tentu saja ada kriteria apakah termasuk bencana nasional, tetapi substansi dari penderitaan ribuan para pengungsi sebagai akibat dari konflik tidak boleh diabaikan, apalagi pihak Jakarta merasa biasa-biasa saja.

Apakah Jokowi tidak tertarik lagi untuk memberikan perhatian ke Papua, khususnya Kabupaten Nduga yang sudah sangat terkenal karena kehadiran Jokowi disana beberapa tahun yang lalu ?

YupG. 15 Agustus 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun