Nampaknya perusahaan penerbangan kebanggaan Indonesia masih terus dirundung awan hitam. Setelah bermasalah dengan laporan keuangan di Bursa Efek Indonesia dan berbuntut pembekuan izin KAP Auditor Laporan Keuangan Garuda, kini dia harus menghadapi tuntutan baru dari penumpangnya sendiri.
Tidak tanggung-tanggung, tuntutan yang diajukan hanya Rp. 100. Betul hanya seratus rupiah saja, sebagai akibat dari tidak memenuhi janji service kepada penumpangnya berupa tidak berfungsinya monitor di tempat duduk pesawat, alias rusak. Padahal tiket yang dijual kepada penumpang adalah full service atau pelayanan maksimal.
Ini tentu sangat memalukan bagi PT Garuda Indonesia yang memiliki janji pelayanan yang maksimal ketika dia menjual tiket kepada penumpangnya. Dan karena itu calon penumpang mau membeli tiket dan memanfaatkan fasilitas layanan disediakan. Tetapi ternyata itu hanya janji palsu, harapan kosong, dan tentu saja merugikan konsumennya.
Siapa yang berani menuntut PT Garuda Indonesia dengan tuntutan hanya Rp 100 saja itu?
Siapa lagi kalau bukan David Tobing, yang dikenal sangat concern dan memiliki sensitifitas tingkat tinggi terhadap layanan kepada publik atau masyarakat konsumen. Terutama layanan yang menjadi hak publik dan dilindungi oleh undang-undang bahkan hukum. Kemudian oleh penyedia jasa, para aparatur serta perusahaan sering sekali melecehkan, mengabaikan dan menzolimi pelanggan atau masyarakat dilayani.
David Tobing yang dikenal luas dengan pembawaan yang sangat tenang kalem, juga sebagai Ketua Komunitas Konsumen Indonesia atau KKI, yang sudah banyak sekali kasus yang ditangani dan selalu memberikan perhatian luas bagi layanan kepada publik konsumen.
Seperti diberitakan oleh www.brito.com, David mengalami sendiri perlakuan layanan Garuda yang sangat tidak adil ini dalam penerbangan rute Pontianak ke Jakarta pada 25 Juli 2019 dan merasa dirugikan karerna monitor  di bangku duduknya tidak bisa hidup.
Menurut David Tobing, Garuda melanggar ketentuan dari pasal 30 ayat 1 dari Permenhub no. 85 tahun 2015, yang disana dijelaskan mewajibakan maskapai yang memberikan pelayanan full services menyediakan fasilitas yang diantaranya berupa media hiburan.
"Sebagai maskapai dengan pelayanan full services, pihak Garuda seharusnya tidak boleh menjual tiket untuk bangku yang monitornya tidak bisa dihidupkan/rusak," kata David melalui keterangan resminya.
Melalui kuasa hukumnya, David tobing mengajukan dua gugatan kepada garuda yaitu, satu, memberikan ganti rugi materil kepada penggugat berupa 1 buah tiket pesawat kelas ekonomi untuk rute penerbangan dari Pontianak menuju Jakarta dengan media hiburan yang berfungsi dengan baik, dan kedua, menghukum Garuda untuk memberikan ganti rugi imateril kepada Penggugat sebesar Rp 100.
Kejadian sederhana dan kecil ini memang tidak terlalu besar gugatannya dengan hukuman hanya Rp 100 saja. Tetapi disana ada hal yang sangat mendasar sedang di letakkan oleh seorang David Tobing, sekaligus pelajaran mahal bagi perusahaan sekaliber BUMN Garuda Indonesia yang juga sudah menjadi perusahaan publik dengan Go Publik pada tahun 2011 yang lalu dengan kode saham GIAA