Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mega "Dipaksa" sebagai Ketum PDIP, Indikasi Kegagalan Kaderisasi?

8 Agustus 2019   13:12 Diperbarui: 8 Agustus 2019   13:20 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kongres ke V PDI-P yang akan digelar mulai hari ini hingga tanggal 11 Agustus 2019, nampaknya akan memilih kembali Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum dari partai pemenang Pemilu 2019 ini untuk kelima kalinya sejak nama nama partai ini berubah menjadi PDI-P pada 1 Februari 1999.

Tanda-tanda akan memilih kembali Mega untuk menjadi Ketum PDI-P untuk lima tahun kedepan, periode 2019-2024, sudah mulai diwacanakan dalam berbagai kesempatan oleh para petinggi partai, dan nampaknya kecenderungan itu terus menguat di tengah-tengah peserta kongres besar yang diselenggarakan di Bali.

Dipastikan kongres ke V ini berlangsung dalam suasana penuh sukacita dan kegembiraan, karena ini kali kedua partai pengusung utama Presiden dan Wakil Presiden menjadi pemenang dalam Pemilu, baik untuk Pilpres maupun Pileg.  Menjadi energi dan semangat penting untuk membangun masa depan partai yang lebih baik dan kokoh.

Menarik untuk mencermati posisi Ketua Umum yang nampaknya Megawati akan "didaulat" nan "dipaksa" kembali untuk memimpin partai berlambang kepala banteng moncong putih ini. Dalam euforia kemenangan politik sangatlah lumrah pilihan ini diambil.

Tetapi, sesungguhnya yang menjadi pertanyaan strategis adalah apakah memang selama ini PDI-P tidak memiliki kader untuk menduduki posisi Ketum menggantikan Megawati?. Karena persaingan politik kedepan pasti akan semakin kencang dan sengit, lalu apakah terus menerus PDI-P menggantungkan diri hanya kepada Megawati saja?

Megawati yang lahir pada 23 Januari 1947 yang berarti usia beliau  sudah 72 tahun. Dan apabila terpilih lagi menjadi ketua umum, itu berarti Mega menjadi ketua umum PDI-P sejak berubah namanya menjadi PDI-P tahun 1999.

Pertama kali pada 24 Maret 1999 diangkat sebagai Ketum PDI-P, kedua pada 31 Maret 2005, ketiga kali diangkat kembali pada 6 April 2010, dan keempat kali pada 9 April 2015. Dan nanti kalau dipilih lagi kelima kali pada 11 Agustus 2019.

Prestasi Megawati memimpin partai ini tidak boleh dianggap remeh, karena 3 kali memenangkan pemilu pada 1999, 2014 dan 2019 dan dua kali gagal pada pemilu 2004 dan 2009.

Kemenangan-kemenangan yang dicapai tidak bisa dipungkiri sebagai kemampuan seorang Megawati untuk selalu konsisten dengan semua keputusan politiknya dengan kemampuan mengendalikan diri yang sangat tinggi, dan tidak tergoda untuk keluar jalur. Semua itu berbuah manis, ketika Jokowi yang diusung sebagai Capres dua kali Pemilu menjadi bukti konsistensi dalam menjalankan visi dan misi partai.

Empat kali menjadi Ketum PDI-P, harusnya sudah lebih sejak 1999 sampai dengan 2019 harusnya sudah lebih cari cukup untuk mengangkat kader terbaik untuk menggantikan posisi sebagai Ketum PDI-P.  Tetapi, publik menyaksikan bahwa tidak ada satu orang yang saat ini sudah sangat siap menduduki posisi itu.

Nampaknya, bagian inilah yang menurut saya kehilangan link kesinambungan kehidupan partai kedepan. Tetapi, ketika Mega "dipakasa" kembali menjadi Ketum Partai sama saja dengan mengakui bahwa selama ini kaderisasi pimpinan tertinggi partai "gagal". Dan tentu saja ini kehilangan kesempatan yang sangat mahal bagi partai ini.

Kalau saja, dalam Kongres ke V PDI-P di Bali ini memilih Ketum yang baru dan bukan Megawati, maka Megawati memiliki kesempatan untuk mengawal, menjaga dan mendukung kepemimpinannya selama 5 tahun kedepan.

Hal ini akan sangat berbeda kalau terjadi pada 5 tahun kedepan, yaitu 2024 nanti. Karena pada saat itu, belum tentu Presiden terpilih nanti adalah dari kubu PDI-P. Sehingga menjadi pertempuran baru bagi semua partai. Tentu saja berharap PDIP akan memenangkan lagi kompetisi pada 2024.

Bila saat ini Megawati digantikan oleh Ketum yang baru, maka bisa bekerja sama dengan penuh sumber daya mengokohkannya dengan support penuh dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Pun akan didukung penuh oleh wilayah legislatif di Senayan sebagai koalisi pemenang di DPR.

Bila analisis ini benar dan mendekati kondisi obyektif, hendak menjelaskan juga bahwa di dalam tubuh organisasi PDI-P sendiri masih belum ada soliditas 100%. Sangat mungkin, disana ada kelompok-kelompok yang sangat ketat juga bersaing menjadi kelompok yang dekat dengan pengambil keputusan akhir.

Artinya pula, bahwa yang mampu menghadapi kelompok-kelompok kepentingan yang bersaing dalam tubuh partai, hanya megawati sendiri. Yang tidak ada, dan mungkin akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.

Ini sesuatu yang wajar dalam sebuah dinamika partai politik, tetapi bila PDI-P hendak menjadi partai yang semakin kuat, modern dan selalu update, harusnya kelompok-kelompok kepentingan dalam partai diminimalkan.

Kelanjutan kepemimpinan partai politik di Indonesia selalu menjadi titik dan area kritis untuk bertahan dalam persaingan yang semakin ketat. Itu sebabnya, jarang ada parpol yang terus menjadi pemenang karena kegagalan mereka dalam kaderisasi pimpinan tertinggi partai. Kecuali Golkar (tapi dia bukan parpol) yang eksis selama kepemimpinan Soeharto sebagai penguasa Orde Baru.

Jadi, yang hendak dikatakan terkait dengan keputusan Kongres ke V PDI-P yang saat ini sedang berlangsung di Bali adalah ada dua, yaitu :

  1. Kalau tetap Megawati dipaksa oleh seluruh peserta kongres menjadi Ketua Umum untuk ke lima kali, maka selama 5 tahun kedepan akan menjadi "miliknya" PDI-P, tetapi memasuki tahun 2024, kemungkinan akan menjadi milik PDIP lebih rendah.
  2. Kalau saat ini Megawati akan mencari Ketum yang baru menggantikannya untuk lima tahun kedepan, maka peluang bagi PDI-P untuk tetap menjadi pemenang pada Pemilu tahun 2024 lebih besar ketimbang yang pertama.

Ini adalah hanya sebuah analisis dan pikiran liar saja, dan akan menjadi sangat menarik untuk mencermatinya. Namanya juga politik, segala kemungkinan pasti saja ada. Bisa saja Megawati mengambil keputusan untuk tidak mau jadi ketua umum lagi. Siapa tahu !

YupG. 8 Agustus 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun