Keempat, tradisi yang sudah dimulai oleh SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat ketika berkuasa sebagai Presiden, memberikan kesempatan kepada alm Taufik Kiemas berada pada kursi Ketua MPR, kendati koalisi dalam PD saat itu bisa saja menentukan lain.
Tradisi ini tidak mudah untuk diabaikan, sehingga diplomasi nasi goreng Megawati saat bertemu dengan Prabowo sungguh memberikan sinyal sangat kuat untuk itu.
Kelima, dengan bebasnya Prabowo dari kelompok garis keras seperti PA 212 menjadi alasan yang sangat penting untuk memberikan ruang bagi Gerinda sebagai salah satu Parpol besar dari 9 Parpol yang lolos ke Senayan pada Pileg 2019 ini.
Kekuatiran masyarakat atas semakin maraknya radikalisme, terorisme dan segala gangguan keamanan menjadi pertimbangan untuk menyatukan barisan dalam mengawal pemerintahan Jokowi-Ma'ruf selama lima tahun kedepan.
Dengan 5 pertimbangan diatas maka seharusnya posisi Ketua MPR akan elok kalau  didapatkan oleh Partai Gerinda. Hambatan utama yang bisa mengagalkan kemungkinan ini hanya satu saja, yaitu kalau suara 62% kaolisi Jokowi-Ma'aruf tidak setuju, dan malah meminta posisi itu, seperti Golkar, atau Nasdem atau PKB.
Nampaknya exit strategi yang bisa ditawarkan oleh Megawati dan Jokowi adalah dengan berbagi jatah dalam jabatan Menteri Kabinet Kerja jilid II Jokowi-Ma'aruf Amin. Dan ini pasti juga menjadi keputusan yang elegan dan elok bagi semua.
Begitulah dunia dan arena politik, memang tidak ada makan siang yang gratis. Selama setahun semua Parpol bekerja mati-matian untuk menjadi pemenang, dan sangat wajar untuk mendapatkan jatah sesuai perjuangannya.
YupG. 26 Juli 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H