Mohon tunggu...
Dr. Yupiter Gulo
Dr. Yupiter Gulo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, peneliti, instruktur dan penulis

|Belajar, Mengajar dan Menulis mengantar Pikiran dan Hati selalu Baru dan Segar|

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hindari 5 jenis "Jangan", Agar Tidak Didikte oleh Produk Sampah

3 Juli 2019   12:39 Diperbarui: 4 Juli 2019   09:30 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang sahabat baik saya berkisah tentang pengalaman uniknya. Suatu ketika dia diketawain habis-habisan oleh teman-teman bulenya pada saat dia menawarkan minuman untuk kesehatan usus. Kawan-kawan bulenya berkata, "koq cepat sekali kamu percaya pada iklan-iklan sampah itu?" Dan sejak itu, sahabat ini "kapok" sangat sensitif dan selektif ketika membeli minuman bahkan juga produk-produk lainnya.

Saya berpikir bahwa pengalaman sahabat ini pasti dialami oleh banyak orang. Bahkan pengamatan-pengamatan memperlihatkan bagaimana masyarakat konsumen yang menjadi "korban" dari produk-produk yang disebutkan oleh si "bule" itu adalah sampah. Karena sesungguhnya, produk yang ditawarkan itu sama sekali tidak seperti yang diteriakin melalui iklan-iklan produk itu.

Anehnya, kendati konsumen tahu bahwa itu adalah sampah, seperti "junk food" misalnya, tetapi tetap saja di beli dan dikonsumsi habis-habisan oleh mereka. Dan tentu kita paham dari mengkonsumsi barang-barang sampah itu yang berakibat fatal bagi kesehatan untuk jangka panjang.

Logika Terbalik
Memang menarik melihat fenomena-fenomena seperti itu, sebagai akibat dari kencang dan derasnya pengaruh dan dorongan praktek-praktek bisnis melalui propaganda yang nyaris mengurung semua pikiran, perhatian dan masyarakat konsumen.

Inilah kenyataan yang dihadapi oleh manusia "modern" saat ini, yaitu menjadi korban dari pragmatisme hidup yang di rancang dan di kawal serta di pelihara habis oleh pelaku-pelaku usaha yang semakin canggih mendikte masyarakat konsumen.

Sehingga situasi menjadi terbalik, bukan konsumen yang memikirkan dan menentukan hendak membeli produk apa, tetapi market atau pasar atau perusahaan yang mendikte apa yang dibutuhkan oleh konsumen.

Logika terbalik ini, membuat masyarakat konsumen menjadi korban dari eksploitasi pasar, atau korban dari perusahaan yang mendikte kebutuhan konsumen. Dan dengan demikian, maka eksistensi konsumen sebagai manusia seutuhnya menjadi hilang begitu saja. Konsumen menjadi "sampah produk" yang sesungguhnya tidak dibutukan, tetapi terkondisi terpaksa di beli.

Pasar menawarkan sistem nilai kehidupan yang mengingkari dan mendangkalkan makna kemanusiaan manusia dengan menempatkan manusia itu sekedar sebagai konsumen yang bias diaturnya setiap saat melalui produk dan jasa yang di tawarkannya.

Membangun Kesadaran Konsumen
Situasi seperti ini, pasar yang mendikte konsumen, tidak boleh dibiarkan berlanjut karena tidak memanusiakan manusia, dan akan terus menerus menjadi korban yang akan dieksploitasi oleh dunia bisnis dan dunia industri.

Perlu membangun kesadaran masyarakat konsumen untuk tidak terus menerus menjadi korban dari eksploitasi perusahaan dan menjadi konsumen setia dari produk-produk sampah yang hanya akan merusak kesehatan dan kehidupan konsumen. Apalagi kalau produk-produk itu dijadikan eksperimen bagi eksploitasi yang lebih mengerikan lagi.

Edukasi ataupun literasi produk menjadi sangat penting bagi masyarakat yang menjadi target perusahaan. Perlu sebuah upaya yang menjadi gerakan agar konsumen menjadi lebih sadar terhadap produk yang dibeli dan dikonsumsi.

Di bagian ini, lembaga konsumen atau lembaga yang memiliki concern tentang hal ini, menjadi sangat penting untuk ikut membantu masyarakat terhindar dari produk sampah yang banyak beredar di pasar.

Pedomani 5 Jangan Menjadi
Godaan, rayuan dan dorongan dari perusahaan melalui media iklan yang sangat gencar dilakukan setiap saat memang tidak mudah bagi konsumen untuk melawannya. Sebab, nalar menjadi tumpul, dan rasionalitas menjadi mati dan ketika dan uang maka apa saja mau dibelinya kendati barang itu tak ada gunanya.

Oleh karena itu, sejumlah hal untuk direnungkan agar terhindar dari gempuran pengaruh iklan yang semakin marak dengan era digital dan media sosial yang setiap saat berjumpa dengan mata konsumen melalui smartphone yang selalu di pegang sepanjang hari.

Nasehatnya, ada 5 jangan yang bisa dihindari untuk membuat hidup lebih sehat, efisien dan sejahtera, yaitu :

Satu, jangan menjadi korban tren. Ini yang disebut dengan perubahan kehidupan dari waktu ke waktu, dan karenanya apa saja yang menjadi kebutuhan orang akan berubah. Awas, cermati baik-baik, sebab yang jadi tren itu tidak selalu berguna bagi Anda untuk dikonsumsi dan dibeli.

Dua, angan pernah jadi target gaya hidup. Life style menjadi acuan konsumen sekarang ini. Karena merasa hidupnya lebih berarti ketika apa yang menjadi kebiasaan yang sedang dilakukan akan ditiru. Dan perusahaan sangat lihai memanfaatkan gaya hidup itu. Awas, jangan menjadi korban dan target gaya hidup yang di kreasi oleh dunia bisnis dan industri, karena maknanya sangat temporer dan tidak abadi.

Ketiga, Jangan di dikte oleh produk. Awas, karena strategi promosi, iklan yang dilakukan melalui berbagai media sosial akan mendikte Anda sebagai konsumen dari produk mereka. Hati-hati, sebab dengan kemampuan teknologi informasi yang disebut dengan BIG DATA, setiap konsumen diketahui kebiasaannya oleh si dunia bisnis dan industri. Dan dari sanalah dunia industri merancang untuk memenuhinya. Bila tidak waspada maka Anda akan menjadi target korban dari produk yang ditawarkan.

Keempat, Jangan di intimidasi oleh harga barang. Perusahaan paham betul keinginan konsumen dengan harga-harga barang yang miring dan murah, maka konsumen bisa saja menjadi gelap mata membeli produk apa saja tanpa ada manfaat baginya. Hanya karena harga murah dan memiliki uang pada saat itu, maka strategi perusahaan tercapai yaitu Anda menjadi korban target harga barang.

Kelima, Jangan menjadi manusia tiruan. Ini yang paling penting dan mendasar untuk melawan semua godaan dan rayuan pasar arau kepungan produk dari perusahaan. Yaitu sadar bahwa Anda adalah manusia original dan bukan manusia imitasi atau manusia tiruan. Bagian ini menjadi sangat mendasar karena eksistensi Anda sebagai manusia menjadi pintu masuk memutuskan apakah menjadi korban dari produk sampah atau tidak.

Ini penting karena semua yang disebut tiruan, barang tiruan pasti nilainya murah, di obral. Hal yang berbeda dengan barang yang asli, pasti harganya mahal karena memiliki nilai.

Jangan Menjadi Aksesori
Setiap manusia itu bukan barang tiruan, bukan imitasi, apalagi menjadi boneka saja. Tidak sama sekali. Tetapi Anda sebagai manusia seutuhnya adalah asli, dan karena Anda asli maka Anda memiliki nila.

Betul, manusia itu memiliki nilai, dan nilainya sangat mahal karena merupakan ciptaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Segala sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia adalah bernilai tinggi, dan tidak bisa digantikan oleh apapun juga didunia ini.

Tak peduli, apakah Anda gemuk, kurus, semampai, pendek. Atau apakah Anda berwarna hitam, putih bahkan belang-belang, apakah Anda itu suku A, suku B, suku C atau suku lainnya. Apakah Anda berbahasa itu atau ini. Sama sekali tidak penting. Sebab, semua Anda sangatlah berharga bagi Tuhan

Yupiter Gulo, 3 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun